Zuckerberg Melempem Soal Trump, Karyawan Facebook Gelar Protes Terbuka

Facebook lemah saat hadapi sikap rasis Trump

Washington DC, IDN Times - Sejumlah karyawan Facebook memutuskan menggelar protes virtual karena kecewa dengan sikap perusahaan yang lembek terhadap segala pernyataan rasis, berisi ajak melakukan kekerasan, dan kebohongan yang ditulis Presiden Amerika Serikat Donald Trump di platform tersebut. Mengutip The New York Times, mereka memprotes dengan meliburkan diri pada Senin (1/6).

Mereka juga menyatakan dukungan terhadap gerakan #BlackLivesMatter yang sejak minggu lalu mengguncang puluhan kota di Amerika Serikat dengan demonstrasi, walau kemudian diwarnai penjarahan dan kekerasan oleh aparat bersenjata. Sementara itu, muncul perbandingan antara Facebook dan Twitter dalam menyikapi unggahan Trump. Netizen di Twitter pun mengajak publik menghapus akun Facebook mereka.

1. Facebook berkeras status Trump tidak melanggar kebijakan platform

Zuckerberg Melempem Soal Trump, Karyawan Facebook Gelar Protes Terbuka(Tangkapan layar mengenai cuitan Donald Trump dianggap glorifikasi kekerasan) www.twitter.com/@realDonaldTrump

Kekecewaan itu muncul setelah CEO Facebook Mark Zuckerberg memutuskan status Trump tidak bermasalah. Status yang dimaksud adalah mengenai kategorisasi yang dibuat Trump kepada para demonstran di Minneapolis sebagai “preman”. Ia bahkan mengancam “ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai”, yang bisa diartikan sebagai lampu hijau untuk menembak mereka.

Demonstrasi di Minneapolis untuk menuntut keadilan bagi George Floyd sekaligus menghentikan brutalitas polisi dan rasisme itu memunculkan reaksi dari Trump. Di Twitter, pernyataan tersebut disembunyikan dan diberi tanda melanggar kebijakan soal “mengglorifikasi kekerasan”. Berbagai pihak memuji langkah Twitter tersebut.

Sedangkan Zuckerberg, dalam sebuah tulisan di blog pribadinya, membela keputusan Facebook yang menganggap status Trump tak jadi persoalan. “Tak seperti Twitter, kami tidak punya kebijakan memberikan peringatan di depan sebuah unggahan yang mungkin menyerukan ajakan kekerasan sebab kami percaya bahwa jika sebuah unggahan menyerukannya, itu seharusnya dihapus tak peduli apakah mengandung unsur berita, meski berasal dari seorang politikus,” tulis salah satu orang terkaya di dunia itu.

Baca Juga: Protes George Floyd: Lawan Demonstran, Trump Ancam Kerahkan Militer

2. Karyawan Facebook memakai Twitter untuk mengungkap kekecewaan, sampai ada yang mengundurkan diri

Zuckerberg Melempem Soal Trump, Karyawan Facebook Gelar Protes TerbukaPengunjuk rasa berdiri di atas mobil polisi New York yang rusak saat protes atas kematian George Floyd saat ditahan oleh polisi Minneapolis, di Union Square, Manhattan, New York, Amerika Serikat, pada 30 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly

Rivalitas Facebook dan Twitter sebagai media sosial kian jadi perbincangan usai Product Manager Instagra  Katie Zhu menuliskan twit tentang rasa kecewanya kepada perusahaan tempatnya bekerja. Instagram saat ini dimiliki oleh Facebook. Zhu mengaku mengambil PTO (personal time-off) atau cuti sebagai bentuk protes.

“Saya mengambil PTO dari @instagram oleh @facebook hari ini untuk #BlackLivesMatter,” cuitnya. “Saya sangat kecewa & malu terhadap bagaimana perusahaan hadir di dunia sekarang. Keluarga fb (Facebook) - jika kalian merasakan yang sama, bergabung dengan saya & mari mengorganisir diri,” tambahnya, sambil mengajak berdonasi untuk mendukung gerakan itu.

Product Designer Facebook Messenger Trevor Phillippi pun memilih memakai Twitter untuk menyebarluaskan sikapnya. Memakai tagar #TakeAction dan #BlackLivesMatter, ia menulis: “Keputusan @facebook untuk tak menyikapi unggahan yang mengajak melakukan kekerasan terhadap warga kulit hitam gagal membuat komunitas kita aman. Saya minta kami meninjau kembali keputusan ini dan memberikan transparansi lebih dalam prosesnya, termasuk kepemimpinan kulit hitam.”

Karyawan Facebook lain, Owen Anderson, mengumumkan pengunduran dirinya lewat Twitter dengan alasan yang sama yaitu tak setuju dengan keputusan Zuckerberg. “Saya bangga untuk mengumumkan bahwa mulai hari ini, saya tak lagi jadi karyawan Facebook,” cuit Anderson yang mendapat pujian dari netizen.

“Agar jelas, ini sudah jadi pertimbangan untuk beberapa saat. Namun, setelah minggu lalu, saya bahagia tak lagi mendukung kebijakan-kebijakan dan nilai-nilai yang dengan tegas tidak saya setujui,” tulisnya lagi. “Semua orang perlu menghapus Facebook mereka,” cuit salah satu netizen yang mendukung Anderson.

3. Twitter kembali melabeli cuitan pendukung Trump

Zuckerberg Melempem Soal Trump, Karyawan Facebook Gelar Protes TerbukaPengunjuk rasa membawa poster saat mereka berdemonstrasi dalam unjuk rasa di seluruh negeri menyusul kematian George Floyd saat ditahan oleh polisi Minneapolis, di Long Beach, California, Amerika Serikat, pada 31 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Patrick T. Fallon

Sementara itu, Twitter lagi-lagi menyembunyikan dan memberikan label peringatan kepada salah satu pengguna yang dianggap punya pengaruh signifikan. Ia adalah anggota DPR dari Partai Republik bernama Matt Gaetz. Cuitan Gaetz pada awal pekan ini dianggal “mengglorifikasi kekerasan”—sama seperti salah satu tweet Trump.

“Kini ketika kita jelas melihat Antifa sebagai teroris, bisakah kita memburu mereka seperti yang kita lakukan pada mereka di Timur Tengah?” tulis Gaetz. Antifa sendiri adalah gerakan dengan kepanjangan Anti Fasisme yang dalam demonstrasi kali ini dijadikan kambing hitam pelaku kerusuhan oleh Trump. Ia juga menyebut Antifa sebagai organisasi teroris, meski gerakan itu tak punya organisasi.

Baca Juga: Cuitan Trump Diberi Label Cek Fakta, Mark Zuckerberg Kritik Twitter

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya