UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBT

Salah arah UU Pornografi bagi Kaum LGBT

Jakarta, IDN Times - Sebuah kolom dari seorang peneliti hak LGBT dari Human Rights Watch (HRW), Kyle Knight, tentang eksploitasi Undang-undang Pornografi dimuat di situs Asia Times pada 9 Januari 2018. Knight menyoroti mengenai ketiadaan hukum di Indonesia yang menyebut LGBT adalah sebuah kejahatan, tapi kemudian UU Pornografi jadi senjata untuk mengkriminalisasi mereka.

1. Tidak ada payung hukum untuk melindungi kelompok LGBT

UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBTAFP/CHaideer Mahyuddin

Knight menuliskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak petisi untuk mengkriminalisasi semua hubungan seks di luar nikah memberi sedikit harapan kepada kelompok minoritas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).

Meski demikian, ketiadaan payung hukum yang melindungi mereka memungkinkan pihak-pihak tertentu untuk mencari celah lain. Celah tersebut adalah UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Tak sedikit kasus yang melibatkan penangkapan dan diskriminasi kelompok LGBT didasarkan pada undang-undang itu.

Baca juga: Justin Trudeau Minta Maaf atas Kekerasan Negara terhadap LGBTQ

2. Pelanggaran terhadap ruang privat dianggap lumrah

UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBTAFP Photo/Kepolisian Republik Indonesia

Dengan UU Pornografi, polisi dan kelompok-kelompok tertentu yang anti-LGBT semakin rajin untuk melanggar hak memperoleh privasi. Bahkan, tak jarang mereka menggunakan asumsi semata untuk mendiskriminasi orang-orang yang dianggap menyalahi aturan.

Contohnya, usai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pengadilan negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua hingga tiga tahun penjara kepada delapan laki-laki yang ditangkap pada Mei 2017 di sebuah tempat pertemuan gay. Mereka dianggap bersalah menurut UU Pornografi.

Pada Oktober 2017 lalu kepolisian juga menangkap 58 warga Indonesia dan asing di sebuah tempat sauna di Jakarta. Kepolisian juga menggunakan UU Pornografi untuk menahan mereka. Masih banyak kasus-kasus serupa yang terjadi dan UU Pornografi menjadi pembenaran atas penggerebekan dan penangkapan yang dilakukan.

3. Keberadaan kelompok konservatif yang anti-LGBT menambah rumit keadaan

UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBTAFP/Suryo Wibowo

Pada 2 September 2017 lalu kepolisian mengusir 12 perempuan yang diduga lesbian dari tempat tinggal mereka di Tugu Jaya, Jawa Barat. Dikutip dari HRW, polisi tak memberikan surat legal apapun untuk menjustifikasi pengusiran tersebut. 

Pengusiran itu dilakukan atas permintaan kelompok Islam dan pemimpin keagamaan setempat. "Tak bisa diterima saat ada pasangan perempuan tinggal bersama. Beberapa berambut pendek, berperilaku seperti laki-laki. Beberapa berambut panjang, bersikap seperti perempuan. Ini melanggar hukum Syariah," ujar salah satu tokoh penting di Tugu Jaya.

Belum lagi para politisi dan pejabat pemerintah yang mengeluarkan pernyataan-pernyataan anti-LGBT. Ketua MPR, Zulkifli Hasan, misalnya pernah mengatakan bahwa alasannya menentang LGBT karena itu "tidak ada dalam Pancasila dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa" Indonesia.

Menteri agama, Lukman Hakim Saifuddin, mendapat protes dan kecaman dari berbagai pihak karena berkata bahwa meski ia tak menyetujui adanya LGBT, tapi ia mengajak semuanya untuk merangkul dan mengayomi mereka agar kembali kepada ajaran agama.

4. Muncul pertanyaan apakah UU Pornografi akan tetap menjadi senjata untuk menyasar LGBT

UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBTAFP/Timur Matahari

Koordinator Bidang Hukum Serikat Dosen Progresif dari Universitas Airlangga, Jeoni Arianto, menyebut UU Pornografi bisa menjadi alat pemerintah untuk mempraktikkan totalitarianisme.

Undang-undang itu, kata Koordinator Bidang Umum Serikat Dosen Progresif Universitas Airlangga, Joko Susanto, dipakai untuk "standardisasi moral masyarakat" di saat "patokannya tidak bisa disamaratakan begitu saja".

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta, Ricky Gunawan, pernah berkata kepada Washington Post bahwa polisi, para politisi yang anti-LGBT, serta keberadaan UU Pornografi yang disalahgunakan membuat diskriminasi terhadap kelompok rentan tersebut kian parah.

"Kita semakin melihat polisi menarget kelompok-kelompok LGBT menggunakan UU Pornografi. Komunitas ini selalu jadi target polisi, tapi kita tahu ini memburuk sejak 2016 ketika sejumlah politisi level atas membuat pernyataan yang mengesankan komunitas LGBT sebagai kelompok tak bermoral dan suatu ancaman kepada bangsa," kata Ricky.

Oleh karena itu, muncul perdebatan apakah negara sepantasnya mengurusi ranah pribadi dan moral masyarakat, terlebih dengan menggunakan UU yang terlalu abstrak dan tanpa definisi yang jelas itu. Phelim Kine, deputi direktur HRW, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia perlu membedakan area publik dan privat, tak terkecuali persoalan standar moralitas.

"Selama pemerintah mengizinkan penggerebekan polisi terhadap perkumpulan privat di bawah hukum diskriminatif, ini menggagalkan upaya menjauh pelecehan dan intimidasi kepada LGBT. Presiden Jokowi harus berkomitmen untuk melindungi hak privasi dan mengakhiri diskriminasi yang didukung negara," kata Kine.

Baca juga: Protes Kekerasan Terhadap LGBT, Para Pria Belanda Bikin Gerakan Bergandeng Tangan

Topik:

Berita Terkini Lainnya