Gegara Pandemik, Presiden Jokowi Ikuti Sidang Umum PBB secara Virtual

Jumlah delegasi yang boleh masuk ke markas PBB dibatasi

Jakarta, IDN Times - Setelah selama lima tahun absen perhelatan sidang umum PBB, maka tahun ini, Presiden Joko "Jokowi" Widodo akan berpartisipasi secara virtual. Sebab, sidang umum ke-75 PBB akan digelar dengan metode hybrid atau menerapkan sistem virtual dan tatap muka. 

Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata Kementerian Luar Negeri, Grata Endah Werdaningtyas mengatakan ini merupakan kali pertama para pemimpin dunia akan mengikuti sidang umum PBB secara virtual. Hal ini disebabkan pandemik COVID-19 yang belum mereda. Data dari World O Meter per Kamis (27/8/2020) menunjukkan Amerika Serikat masih menjadi episentrum dunia COVID-19. 

Jumlah kasus aktif COVID-19 di sana mencapai 2,5 juta. Angka kematian mencapai 183.685 dan pasien yang berhasil sembuh mencapai 3,3 juta. Alhasil, jumlah orang yang diizinkan masuk ke markas PBB di New York dibatasi. 

"Kehadiran secara fisik oleh perwakilan tetap negara-negara anggota PBB yang berada di New York. Maksimal delegasi yang hadir di New York dibatasi maksimal dua orang per negara," ungkap Grata dalam pemberian keterangan pers virtual pada Kamis (27/8/2020) di kantor Kemenlu. 

Lalu, apa saja yang hendak disampaikan oleh Jokowi dalam keikutsertaan perdana di sidang umum PBB?

1. Jokowi akan berpidato bahwa kehadiran PBB masih dibutuhkan dunia

Gegara Pandemik, Presiden Jokowi Ikuti Sidang Umum PBB secara VirtualIlustrasi assemby hall di markas PBB (www.instagram.com/@unitednations)

Grata menjelaskan Jokowi akan menyampaikan pendapat yang telah direkam sebelumnya dan disampaikan secara virtual. Pidato Jokowi akan disampaikan dalam sesi debat umum yakni di sesi penyampaian pandangan para pemimpin negara di dunia. Sesi pidato mantan Gubernur DKI Jakarta itu merupakan bagian pertemuan pejabat tinggi dunia di PBB pada 21 September hingga 2 Oktober 2020. 

"Topik atau pesan yang akan disampaikan oleh Presiden Jokowi yakni mengangkat pentingnya dan relevansi PBB untuk tetap dipertahankan. Termasuk dalam merespons tantangan global yang terjadi saat ini," ungkap Grata. 

Selain itu, Indonesia akan menyoroti peranan PBB dalam mengatasi pandemik COVID-19 dan dampak multinasional terutama di bidang perekonomian. Di usianya yang sudah 75 tahun, publik, kata Grata berharap PBB bisa menjadi solusi dalam permasalahan global. PBB diharapkan bisa membuat program yang dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat dunia. 

Baca Juga: PBB Minta Sumbangan Dana Rp153 Triliun untuk Lawan Pandemik COVID-19

2. Dewan Keamanan PBB dikritik karena tak nyatakan COVID-19 bisa ancam keamanan dan perdamaian dunia

Gegara Pandemik, Presiden Jokowi Ikuti Sidang Umum PBB secara VirtualIlustrasi assembly hall di markas PBB (Instagram.com/unitednations)

Sementara, badan penting di PBB yakni Dewan Keamanan dikritik lantaran absen bersuara secara bulat dalam menghadapi pandemik COVID-19. Harian New York Times 2 April 2020 lalu melaporkan hal tersebut dipicu adanya perbedaan dua negara yang sama-sama memegang hak veto. Dua negara yang dimaksud yakni Tiongkok dan Amerika Serikat. 

Tiongkok, di mana virus corona kali pertama muncul, tidak mau dipersepsikan sebagai negara yang seharusnya bertanggung jawab atas pandemik yang kini telah merenggut lebih dari 830 ribu jiwa di seluruh dunia. Ia tetap membantah anggapan sebagai penyebab masalah kendati terbukti mencoba untuk membungkam pihak-pihak di dalam negaranya yang ingin menyuarakan adanya wabah COVID-19 akhir Desember 2019. 

Di sisi lain, Amerika Serikat secara terbuka menuding Tiongkok sebagai pihak yang bertanggung jawab menyebarkan pandemik. Presiden Donald Trump bahkan menyebut virus Sars-CoV-2 sebagai virus Wuhan atau virus Tiongkok. Pernyataan itu justru menuai kritik dari dalam AS, lantaran dinilai rasis. 

"Perpecahan itu sudah terjadi. Dewan Keamanan telah mengirimkan sinyal perpecahan yang bisa terlihat nyata," ungkap mantan konsultan bagi PBB, Richard Gowan. 

Sedangkan menurut Direktur HAM PBB, Louis Charbonneau mengatakan seharusnya DK PBB segera menyatakan ke dunia bahwa pandemik COVID-19 bisa menjadi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan. Pernyataan serupa disampaikan enam tahun lalu ketika wabah Ebola meluas ke banyak negara. 

Dengan begitu maka penerapan hukum internasional bisa dilakukan dan masing-masing negara anggota tetap dan tidak tetap dapat berkontribusi untuk mencegah meluasnya pandemik. 

3. Virus corona sudah sempat ditemukan di markas PBB di New York

Gegara Pandemik, Presiden Jokowi Ikuti Sidang Umum PBB secara VirtualIlustrasi assembly hall di markas PBB (Instagram.com/unitednations)

Virus corona juga tak luput ditemukan di markas PBB, New York Amerika Serikat. Laman berita Rusia, Tass, pada 13 Maret 2020 lalu melaporkan staf di kantor perwakilan Filipina untuk PBB dinyatakan terpapar COVID-19. Alhasil, kantor misi perwakilan Filipina untuk PBB sempat ditutup untuk sementara waktu. 

"Untuk kepentingan transparansi dan keamanan publik, saya ingin menyampaikan kepada Anda bahwa seorang kolega di kantor misi Filipina untuk PBB dinyatakan positif COVID-19," ungkap seorang sumber. 

Staf berjenis kelamin perempuan itu termasuk golongan Orang Tanpa Gejala (OTG) dan sempat berkunjung ke markas PBB selama 30 menit. 

Baca Juga: Keren! Diplomasi Batik dan Tenun Warnai Sidang Dewan Keamanan PBB

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya