Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era Ini

Marx dan Engels soroti soal pertentangan antarkelas

Saat Parasite memborong piala dalam beberapa kategori penting di sejumlah penghargaan elite internasional, media dan publik dibuat berbicara tentang kelas dalam kapitalisme secara terbuka. Namun, sutradara Parasite, Bong Joon-ho, menilai sebenarnya manusia punya “antena yang sangat sensitif terhadap kelas”.

“Waktu kita melihat orang di kereta, di jalan, orang yang benar-benar asing, kita penasaran, seberapa kaya mereka? Atau Anda tahu, orang yang kita temui di bandara, apakah mereka naik kelas ekonomi, kelas bisnis? Kita selalu penasaran soal ini sebab kita tinggal di era kapitalisme,” ujar Bong dalam wawancara dengan GQ.

Kelas dan kapitalisme adalah dua tema besar yang disoroti Karl Marx dan Friedrich Engels dalam Manifesto Komunis yang pertama kali terbit pada Februari 1848. Kontrasnya kehidupan si kaya dan si miskin dalam Parasite sudah diramalkan oleh Marx, dengan bantuan Engels, 172 tahun lalu. Sejarah masyarakat, Marx menilai, adalah “sejarah perjuangan kelas”.

1. Kapitalisme berdiri di atas sistem feodal yang menegaskan siapa yang kaya dan siapa yang miskin

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Marxisme. IDN Times/Arief Rahmat

Relasi dalam masyarakat, dalam sistem kapitalisme, tidak sejajar. Manifesto Komunis menggarisbawahi bahwa setiap era memproduksi kelas masing-masing. Misalnya, di zaman Romawi Kuno ada ksatria dan budak; pada Abad Pertengahan ada bangsawan dan rakyat jelata; dan kini masyarakat modern mempertahankannya dengan menciptakan kelas, kondisi penindasan serta bentuk kesusahan baru.

Kepentingan para borjuis sebagai pemilik alat-alat produksi, menurut Marx dan Engels, adalah menimbun serta meningkatkan kapital yang menguntungkan mereka dengan cara mengeksploitasi proletar atau buruh-buruh. Sedangkan, proletar dikondisikan seperti tidak punya pilihan selain menjual tenaga dan pikiran untuk ditukar dengan uang yang akan dipakai bertahan hidup.

Maka bagi Marx, tujuan utama proletar haruslah mengorganisasi diri menjadi satu kelas yang solid untuk “menggulingkan supremasi borjuis” dan “menaklukkan kekuatan politik” yang menginjak-injak mereka. Masyarakat tanpa kelas adalah impian Marx dan ini hanya bisa dicapai jika kelompok proletar melakukan revolusi.

2. Borjuis tidak hanya menguasai ekonomi, tapi juga politik

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Marxisme. IDN Times/Arief Rahmat

Marx melihat sejarah dengan ironi. Dalam Manifesto Komunis ia menulis bagaimana para kapitalis menumbangkan feodalisme hanya untuk kemudian mengabdikan diri pada sistem yang tidak jauh berbeda. Mereka tidak hanya mumpuni dalam bidang ekonomi, tapi juga politik. “Setiap langkah dalam pembangunan borjuis dibarengi oleh kemajuan politik kelas tersebut,” tulis Marx.

“Eksekutif dari negara modern hanyalah komite untuk mengurus urusan bersama dari seluruh kelompok borjuis,” tambahnya. Politik borjuis sendiri berisi para politisi kapitalis. Di genggaman mereka, terdapat alat dan kekuasaan untuk menindas orang-orang biasa, termasuk kelas pekerja. Ini adalah kondisi yang sebelumnya dianggap merugikan oleh para kapitalis dalam masyarakat feodal.

Baca Juga: Dilarang Tertawa! Tiongkok Haramkan Parodi Soal Komunisme

3. Tumbangnya praktik ideologi Marx di abad 20 melahirkan kepercayaan kapitalisme adalah jalan satu-satunya

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Karl Marx. IDN Times/Arief Rahmat

Selama hidup, Marx sendiri tidak pernah benar-benar melihat hasil pemikirannya menjadi kenyataan. Baru pada abad 20, Vladimir Lenin sukses melakukan revolusi yang terinspirasi oleh Manifesto Komunis. Setelahnya, Komunisme menyebar luas. Dari Uni Soviet, Kuba, Tiongkok, Vietnam, hingga Korea, bermunculan para Marxis yang memimpin dengan tangan besi.

Amerika Serikat, tempat jantung kapitalisme berada, sukses meruntuhkan mereka di akhir Perang Dingin. Sejak itu, dunia percaya tidak ada alternatif sistem yang lebih baik daripada kapitalisme. Saking digdayanya, kita sulit membayangkan seperti apa hidup tanpanya. Marx dengan sinis menulis bahwa bagi para borjuis, “hilangnya budaya kelas identik dengan hilangnya semua budaya”.

Para kapitalis ingin dunia percaya bahwa ketiadaan kapitalisme sama dengan kemiskinan, pengekangan dan kekerasan seperti yang diperlihatkan oleh Joseph Stalin, Mao Zedong maupun Pol Pot. Sejarah membantu mereka menancapkan antagonisme terhadap pemikiran Marx yang dianggap sebagai sumber fantasi pemerintahan otoriter di dunia selama abad 20.

Yanis Varoufakis menulis di The Guardian bahwa Marx dan Engels pasti kecewa jika mengetahui cita-cita yang mereka nilai mulia menjadi alat para diktator untuk menjustifikasi ketidakadilan yang mereka lakukan. 

“Apa yang Marx dan Engels gagal prediksi adalah bahwa teks preskriptif yang kuat punya tendensi menciptakan pengikut, pengiman—bahkan suatu kependetaan—dan bahwa orang-orang yang percaya itu mungkin memakai kekuatan yang mereka miliki dari manifesto itu untuk keuntungan mereka sendiri,” tulis Varoufakis.

4. Kekerasan bentuk baru lahir dalam kapitalisme

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Marxisme. IDN Times/Arief Rahmat

Namun, ia menolak menuding para kapitalis yang tidak pernah menyalahkan Adam Smith atas penumpukan aset dan kekayaan Wall Street yang juga menghasilkan ketidakadilan. Penganut kapitalis sendiri menutup mata terhadap kekerasan baru yang mereka bantu lahirkan.

Dalam Peace by Peaceful Means, Johan Galtung menyebutnya sebagai kekerasan struktural yang bersumber dari represi politik dan eksploitasi ekonomi. Alih-alih pentungan dan senapan, yang dihadapi mayoritas orang adalah kemiskinan akibat struktur yang tidak adil.

“Dalam istilah ekonomi, dunia terdiri dari kelas kecil berisi orang-orang berpengaruh yang tidak perlu khawatir tentang uang, kelas menengah yang besar terdiri dari orang-orang yang sangat khawatir tentang uang, dan kelas yang lebih kecil yang diisi oleh orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan, yang lebih khawatir soal bertahan hidup dibandingkan uang,” tulisnya.

Baca Juga: Kata Millennials Soal PKI dan Komunisme

5. Marx memprediksikan ketimpangan dan itulah yang terjadi saat ini

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Karl Marx. IDN Times/Arief Rahmat

Pada 2017, Oxfam merilis laporan bahwa delapan laki-laki mengantongi kekayaan yang sama dengan 3,6 miliar orang termiskin di dunia. Winnie Byanyima, Direktur Eksekutif Oxfam Internasional, menilai situasi ini “carut” sebab kekayaan sedemikian besar hanya digenggam segelintir individu di saat “1 dari 10 orang bertahan hidup dengan kurang dari $2 per hari”.

Ini membuktikan ramalan Marx tentang konsentrasi modal dan ketimpangan distribusi kekayaan memang terjadi.

“Di seluruh dunia, banyak orang tertinggal,” kata Byanyima. “Gaji mereka stagnan, tapi bos korporat membawa pulang bonus jutaan dolar; layanan kesehatan dan pendidikan mereka dipangkas ketika korporasi dan orang super kaya menolak bayar pajak; suara mereka tidak dihiraukan sebab pemerintah menyanyikan irama milik bisnis besar dan elit kaya raya.”

Pada 2018, Amazon adalah perusahaan terbesar kedua di Amerika Serikat dari segi jumlah tenaga kerja. Dikutip dari Gizmodo, Amazon justru menolak pembentukan serikat pekerja dengan menyebutnya tidak menguntungkan pelanggan. Upah per jam mereka juga rendah dan menjadi sasaran kritik kandidat presiden Amerika Serikat, Bernie Sanders.

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniInfografis Fakta Komunis Manifesto. IDN Times/Arief Rahmat

6. Orang terkaya di dunia mengumpulkan kekayaan dengan cara yang sudah diramalkan Marx

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Marxisme. IDN Times/Arief Rahmat

Masalah lain di Amazon adalah penggunaan mesin untuk menilai efisiensi kerja di pabrik di Minnesota, Amerika Serikat. Menurut laporan The Verge, karyawan diperlihatkan serangkaian grafis yang menunjukkan apakah mereka memenuhi target. Jika gagal, mereka diberi peringatan. Pada peringatan keempat, mereka akan dipecat.

“Ini seperti mimpi buruk,” kata Faizal Dualeh, seorang karyawan, yang menganalogikan seolah mereka harus “mengalahkan mesin”. Marx menulis dalam Manifesto Komunis bahwa dalam kapitalisme, “para pekerja diatur seperti tentara” dan “ditempatkan di bawah komando dari hierarki sempurna” yang kini terdiri dari para manajer.

“Mereka tidak hanya jadi budak kelas borjuis, dan negara borjuis, mereka juga diperbudak sehari-hari dan dalam setiap jam oleh mesin,” tulis Marx. Tragisnya, bos Amazon, Jeff Bezos, adalah orang terkaya di dunia. Dikutip dari Bloomberg, ia merupakan orang pertama yang sanggup mengakumulasikan kekayaan lebih dari $100 miliar.

7. Tiongkok--yang mengklaim menjunjung tinggi Marxisme, justru ikut menopang kapitalisme

Terbit Hampir 2 Abad Lalu, Manifesto Komunis Ramal Kesenjangan Era IniIlustrasi Marxisme. IDN Times/Arief Rahmat

Amazon di Tiongkok pun jadi sumber masalah. Pada 2019, The Guardian mempublikasikan dokumen berisi wawancara dengan para pekerja Foxconn yang menyuplai produk Amazon yaitu Kindle dan Alexa.

Lebih dari 1.000 anak usia sekolah dipekerjakan secara ilegal pada malam hari dan melampaui jam operasional untuk memenuhi target produksi. Tiongkok sendiri menyediakan tenaga kerja murah dengan jaminan produktivitas tinggi untuk mendorong perekonomiannya.

Namun, kebijakan kapitalis tersebut datang dari pemerintah yang pengaruhnya terhadap ekonomi sangat besar. Ini kontras dengan kondisi politik.

“Untuk semua liberalisasi ekonomi, pemimpin Tiongkok berhati-hati agar tetap mengontrol politik tertinggi lewat cengkeraman partai terhadap personil, propaganda dan Tentara Pembebasan Rakyat,” tulis Richard McGregor dari Lowy Institute di Foreign Policy.

Lalu, apakah berarti cita-cita Marx dan Engels sudah punah, mengingat kapitalisme yang begitu merajalela? Terry Eagleton, melalui bukunya yang berjudul Why Marx Was Right, menilai Marxisme belum berakhir. Sebaliknya, situasi sekarang justru menunjukkan Marx benar.

“Marxisme adalah kritik terhadap kapitalisme — kritik paling dicari, tepat, komprehensif yang pernah diluncurkan,” tulis Eagleton. “Ini juga satu-satunya kritik yang mengubah sektor besar di dunia. Artinya, selama kapitalisme masih berjalan, Marxisme juga. Hanya dengan menghapus lawannyalah dia bisa menghapus dirinya sendiri.”

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Bapak Sosialisme Karl Marx Kini Diabadikan Dalam Mata Uang Euro

Topik:

  • Anata Siregar
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya