WHO: Banyak Negara Abaikan Data COVID-19 yang Ditemukan di Lapangan

"COVID-19 tidak akan tiba-tiba menghilang kalau tak diatasi"

Jakarta, IDN Times - Badan kesehatan dunia (WHO) pada (3/7/2020) mendorong agar negara-negara yang kini terkena dampak parah COVID-19 untuk bangun dari mimpi panjang serta melihat realita yang ada di lapangan. Selama ini beberapa negara terlihat hanya sibuk bertengkar di dalam negeri dan tidak bersedia mengambil tanggung jawab. 

Kendati tidak menyebut nama negaranya, namun publik sudah bisa menduga salah satu negara yang dimaksud adalah Amerika Serikat dan beberapa negara di kawasan Amerika Latin. Berdasarkan ahli penyakit menular kenamaan di Negeri Paman Sam, Anthony Fauci, ia mengaku tidak akan terkejut bila pada akhirnya kasus baru COVID-19 di AS bisa menyentuh 100 ribu per harinya. 

Laman World O Meter pada (4/7/2020) melaporkan hampir 3 juta orang di AS telah terpapar COVID-19. Sebanyak 132 ribu di antaranya meninggal dunia. Meningkatnya kasus COVID-19, seiring dengan kampanye new normal yang dilakukan pemerintahan Presiden Donald J. Trump untuk membuka kembali kegiatan ekonomi. 

Direktur Program Darurat WHO, Michael Ryan dikutip harian The Straits Times, memperingatkan agar negara-negara segera bangun saat ini. Data yang dilaporkan ke mereka dan bersumber dari kondisi di lapangan bukan suatu kebohongan. 

"Terlalu banyak negara yang mengabaikan data-data (mengenai kondisi pandemik) di negara masing-masing," ungkap Ryan ketika memberikan keterangan pers di Jenewa, Swiss. 

Lalu, apa pendapatnya mengenai negara yang memilih untuk melonggarkan pembatasan pergerakan manusia demi bisa menghidupkan roda perekonomian?

1. WHO mendorong agar negara tak mengabaikan situasi pandemik demi membangkitkan ekonomi

WHO: Banyak Negara Abaikan Data COVID-19 yang Ditemukan di LapanganANTARA FOTO/REUTERS/Bruno Kelly

WHO menyadari ada beberapa negara yang sengaja tidak menerapkan kebijakan pembatasan pergerakan manusia meskipun penularan COVID-19 terus naik. Dua negara di antaranya adalah Meksiko dan Brasil. 

Berdasarkan laman World O Meter per (4/7/2020), angka kematian di Brasil sudah mencapai 63 ribu lebih. Negeri Samba itu ada di posisi kedua negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia. 

Sementara, Meksiko ada di peringkat 9 kasus COVID-19 terbanyak di dunia. Per harinya ada lebih dari 6.000 kasus baru COVID-19. Pasien yang meninggal akibat virus Sars-CoV-2 itu mencapai 29.843. 

Presiden Brasil, Jair Bolsonaro sejak awal sudah meremehkan pandemik ini. Ia menyebut COVID-19 sekedar penyakit flu biasa. Bolsonaro mendorong otoritas setempat yang menerapkan lockdown agar segera dibuka demi memutar kembali roda perekonomian. 

WHO mengaku bisa memahami keputusan beberapa negara. Tetapi, bukan berarti boleh mengabaikan sektor kesehatan. 

"Ada alasan yang baik bahwa negara ingin memulihkan sektor ekonomi. Bisa dipahami. Tetapi, Anda tidak bisa mengabaikan permasalahan yang ada. Permasalahan (pandemik) tidak akan menghilang secara ajaib begitu saja," tutur Ryan. 

Baca Juga: Apa yang Dikerjakan WHO dan dari mana Mereka Dapat Pendanaan?

2. WHO ingatkan sebelum melonggarkan lockdown, dicek kemampuan rumah sakit merawat pasien

WHO: Banyak Negara Abaikan Data COVID-19 yang Ditemukan di LapanganIlustrasi markas WHO di Jenewa, Swiss (Website/www.who.int)

WHO, kata Ryan, tidak mendukung ide semua negara harus ditutup total dalam menghadapi pandemik COVID-19. Ia juga tidak menolak ide negara mulai melonggarkan lockdown

Tetapi, WHO mengingatkan, daerah yang boleh dilonggarkan harus dipastikan tingkat penularannya sudah rendah. Selain itu, daerah tersebut menerapkan protokol kesehatan yang ketat mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan dengan air mengalir, lakukan tes, mengisolasi pasien dan melakukan contact tracing

Sebaliknya, bila tingkat penularan virus di daerah tersebut masih tergolong tinggi, maka aturan lockdown yang ketat terpaksa masih harus diberlakukan. 

"Bila negara-negara tetap bersikukuh melonggarkan tanpa memiliki kapasitas untuk mengatasi kasus yang muncul dan malah jadi kewalahan, maka negara Anda akan berakhir dengan skenario terburuk," kata Ryan mengingatkan. 

"Bila sistem kesehatan tak lagi sanggup menangani kasus, lebih banyak orang akan meninggal," tutur dia lagi. 

Ia menyarankan bagi beberapa negara seperti Meksiko dan negara lainnya yang masih menemukan penularan kasus COVID-19 tinggi, maka penting untuk meninjau kembali kebijakan melonggarkan lockdown

"Tinggal dilihat saja: apakah Anda bisa mengendalikan penyebaran dengan cara lain? Bila tidak, maka Anda tidak memiliki alternatif lain (selain membatasi pergerakan manusia)," ujarnya. 

3. WHO menilai penyebaran kasus COVID-19 di Brasil tidak lagi sebanyak dulu

WHO: Banyak Negara Abaikan Data COVID-19 yang Ditemukan di LapanganPresiden Brazil, Jair Bolsonaro, saat sedang bersantai di ruang kantornya. facebook.com/jairmessias.bolsonaro

Mengenai situasi di Brasil, WHO melihat memang masih ada kenaikan kasus COVID-19, tetapi tidak seperti dulu, di mana lonjakan sangat tinggi. WHO menilai angkanya masih stabil. 

Rumah sakit di Brasil pun dinilai belum kewalahan dalam merawat pasien COVID-19. Kendati begitu, WHO menginginkan adanya kemajuan dalam penanganan pandemik. 

"Selain itu, kita harus memberikan pujian terhadap sistem kesehatan di Brasil atas kapasitasnya menghadapi sesuatu yang disebut pertarungan panjang melawan virus," tutur Ryan lagi. 

https://www.youtube.com/embed/CLcqcOR1I6Q

Baca Juga: WHO: Kita Semua Ingin Ini Berakhir, Tapi Pandemik Masih Jauh dari Usai

Topik:

Berita Terkini Lainnya