Resah Gelombang Kedua COVID-19, Wuhan Tes Ratusan Ribu Warga per Hari
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Wuhan, IDN Times - Pemerintah Wuhan, Tiongkok, melakukan tes asam nukleat kepada ratusan ribu warganya karena resah terhadap kasus COVID-19 gelombang kedua. Sejak Kamis (14/5), masyarakat sekitar mengantre untuk mendapatkan giliran.
Seperti dilaporkan Reuters, otoritas kesehatan Wuhan mengatakan bahwa tes pada Minggu (17/5) diikuti oleh sebanyak 222.675 orang. Angka ini melebihi dua kali lipat tes yang dilakukan sehari sebelumnya. Sedangkan tes pada Kamis (14/5) dan Jumat (15/5) diikutii oleh lebih dari 186.400 warga.
1. Klaster baru setelah lockdown dilaporkan pada akhir pekan lalu
Wuhan melaporkan klaster COVID-19 pertama pasca-lockdown pada Sabtu (9/5) dan Minggu (10/5) di mana ada enam orang dikonfirmasi positif. Pada Senin (11/5), otoritas kesehatan setempat kembali mengumumkan lima kasus baru. Pemerintah sendiri perlahan melonggarkan lockdown selama 70 hari pada akhir Maret, dan mengakhirinya pada Rabu (8/4).
Maka awal pekan lalu, Wuhan mengungkap rencana untuk melakukan tes terhadap 11 juta penduduknya. Sempat muncul laporan berbeda bahwa ini wajib diikuti oleh semuanya. Namun, menurut informasi terakhir, tes bersifat sukarela dan mereka yang sudah menjalani sebelumnya tidak dirasa perlu berpartisipasi lagi.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Gelombang Kedua Muncul, Wuhan akan Tes 11 Juta Penduduk
2. Wuhan berniat mengidentifikasi orang yang terinfeksi virus corona, tapi tak memperlihatkan gejala
Editor’s picks
Tes yang berlangsung saat ini disebut fokus pada identifikasi orang-orang yang sebenarnya terinfeksi virus corona, tetapi tidak menunjukkan gejala seperti demam atau kesulitan bernapas. Sejak 14 sampai 16 Mei, otoritas kesehatan Wuhan mengumumkan tidak menemukan kasus dengan gejala.
Hanya saja, ada 28 orang asimtomatik yang rupanya sudah tertular virus corona. Menurut pemerintah, tes ini dilakukan selama 10 hari saja dan berharap dalam kurun waktu tersebut semua yang memiliki virus itu di dalam diri mereka bisa dengan cepat diidentifikasi dan dirawat. Sampai kini, Tiongkok melaporkan lebih dari 84.000 kasus COVID-19 dan lebih dari 4.600 kematian.
3. Pakar kesehatan Tiongkok mengungkap awalnya pemerintah Wuhan menolak membuka keberadaan virus
Lockdown di Wuhan sendiri disebut sebagai yang paling ekstrem di dunia, tidak hanya dari durasi, tapi juga langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memastikan warga di sana mematuhi peraturan. Misalnya, pemerintah menggabungkan patroli keamanan dengan perangkat surveilans seperti aplikasi handphone sampai CCTV yang terletak di berbagai sudut.
Sedangkan ada pihak yang menuduh Tiongkok menyembunyikan jumlah kasus yang sebenarnya. Misalnya, pada awal April lalu beredar luas laporan rahasia komunitas intelijen Amerika Serikat kepada Gedung Putih yang berisi tudingan total kasus yang dibuka Tiongkok ke publik berada di bawah angka sesungguhnya.
Dr. Zhong Nanshan, penasihat COVID-19 pemerintah Tiongkok, mengungkap kepada CNN pada akhir pekan kemarin bahwa otoritas Wuhan awalnya menutupi informasi kunci soal seriusnya penyebaran virus corona. "Otoritas lokal, mereka tak suka mengatakan kejujuran saat itu," tutur Zhong.
"Awalnya mereka diam, dan lalu saya katakan mungkin kita punya angka (yang lebih besar) orang-orang yang terinfeksi," imbuhnya
Tetapi, Zhong kemudian membantah tuduhan Amerika Serikat itu. Ia menyebut setelah tanggal 23 Januari, ketika pemerintah pusat mengambil alih komando secara keseluruhan, semua data (yang dilaporkan) adalah benar.
Baca Juga: Intelijen AS Tuduh Tiongkok Palsukan Data Kasus Virus Corona