PSK di Haiti Mengaku Pekerja Kemanusiaan Beri Bayaran Tinggi

Skandal seks ini menimpa beberapa organisasi amal seperti Oxfam dan MSF.

Port-au-Prince, IDN Times - Dalam beberapa minggu terakhir, publik dibuat terkejut dengan terungkapnya pelanggaran seksual yang dilakukan oleh pekerja kemanusiaan dari organisasi besar. Satu yang paling menghebohkan adalah keterlibatan organisasi amal Oxfam asal Inggris yang hadir di Haiti pasca gempa bumi 2010.

1. Setelah gempa, tak banyak opsi pekerjaan untuk perempuan di Haiti

PSK di Haiti Mengaku Pekerja Kemanusiaan Beri Bayaran TinggiAFP/Hector Retamal

Sebelum gempa dahsyat terjadi pada 2010, Haiti sudah menjadi negara termiskin di benua Amerika. Maka bisa dibayangkan setelah gempa 7 skala richter mengguncang wilayah itu selama satu menit, infrastruktur rusak, ratusan ribu orang tewas dan jutaan kehilangan rumah serta harta benda. 

Bagi banyak perempuan, salah satunya Natasha, tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup selain menjadi pekerja seks. Ia berkata kepada The Guardian bahwa dirinya langsung bekerja beberapa hari usai gempa yang merenggut nyawa sebagian besar keluarganya.

"Aku tak punya pilihan. Itu adalah satu-satunya cara aku bisa mendapatkan uang," kata Natasha. "Aku ingin melakukan hal lain tapi benar-benar tidak ada apapun...hanya ini pilihanku," ujarnya sembari mencari pelanggan pada Februari malam.

Hal yang sama diakui oleh Magdala. Seperti Natasha, ia juga memiliki anak yang harus dibiayai. Perempuan berusia 25 tahun itu mengaku sudah setahun menjadi pekerja seks di sebuah kota bernama Petion-Ville. Keluarganya mengira ia bekerja di bar elit.

Baca juga: Petinggi Oxfam Mundur di Tengah Skandal Seks Pekerja Kemanusiaan

2. Warga negara asing, dalam hal ini pekerja kemanusiaan, membayar mereka lebih tinggi

PSK di Haiti Mengaku Pekerja Kemanusiaan Beri Bayaran TinggiAFP/Hector Retamal

Gempa saat itu membuat badan-badan amal dunia membanjiri Haiti dengan bantuan. Beberapa akademisi menyebut ada 'industri bantuan' di sana karena jumlah bantuan yang mengalir sangat besar dan belum pernah terjadi sebelumnya yaitu senilai Rp 185,5 triliun dalam kurs saat ini.

Datang bersama bantuan logistik adalah para pekerja kemanusiaan yang berasal dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara maju di Eropa. Mereka memanfaatkan kesempatan untuk membayar pekerja seks selama bertugas di sana.

Kebutuhan terhadap uang pun membuat pekerja seks lebih memilih melayani warga asing. "Mereka punya lebih banyak uang tapi seperti orang pada umumnya ada laki-laki yang baik dan yang jahat," kata Natasha yang mengaku satu orang memberinya minimal Rp 1,4 juta, lima kali lebih besar dari warga lokal.

"Ketika ada mobil yang berhenti di pinggir jalan, semua berharap itu adalah orang asing karena mereka memberi bayaran lebih. Kadang kami berebut untuk mencapai kaca jendela mobil itu lebih dulu," ucap Magdala. 

Meski bayarannya tinggi, tapi risiko pekerjaan mereka juga besar. Natasha pernah hampir dipukul oleh orang asing ketika menolak melakukan seks anal tanpa kondom. Magdala juga mengaku ditodong senjata api oleh bekas kliennya dari negara lain. Keduanya tak pernah melapor ke polisi.

3. Publik Haiti tidak kaget dengan skandal seks oleh pekerja kemanusiaan

PSK di Haiti Mengaku Pekerja Kemanusiaan Beri Bayaran TinggiAFP/Justin Tallis

Natasha mengaku tidak terkejut dengan terungkapnya skandal seks oleh pekerja kemanusiaan yang ditugaskan di negaranya. "Mereka berbuat sesukanya. Setelah gempa bumi, kamu bisa lihat [pekerja kemanusiaan asing] meminta menukar barang bantuan dengan hubungan badan. Aku tak pernah melakukannya, tapi aku lihat beberapa orang seperti itu," ucapnya.

Sejumlah pejabat, termasuk wali kota Port-au-Prince bernama Ralph Youri Chevry, juga berkata tidak kaget. "Aku tak bisa mengatakan bahwa skandal ini adalah sebuah kejutan. [Pekerja kemanusiaan] telah melakukan sesuka hati mereka selama bertahun-tahun," ujarnya.

Pada 2015, PBB melaporkan bahwa sejumlah anggota pasukan perdamaian mereka di Haiti memberikan bantuan kepada warga yang harus ditukar dengan seks. Korbannya mencapai lebih dari 225 perempuan antara tahun 2008 hingga 2014.

Sejumlah organisasi non-profit di Inggris menandatangani surat terbuka yang dipublikasikan di HuffPost untuk menanggapi skandal ini. "Tak boleh lagi ada toleransi terhadap penyalahgunaan kekuasaan, keistimewaan atau kepercayaan dalam organisasi-organisasi atau pekerjaan kami," tulis mereka.

Baca juga: Oxfam: Tersangka Pelanggaran Seksual Ancam Saksi Mata

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya