Aturan Baru Keagamaan di Tiongkok Perketat Keberadaan Orang Asing

Tiongkok ingin cegah kelompok terorisme masuk ke sana

Jakarta, IDN Times - Otoritas keagamaan di Tiongkok mengeluarkan regulasi mengenai kegiatan keagamaan yang berdampak pada pengawasan sangat ketat terhadap keberadaan orang asing. Tiongkok mengaku ingin mencegah terjadinya aktivitas ekstremisme di sana.

Kantor berita VOA News, Selasa, 24 November 2020 melaporkan sejak diberlakukan secara resmi pada 1 Februari 2020 lalu, aturan yang diberi nama "Tindakan Administratif untuk Kelompok Keagamaan" itu sudah disoroti banyak pihak. Termasuk media-media barat. Hal itu lantaran revisi aturan tersebut membatasi kebebasan beragama di Tiongkok. 

Menurut organisasi yang mengawasi kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia di Tiongkok, Bitter Winter, situasi untuk kelompok keagamaan di sana beralih dari buruk menjadi lebih parah. 

Kementerian Kehakiman Tiongkok pada 18 November 2020 lalu dilaporkan sudah merilis secara detail mengenai aturan tersebut ke publik. Mereka kemudian meminta publik untuk memberikan tanggapan hingga 17 Desember 2020 mendatang. 

Mengapa aturan itu dinilai kontroversial dan sempat menimbulkan protes?

1. Aturan baru merinci larangan daftar kegiatan keagamaan yang tak boleh digelar di Tiongkok

Aturan Baru Keagamaan di Tiongkok Perketat Keberadaan Orang AsingIlustrasi Muslim di Tiongkok (www.ndtv.com)

Menurut laporan kantor berita ANTARA yang berada di Tiongkok, regulasi baru itu terdiri dari lima bab. Di antaranya berisi aturan dan prosedur mengajukan kegiatan keagamaan secara kolektif, bertukar pandangan antartokoh atau institusi keagamaan dengan pihak asing, dan tanggung jawab hukum yang harus dipikul oleh tokoh kelompok agama asing selama tinggal di Tiongkok. 

Dari lima bab tersebut, pasal yang paling banyak mendapat sorotan adalah pasal 21. Di dalam pasal itu terdapat daftar kegiatan keagamaan yang tak boleh digelar di Tiongkok seperti kegiatan yang akan mempengaruhi atau mencampuri urusan umat beragama, institusi, atau tempat ibadah di Tiongkok.

Selain itu juga kegiatan mencampuri ketetapan tokoh agama di Tiongkok, mengadvokasi pandangan ekstremisme melalui agama, melakukan penggalangan dana secara ilegal, memanfaatkan agama untuk merusak persatuan nasional atau solidaritas antar etnis di Tiongkok atau menggunakan agama untuk melancarkan aksi terorisme.

Menurut mantan Kepala Divisi Urusan Keagamaan dan Etnisitas pada Komisi Nasional Majelis Penasihat Tiongkok (semacam MPR), Zhu Weiqun, dengan adanya regulasi baru ini dapat mencegah kelompok teroris yang ingin menyusup masuk ke Tiongkok. Zhu juga menepis aturan itu dianggap bertentangan dengan kebebasan manusia memeluk agama. 

"Aturan ini tidak bertentangan dengan kebebasan beragama. Hanya dengan cara menghentikan berbagai cara yang memanfaatkan agama itulah maka masyarakat bisa lebih tenang dalam menjalankan ibadahnya," kata Zhu. 

Baca Juga: 10 Masjid di Indonesia dengan Arsitektur Khas Tiongkok, Keren Banget!

2. Kelompok agama yang berkembang di Tiongkok hanya boleh mempromosikan nilai yang sesuai dengan budaya tradisional di sana

Aturan Baru Keagamaan di Tiongkok Perketat Keberadaan Orang AsingIlustrasi kegiatan umat Muslim salat di masjid di Beijing, Tiongkok pada 13 November 2020 (ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie)

Kekhawatiran bahwa kebebasan beragama di Tiongkok semakin minim disadari oleh Komisi Internasional Kebebasan Beragama Amerika Serikat, sebuah badan bi-partisan yang ditugaskan untuk memonitor kebebasan beragama secara global. Komisi itu tidak membantah bahwa telah terjadi pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis di Tiongkok. 

Beberapa pejabat berwenang dikhawatirkan akan menggunakan aturan ini untuk membidik kelompok agama tertentu yang dinilai merupakan pengaruh asing seperti Islam dan Kristen. Kekhawatiran itu seolah menjadi kenyataan ketika pada 30 Desember 2019 lalu, Pastor Wang Yi dari gereja di Chengdu, divonis sembilan tahun bui karena dianggap telah menghasut agar benci terhadap pemerintah. 

Sedangkan, seorang pastor Katolik dari Tiongkok mengatakan kepada kantor berita Katolik Asia News, kelompok keagamaan harus mempromosikan doktrin yang sesuai dengan nilai-nilai budaya tradisional Negeri Tirai Bambu. 

"Artinya, pada praktiknya, apapun agama Anda tidak penting, sebab satu-satunya keyakinan atau agama yang diizinkan yakni keyakinan Partai Komunis China," kata pastor itu. 

3. Tiongkok menilai laporan media-media barat tidak didasari bukti yang kuat

Aturan Baru Keagamaan di Tiongkok Perketat Keberadaan Orang AsingIlustrasi umat Muslim di Tiongkok tunaikan salat (www.cscr.pk)

Sementara, menurut media pemerintah Tiongkok, Global Times, aturan baru yang kini sedang dimintai pendapatnya ke publik tidak lebih dari tata cara beribadah agar bisa diatur. Aturan baru itu, rencananya akan mulai diberlakukan pada 1 Februari 2021. 

Global Times bahkan menyebut beberapa narasi media barat seperti Fox News sama sekali tidak didukung dengan bukti yang kuat. Pada 8 Januari 2020 lalu, Fox News menurunkan laporan dengan judul "China imposes harsh new rules governing religious groups in 2020" yang dianggap tidak masuk akal. 

"Media barat sering menafsirkan kebijakan Tiongkok dengan bias dan stereotip karena adanya perbedaan sistem politik dan kondisi nasional. Adanya sistem kepemimpinan partai itu ditentukan berdasarkan perkembangan sosial Tiongkok dan didasari aturan hukum," demikian tulis Global Times

Baca Juga: Menlu AS Minta Muslim RI Tak Percayai 'Dongeng' Tiongkok Soal Uighur

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya