Siapa Jamal Khashoggi, Wartawan yang Diduga Dihabisi Arab Saudi

Kolom terakhirnya dipublikasikan oleh Washington Post

Istanbul, IDN Times - Jamal Khashoggi, wartawan asal Arab Saudi yang selama setahun terakhir menjadi kolumnis Washington Post, tidak diketahui keberadaannya sejak 2 Oktober 2018 lalu. Kala itu, laki-laki berusia 59 tahun tersebut mengunjungi kantor Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, untuk mengambil dokumen terkait pernikahannya yang akan datang. Sejak saat itu, ia tak terlihat lagi,

Kemudian muncul dugaan bahwa keluarga kerajaan, salah satunya Putra Mahkota Mohammed bin Salman, berada di balik raibnya Khashoggi. Middle East Eye melaporkan bahwa seorang pejabat Turki yang mengaku mendengarkan rekaman suara Khashoggi dari dalam konsulat berkata Khashoggi tewas dalam waktu tujuh menit.

Lalu, siapakah sebenarnya Jamal Khashoggi?

Baca Juga: Kabar Mutilasi Menyeruak di Tengah Hilangnya Khashoggi, Wartawan Saudi

1. Lewat profesinya sebagai wartawan, Khashoggi mengkritik penerapan nilai agama di Arab Saudi

Siapa Jamal Khashoggi, Wartawan yang Diduga Dihabisi Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Osman Orsal

Khashoggi dikenal luas setelah lebih dari satu dekade memberitakan kelompok teroris Al-Qaeda dan bekas pimpinannya, Osama bin Laden. Ketika tragedi 9/11 terjadi, Khashoggi menjadi salah satu orang penting yang dituju wartawan-wartawan asing sebab mereka ingin memahami konteks terorisme di Timur Tengah.

Namun, bagi keluarga kerajaan, Khashoggi lebih familiar dengan kritikan-kritikan terhadap ekstremisme dan penerapan nilai agama di Arab Saudi. Pada 2003, ia dipecat dari posisinya sebagai editor koran Al-Watan karena menerbitkan artikel berisi kritikan kepada akademisi Islam yang ajarannya menjadi alat untuk menjustifikasi serangan terhadap non-Muslim.

2. Ia meninggalkan Arab Saudi pada 2017 setelah dilarang menjalankan tugasnya sebagai wartawan

Siapa Jamal Khashoggi, Wartawan yang Diduga Dihabisi Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Murad Sezer

Setelah menjadi wartawan veteran di Arab Saudi dan Timur Tengah, Khashoggi menemukan hambatan dari pihak pemerintah negaranya. Pada 2016, ia kerap menulis laporan yang berisi kritik terhadap Donald Trump yang kala itu baru menjadi kandidat presiden.

Keluarga kerajaan melarangnya untuk menulis lagi. Bahkan, ia juga tidak diizinkan untuk tampil di depan publik. "Aku sangat terhina saat pengadilan kerajaan memanggilku dan berkata aku tak boleh menulis," ucapnya kepada Columbia Journalism Review.

Pria kelahiran Medina, 13 Oktober 1958 itupun memutuskan untuk mengasingkan diri ke Amerika Serikat agar tetap bisa melakukan tugasnya sebagai wartawan. Ia pun menjadi kolumnis Washington Post selama setahun terakhir.

3. Ia sempat tidak percaya demokrasi adalah solusi bagi masalah di negara-negara Arab

Siapa Jamal Khashoggi, Wartawan yang Diduga Dihabisi Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Murad Sezer

Ketika Arab Spring terjadi pada 2011, Khashoggi sempat melakukan wawancara dengan media Jerman, Der Spiegel. Dalam wawancara itu, ia mengaku sempat meragukan demokrasi sebagai solusi bagi masalah-masalah di dunia Arab. Setelah bertahun-tahun meliput aktivitas bin Laden, ia mengaku mendukung pandangannya.

Menurut bin Laden, "hanya ada dua cara untuk membebaskan negara-negara Arab dari rezim korup: dengan menginfiltrasi sistem politik melalui institusi-institusinya, atau dengan menggulingkan penguasa menggunakan kekerasan". Saat itu, kata Khashoggi, "demokrasi bukanlah pilihan".

Seiring waktu, ia mengaku pandangannya telah berubah, terutama tentang sistem pemerintahan di negaranya. "Monarki absolut sudah tak laku. Demokrasi adalah satu-satunya solusi," tegasnya. Khashoggi bahkan menambahkan "orang lain di Arab Saudi akan diinterogasi dan dipenjara karena kata-kata tersebut".

4. Kolom terakhirnya di Washington Post menggarisbawahi pentingnya kebebasan berekspresi

Siapa Jamal Khashoggi, Wartawan yang Diduga Dihabisi Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Washington Post akhirnya mempublikasikan kolom terakhir Khashoggi pada Kamis (18/10). Editor Khashoggi, Karen Attiah, menginformasikan bahwa tulisan itu ia terima dari penerjemah sehari setelah ia dikabarkan menghilang di Istanbul.

Dalam kolom berjudul "Apa yang Paling Dibutuhkan Negara-negara Arab adalah Kebebasan Berekspresi" tersebut, Khashoggi menyayangkan ketatnya kontrol pemerintah terhadap masyarakat, wartawan, dan akademisi dalam menjalankan pekerjaan mereka.

"Mereka tak mampu berkomentar, apalagi mendiskusikan secara publik, persoalan-persoalan yang berdampak kepada kawasan dan kehidupan sehari-hari mereka. Narasi yang dijalankan pemerintah mendominasi publik, dan meski banyak yang tak percaya, mayoritas populasi menjadi korban dari narasi yang keliru ini. Sayangnya, situasi ini tak tampak akan berubah," tulisnya.

Kini, di mana Jamal berada, hidup atau mati, masih menjadi misteri. Arab membantah keterlibatannya dalam kasus hilangnya Jamal. 

Seperti judul opini editorial di laman Washington Post edisi 4 Oktober 2018, Where is Jamal Khashoggi?

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya