Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan Bakar

Pemerintah ingin meredam kemarahan publik

Paris, IDN Times - Pemerintah Prancis akhirnya menunda peningkatan pajak bahan bakar. Keputusan ini diambil setelah ratusan ribu masyarakat Prancis --dikenal sebagai Rompi Kuning-- turun ke jalan untuk melakukan protes selama tiga minggu dan mencapai puncaknya pada Sabtu lalu (1/12).

1. Pemerintah mengaku mendengar protes masyarakat

Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan BakarANTARA FOTO/REUTERS/Stephane Mahe

Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe buka suara terkait respons pemerintah terhadap demonstrasi Rompi Kuning yang sempat berakhir rusuh. Ia mengatakan peningkatan pajak bahan bakar akan ditunda untuk enam bulan ke depan.

Menurutnya, pemerintah mendengar apa yang dijeritkan oleh masyarakat. "Kemarahan ini, kamu pasti tuli atau buta kalau tidak melihat atau mendengarnya," kata Philippe, seperti dikutip dari Sky News.

Baca Juga: Protes Rompi Kuning Berakhir Rusuh, Monumen Bersejarah Prancis Dirusak

2. "Persatuan nasional", kata pemerintah, lebih penting saat ini

Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan BakarANTARA FOTO/REUTERS/Benoit Tessier

Sebelumnya sempat ada kekhawatiran bahwa pemerintahan Emmanuel Macron akan bergeming dan tetap menjalankan keputusan yang membuat harga bahan bakar meroket. Philippe sendiri menegaskan bahwa "tak ada pajak yang harus membahayakan persatuan nasional" dan "kekerasan harus berhenti".

"Rakyat Prancis yang memakai rompi kuning ingin pajak turun, dan bekerja untuk membayarnya. Ini juga yang kami mau. Jika aku tak bisa menjelaskannya, jika mayoritas yang berkuasa tak mampu meyakinkan warga Prancis, maka sesuatu harus berubah," kata dia.

Baca Juga: Protes Rompi Kuning Berakhir Rusuh, Monumen Bersejarah Prancis Dirusak

3. Empat orang kehilangan nyawa sepanjang protes Rompi Kuning

Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan BakarANTARA FOTO/REUTERS/Pascal Rossignol

Dikutip dari Le Monde, Menteri Dalam Negeri Prancis mengestimasi ada sekitar 136ribu orang turun ke jalan pada minggu kemarin. Polisi huru-hara pun diterjunkan untuk mengamankan demonstrasi yang dimulai sejak pagi. Sementara itu, sepanjang terjadinya protes, ada empat orang tewas termasuk seorang nenek berusia 80 tahun yang terkena gas air mata.

Kepolisian di Paris sendiri menahan 412 orang pada Sabtu. 133 orang lainnya terluka, termasuk 23 penegak hukum. Kementerian Dalam Negeri juga melaporkan dinas pemadam kebakaran Paris harus memadamkan api di 190 titik, termasuk enam bangunan yang sengaja dibakar.

4. Monumen bersejarah turut dirusak

Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan BakarANTARA FOTO/REUTERS/Stephane Mahe

Ketika kerusuhan puncak terjadi, Macron sedang berada di Buenos Aires, Argentina, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G20. Ia sempat melakukan konferensi pers untuk merespons kondisi di negaranya. "Aku takkan pernah menerima kekerasan," ujar presiden berusia 40 tahun tersebut.

"Tak ada alasan yang menjustifikasi otoritas diserang, usaha dihancurkan, pejalan kaki atau wartawan diancam atau Arc du Triomphe dirusak," lanjutnya, merujuk kepada sebuah monumen bersejarah di Paris yang dijadikan target vandalisme oleh sebagian demonstran. France24 melaporkan patung Marianne yang merupakan simbol republik telah hancur.

5. Rakyat Prancis menilai Macron tak peduli pada realita hidup warga biasa

Protes Rompi Kuning Sebabkan Prancis Tunda Kenaikan Harga Bahan BakarANTARA FOTO/Christophe Ena/Pool via REUTERS

Protes dipicu oleh keputusan Macron menaikkan harga bahan bakar pada awal 2019 lalu. Para demonstran yang memakai rompi kuning dan memblokade jalan-jalan di seluruh Prancis itu menuding Macron tidak sensitif pada realita warga sehari-hari. Sedangkan Macron yakin dengan menaikkan harga, maka para pemilik kendaraan di Prancis akan lebih ramah lingkungan. 

Para pakar mengatakan kesalahan tidak sepenuhnya berada di tangan Macron yang ingin menunjukkan program-program visionernya. Mereka menyebut Macron memimpin di masa depan. Namun, konsekuensinya adalah ia tak bisa melihat apa masalah sesungguhnya yang terjadi Prancis. 

Tidak hanya angka pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi Prancis yang masih lamban sebesar 1,7 persen juga jadi hambatan. Mayoritas masyarakat menilai kebijakan-kebijakan Macron yang berorientasi pada perang melawan perubahan iklim.

Ia juga berambisi menjadikan Prancis sebagai negara visioner justru membuat mereka ditinggalkan. Ini berdampak pada anjloknya popularitas Macron hingga 25 persen pada November kemarin.

Baca Juga: Rakyat Tak Puas, Popularitas Presiden Prancis Terjun Bebas

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya