Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan Maaf

Rakyat Hong Kong khawatir Cina lakukan intervensi

Hong Kong, IDN Times - Ratusan ribu demonstran kembali memenuhi jalanan di Hong Kong pada Minggu (16/6). Mereka tak lagi hanya menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ekstradisi, tapi kini mulai menuntut pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, untuk mundur dari posisinya.

Dilansir dari Reuters, tuntutan tersebut muncul karena demonstran merasa kecewa atas cara Lam menangani pro dan kontra terhadap RUU Ekstradisi. Pada Sabtu (15/6), Lam menyatakan menunda pembahasan persoalan ini. Namun, rakyat tidak menerimanya.

1. Demonstran menginginkan Lam mundur dan memprotes respons kepolisian

Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan MaafANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

Sebagian besar masyarakat yang turun ke jalan mengenakan pakaian serba hitam. Mereka juga membawa bunga berwarna putih serta spanduk yang berisi tulisan memprotes respons berlebihan dari kepolisian selama demonstrasi berlangsung.

"Jangan tembak. Kami adalah warga Hong Kong." Ini karena pada Rabu (12/6) kerusuhan antara pengunjuk rasa dan kepolisian terjadi cukup parah. Polisi menembakkan sejumlah peluru karet dan gas air mata yang melukai lebih dari 70 orang.

Di penghujung akhir pekan, ribuan warga ini juga meneriakkan yel-yel lain. "Turun!" teriak mereka. Lam, menurut pengunjuk rasa, tidak menangani RUU Ekstradisi dan segala kontroversinya dengan baik sehingga mereka merasa frustrasi serta marah.

2. Lam menyatakan penyesalannya

Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan MaafANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha

Sementara itu, menanggapi tuntutan demonstran agar dirinya mundur, Lam menyatakan perasaan menyesal. Dikutip dari CNN, ia "mengakui kelemahan dalam cara kerja pemerintah telah menimbulkan banyak konflik dan perselisihan di masyarakat Hong Kong serta telah mengecewakan dan membuat banyak warga marah".

"Pemimpin eksekutif meminta maaf kepada seluruh warga dan berjanji untuk menerima kritikan dengan sikap paling tulus dan rendah hati," lanjutnya. Pengunjuk rasa tidak mau RUU Ekstradisi itu hanya sekadar ditunda, melainkan harus dibatalkan secara permanen.

"Tuntutan kami sederhana. Carrie Lam harus mundur, hukum soal ekstradisi ini harus dicabut dan polisi wajib meminta maaf karena sudah menggunakan kekerasan ekstrem terhadap warga mereka sendiri," kata salah satu demonstran, John Chow, kepada Al Jazeera. Ia menegaskan akan tetap turun ke jalan jika tuntutan tersebut tak dipenuhi.

Baca Juga: Alasan Ratusan Ribu Warga Hong Kong Protes RUU Ekstradisi ke Tiongkok

3. Warga Hong Kong menolak RUU Ekstradisi karena khawatir ini adalah bentuk intervensi Cina

Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan MaafANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

Aksi unjuk rasa berskala masif ini sudah berlangsung selama satu minggu dan belum ada tanda akan berhenti dalam waktu dekat. Penolakan keras dari warga Hong Kong ini dilatar belakangi oleh rasa tidak percaya terhadap sistem hukum di Cina. Walau Hong Kong masih menjadi bagian dari Tiongkok, tapi secara hukum, pulau tersebut cukup otonom dengan memiliki undang-undang, hakim dan pengadilannya sendiri.

Ini karena Tiongkok dan Hong Kong mengadopsi "one country, two systems" yang konsekuensinya adalah keduanya memiliki perbedaan dalam hal legislasi. Masyarakat Hong Kong terbilang lebih pro-demokrasi dibandingkan mereka yang berada di Tiongkok daratan. Secara tak langsung, warga Hong Kong pun tidak percaya dengan sistem hukum yang diterapkan dan dikontrol oleh Beijing.

4. RUU ekstradisi membelah warga Hong Kong yang pro demokrasi melawan pro Tiongkok

Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan MaafANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Meski mayoritas warga menolak RUU ekstradisi, tapi masih ada juga tokoh-tokoh kunci di pemerintahan yang memiliki pengaruh dan mereka justru kontra dengan keinginan sebagian besar masyarakat. Salah satu pejabat tinggi di pemerintahan Hong Kong, Matthew Cheung Kin-chung, mengatakan pihaknya tidak akan mengkhianati warga.

Menurutnya, tidak ada "agenda politik" apapun di balik pembahasan RUU ekstradisi dengan Tiongkok. Begitu juga dengan Elsie Leung yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Komite Hukum Hong Kong, sebuah badan yang dibentuk untuk menjalankan konsultasi soal berbagai rancangan legal antara pemerintah dan warga.

Leung yang kini ditunjuk sebagai penasihat Beijing untuk urusan konstitusional menegaskan Tiongkok memiliki perjanjian ekstradisi dengan 40 negara di dunia. Ia melihat ini sebagai bukti bahwa Tiongkok merupakan entitas yang bisa dipercaya, termasuk oleh masyarakat Hong Kong.

5. Lam sempat membantah bahwa berjalannya pembahasan RUU Ekstradisi dipengaruhi Beijing

Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan MaafANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha

Pada minggu lalu beberapa demonstran sudah menginginkan Lam untuk mundur. Hanya saja, jumlahnya tidak sebesar pada kali ini. Lam pun bersikap keras kepala dengan tetap meminta pembahasan RUU Ekstradisi dilanjutkan pada 12 Juni yang kemudian justru berakhir dengan warga yang dibubarkan paksa oleh polisi dengan peluru karet dan gas air mata.

Seperti dilaporkan The Guardian, ia menilai penolakan terjadi karena publik tidak memahami RUU ekstradisi tersebut. "RUU ini tidak diinisiasi oleh pemerintah Tiongkok. Saya tidak menerima instruksi apapun," ucapnya. "Hong Kong harus bergerak maju, tak ada yang mau Hong Kong menjadi surga bagi pelanggar hukum yang melarikan diri. Kami harus melanjutkannya."

Salah satu warga, HK Lau, menilai jika RUU ekstradisi disahkan, ini berarti kematian bagi prinsip "one country, two systems" yang selama ini diadopsi. Kepada Hong Kong Free Press ia mengatakan, "Tiongkok Komunis tak pernah berubah. Jika ada yang berubah adalah bahwa mereka lebih kaya dan semakin kuat."

Baca Juga: Aksi Demo Berlanjut, Pemimpin Hong Kong Didesak Mundur

Topik:

Berita Terkini Lainnya