Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes Meninggal

Di beberapa negara banyak kasus nakes beli APD sendiri

Jakarta, IDN Times - Lembaga Amnesty International menyebut kurangnya pasokan APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai menjadi salah satu penyebab ribuan tenaga kesehatan di 63 negara meninggal dunia akibat pandemik COVID-19. Bahkan, karena pihak rumah sakit tidak menyediakan APD, tak sedikit tenaga kesehatan yang merogoh kocek pribadi untuk membelinya. APD yang dimaksud mencakup semua peralatan dan bahan yang disarankan bagi pekerja kesehatan dan pekerja esensial untuk dipakai, demi melindungi diri para tenaga medis dari COVID-19, termasuk sarung tangan, masker wajah medis/bedah, kacamata, pelindung wajah, gaun, respirator dan celemek. 

Hal itu terungkap dalam laporan Amnesty International yang diluncurkan pada Selasa, 14 Juli 2020 dengan tajuk "Terpapar, Dibungkam, Diserang: Kegagalan Melindungi Pekerja Kesehatan dan Esensial Selama Pandemik COVID-19." Laporan setebal 62 halaman itu dibuat dengan menggunakan metode tinjauan pustaka, pengumpulan data kematian dengan membuat dataset di lebih dari 1.500 nama petugas layanan kesehatan yang meninggal akibat COVID-19 di 79 negara. AI juga berbicara dengan organisasi internasional, ahli, dan organisasi masyarakat sipil yang bekerja pada isu yang sama untuk mengonfirmasi informasi yang muncul dari pemantauan dan tinjauan pustaka.

Data yang dikumpulkan AI menemukan hasil survei yang dilakukan oleh Public Services International, sebuah federasi serikat pekerja global yang terdiri dari 700 serikat pekerja dan 30 juta pekerja di seluruh dunia. Survei yang diterbitkan pada 11 Mei 2020 lalu itu menunjukkan 69,7 persen di wilayah inter-Amerika menyebut pekerja kesehatan tidak memiliki APD yang memadai. Sebanyak 76,1 persen mengatakan pekerja yang  memberikan layanan publik yang dapat berhubungan dengan orang yang terinfeksi tidak memiliki APD yang memadai. 

Lalu, apa rekomendasi dari AI agar tenaga kesehatan tetap terlindungi ketika menangani pasien yang terpapar COVID-19?

1. Di AS, karena kekurangan masker medis menyebabkan perawat menggunakannya berulang kali

Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes MeninggalIlustrasi masker (ANTARA FOTO/REUTERS/Jose Cabezas)

Survei National Nurses United (NNU) di Amerika Serikat terhadap 23 ribu perawat mengungkapkan temuan yang mengejutkan. Sebanyak 87 persen responden melaporkan harus menggunakan kembali respirator sekali pakai yang seharusnya langsung dibuang. Begitu pula dengan masker medis. Temuan lain yang berbahaya yakni ada 27 persen perawat yang menangani pasien COVID-19 dan melaporkan dirinya telah tertular karena bekerja tanpa APD yang lengkap, tetapi masih bekerja 14 hari usai mereka dinyatakan positif COVID-19. Sebanyak 84 persen perawat mengatakan mereka justru belum dites COVID-19. 

Temuan minimnya APD diperkuat dengan wawancara AI terhadap beberapa tenaga kesehatan di beberapa negara. Seorang dokter di Nigeria mengatakan masker tidak cukup tersedia di rumah sakit. 

"Dokter dan perawat harus memprotes terlebih dahulu sebelum mereka diberikan masker N95. Masker ini tidak tersedia secara memadai. Kami harus mencuci masker untuk pemakaian berulang. Pekerja kesehatan dalam bahaya, kami bekerja dalam kondisi menyedihkan," ungkap dokter tersebut. 

Dokter di Meksiko mengatakan masing-masing dari mereka harus menginvestasikan sekitar 12 persen dari gajinya untuk membeli jubah pelindung, pelindung wajah, goggle, dan kacamata. 

Sementara, di negara maju sekalipun tak luput dari permasalahan serupa. Di Finlandia, terungkap pekerja kesehatannya kadang-kadang menggunakan jas hujan dan bukan jubah sekali pakai. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Perawat Finlandia itu juga mengungkap mereka terkadang diperintahkan untuk membuat masker dari kertas tisu. 

Baca Juga: 3.000 Nakes Wafat Akibat Corona, Amnesty: Negara Harus Tanggung Jawab

2. Adanya pandemik COVID-19 di seluruh dunia sebabkan tenaga kesehatan kurang waktu untuk istirahat

Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes MeninggalANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Temuan lain yang berhasil dikumpulkan oleh AI yaitu di beberapa negara pekerja kesehatan dan esensial telah mengalami peningkatan beban kerja. Padahal, sebelum ada pandemik COVID-19, beban pekerjaan mereka sudah tinggi. 

AI menemukan di beberapa negara, pemerintah membuat aturan yang memperpanjang jam kerja para nakes. Akhirnya beban pekerjaan dimulai dari unit perawatan intensif (ICU) semakin berat. 

AI berbicara dengan nakes di Paraguay yang mengeluh sejak pandemik COVID-19, mereka sudah kesulitan mencari waktu untuk beristirahat. 

"Sebelum ada COVID-19, kami dulu sering beristirahat. Tetapi dengan adanya COVID-19, tidak mungkin untuk mendapatkan istirahat (di waktu kerja)," demikian isi laporan AI. 

Nakes di Afrika Selatan justru khawatir dengan beban kerja yang bertambah menyebabkan diri mereka sendiri terpapar virus Sars-Cov-2 saat merawat pasien. 

"Yang jadi masalah besar bagi saya adalah betapa lelahnya kami semua berturut-turut merawat satu pasien ke pasien berikutnya, yang mengakibatkan banyak dari kami tidak sengaja menyentuh wajah dan mengekspos diri kami terhadap virus," kata nakes tersebut. 

Lantaran kerap menggunakan APD berlapis selama berjam-jam, mereka pun harus tahan terhadap derasnya kucuran keringat dan pelindung tersebut jadi beruap. 

"Kini, saya sudah tidak lagi bekerja karena terkena COVID-19. Saya ini dokter locum, yang berarti saya hanya dibayar ketika masih bekerja. Hal ini mendorong saya lebih stres dibandingkan sebelumnya," tutur nakes itu lagi. 

3. AI mencatat lebih dari 3.000 tenaga kesehatan di seluruh dunia meninggal akibat COVID-19

Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes MeninggalPetugas medis ber-APD lengkap saat evakuasi Subhan dari masjid di Jalan Angsoka, Samarinda Kota (Dok.IDN Times/Istimewa)

Data lain yang berhasil diperoleh AI yaitu lebih dari 3.000 petugas kesehatan di seluruh dunia meninggal akibat COVID-19. Berdasarkan pemantauan AI, ada 11 negara dengan tingkat kematian nakes tertinggi. Berikut data yang diperoleh AI:

  1. Rusia: 845 tenaga kesehatan 
  2. Inggris: 540 tenaga kesehatan (termasuk 262 pekerja perawat sosial seperti perawat lansia)
  3. Amerika Serikat: 507 tenaga kesehatan
  4. Brasil: 351 tenaga kesehatan
  5. Meksiko: 248 tenaga kesehatan
  6. Italia: 188 tenaga kesehatan
  7. Mesir: 111 tenaga kesehatan
  8. Iran: 91 tenaga kesehatan
  9. Indonesia: 89 tenaga kesehatan
  10. Ekuador: 82 tenaga kesehatan
  11. Spanyol: 63 tenaga kesehatan

Menurut AI, angka yang mereka tampilkan jauh lebih sedikit dibandingkan kondisi riil di lapangan. Angka perbandingan yang akurat, kata AI juga sulit didapatkan karena adanya perbedaan cara penghitungan di tiap negara. 

Di Indonesia, salah satu nakes yang meninggal adalah drg. Yuniarto Budi Santosa. Ia tercatat meninggal pada 28 Maret 2020 di Kota Bogor, Jawa Barat . 

Yuniarto diketahui adalah kepala bidang pelayanan kesehatan di Dinkes Bogor yang meninggal di ruang isolasi pasien COVID-19. Sebelum terpapar, Yuniarto sempat menjemput dan mengecek kondisi kesehatan Wali Kota Bogor, Bima Arya yang sebelumnya menjadi pasien COVID-19. 

"Beliau diduga terpapar ketika mengikuti rombongan kerja Bima Arya ke Turki dan Azerbaijan," demikian ungkap AI di laporannya. 

4. Negara wajib memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja bagi nakes

Amnesty International: Minim APD Jadi Penyebab Banyak Nakes MeninggalPetugas medis melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19. (IDN Times/Herka Yanis)

Di bagian akhir laporannya, AI kemudian memberikan rekomendasi bagi negara untuk mencegah agar tidak ada lagi nakes yang menjadi korban. AI menyebut negara wajib memberikan pelindungan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja bagi nakes. 

Negara juga wajib memberikan santunan dalam rangka menghadapi COVID-19. Santunan harus diberikan secara adil kepada semua pekerja kesehatan dan esensial yang ikut dalam memerangi pandemik COVID-19. 

"Kompensasi ini juga diberikan kepada nakes yang berstatus kontrak, bekerja di sektor formal atau informal dan durasi mereka bekerja," kata AI. 

Sementara, terkait minimnya ketersediaan APD, AI tegas menyebut itu juga menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan APD dengan standar internasional. Bila ditemukan fakta ada tenaga kesehatan yang rela menyisihkan gaji mereka untuk membeli APD, maka nakes itu harus dibayar kembali. 

"Negara harus mengumpulkan dan mempublikasikan data tentang apakah pekerja kesehatan dan esensial memiliki akses kepada APD, bagaimana pasokan APD kepada pekerja kesehatan dan esensial, APD jenis apa yang kurang, di mana kekurangan itu dan harus ada distribusi APD yang memadai," kata AI. 

AI juga meminta agar negara mengambil tindakan bila ditemukan ada praktik penimbunan APD. Bila ditemukan ada pasokan APD, maka negara wajib mendistribusikannya lebih dulu bagi pekerja kesehatan dan esensial yang saat ini masih kekurangan. 

Baca Juga: Jarang Diketahui, Ini 3 Jenis APD yang Dipakai Petugas Kesehatan

Topik:

Berita Terkini Lainnya