Perusahaan Farmasi AS Jual Obat COVID-19 Remdesivir Seharga Rp33 juta 

Tapi, AS sudah bayar dan borong lebih dari 500 ribu obat

Jakarta, IDN Times - Pasien kini memiliki harapan lebih baik ketika terpapar COVID-19. Sebab, perusahaan farmasi Amerika Serikat yang berbasis di California, Gilead sudah menetapkan harga obat COVID-19 remdesivir. Dalam surat terbuka yang disampaikan oleh CEO Gilead Daniel O'Day di situs resmi perusahaan itu, ia mengatakan obat remdesivir per botolnya akan dijual ke pemerintah negara maju, termasuk AS, senilai US$390 atau setara Rp5,6 juta. [kurs 1US$ = Rp14.360]

Bila pasien itu menggunakan jasa asuransi pengobatan yang diberikan pemerintah, maka untuk lima hari pengobatan dengan remdesivir, pasien harus merogoh kocek US$2.340 atau setara Rp33,6 juta. 

"Angka lima hari itu berdasarkan pola perawatan terhadap pasien saat ini. Kemajuan yang paling pesat akan mulai terlihat setelah mendapat lima hari pengobatan dengan enam botol remdesivir," kata O'Day di situs resmi Gilead dan dikutip pada Selasa (30/6). 

Biaya yang akan dikeluarkan jauh lebih besar bila pasien menggunakan jasa layanan asuransi swasta. Per botol remdesivir akan dikenakan biaya US$520 atau setara RpRp7,4 juta. Maka, untuk lima hari perawatan, pasien harus membayar US$2.600 atau setara Rp37,3 juta. 

O'Day berdalih harga yang ditetapkan sudah berada di bawah harga yang seharusnya bila kondisi pandemik tidak terjadi. Ia juga menyebut memang tidak ada patokan yang bisa digunakan untuk menetapkan satu harga obat dalam situasi pandemik semacam ini. 

"Kami menggunakan pendekatan ini karena ini menolong sebanyak mungkin pasien, secepat mungkin dan dengan cara yang bertanggung jawab. Ini yang menjadi panduan bagi kami selama ini," ujarnya lagi. 

Lalu, benarkah Pemerintahan Donald J Trump sudah memborong 500 ribu lebih obat remdesivir? Apakah pengobatan itu sudah diakui keampuhannya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)?

1. Pemerintahan Trump sudah memesan 500 ribu lebih obat untuk konsumsi tiga bulan ke depan

Perusahaan Farmasi AS Jual Obat COVID-19 Remdesivir Seharga Rp33 juta Presiden Donald Trump menunjukkan halaman depan New York Post saat menandatangani perintah eksekutif untuk perusahaan media sosial di Ruang Oval Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat, pada 29 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst

Perusahaan bio teknologi, Gilead menggaris bawahi harga obat yang mereka tetapkan saat ini hanya berlaku bagi Amerika Serikat. Laman Politico (29/6) melaporkan proses negosiasi agar harga obat COVID-19 tidak dijual terlalu mahal berkat campur tangan Departemen Urusan Tentara Veteran. 

Pemerintahan Donald J. Trump tidak langsung berpikir panjang dan langsung memborong lebih dari 500 ribu botol remdesivir. Departemen Kesehatan AS mengatakan 500 ribu lebih botol itu cukup untuk persediaan pengobatan hingga September mendatang. 

Nantinya, Departemen Kesehatan pusat yang akan menentukan alokasi dosis obat remdesivir bagi masing-masing negara bagian. Obat tersebut akan didistribusikan ke rumah sakit melalui dinas kesehatan di negara bagian. Fasilitas kesehatan itu kemudian bisa membeli obat remdesivir buatan Gilead melalui distributor resmi mereka, AmerisourceBergen. 

Menurut CEO Gilead, Daniel O'Day, dengan menggunakan obat remdesivir, rumah sakit bisa menghemat biaya perawatan per pasien mencapai US$12 ribu atau setara RpRp172,3 juta. 

Baca Juga: BPOM AS Berikan Izin Penggunaan Obat Remdesivir ke Pasien COVID-19

2. Obat remdesivir terbukti mempercepat proses penyembuhan pasien COVID-19

Perusahaan Farmasi AS Jual Obat COVID-19 Remdesivir Seharga Rp33 juta ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Harian Inggris, The Guardian, melaporkan remdesivir semula adalah obat digunakan untuk menyembuhkan pasien yang terpapar virus Ebola. Remdesivir akhirnya diuji-cobakan secara klinis di laboratorium usai menunjukkan hasil memuaskan. Dalam waktu singkat, remsidivir kemudian disirkulasikan secara luas di negara-negara Benua Afrika yang terdampak virus Ebola. 

Menurut pendapat ahli penyakit menular, Dr. Anthony Fauci, berdasarkan hasil satu percobaan klinis menunjukkan remdesivir memiliki hasil yang positif untuk mempercepat proses pemulihan. Tetapi, beberapa jam usai pernyataan Fauci itu, sebuah jurnalis medis ternama, The Lancet, menerbitkan hasil studi obat remdesivir. Hasilnya, remdesivir tidak mempercepat pemulihan pasien yang terpapar COVID-19. 

Tetapi, Badan Pengelolaan Makanan dan Obat (FDA) pada (1/5) lalu memberikan persetujuan berdasarkan hasil tes awal dari kajian yang dibiayai oleh pemerintah. Hasilnya obat produksi Gilead itu mempercepat pemulihan bagi pasien COVID-19 hingga 31 persen atau rata-rata empat hari lebih cepat yang dirawat. Kajian itu melibatkan 1.063 pasien dan penggunaan obat dengan standar paling ketat. 

Selain itu, kajian itu turut melibatkan sekelompok pasien lainnya yang hanya menerima perawatan standar. Dengan begitu, mereka bisa melihat perbandingan dari dampak obat remdesivir. Berdasarkan hasil kajian itu, kelompok pasien yang diberikan remdesivir bisa pulang dari rumah sakit dalam kurun waktu 11 hari. Sementara, yang tak diberikan remdesivir baru bisa pulang usai 15 hari dirawat. 

Obat itu juga diklaim berpeluang mengurangi kematian akibat COVID-19. Tetapi, hal itu belum menjadi sesuatu yang pasti. 

3. Gilead diprediksi akan meraup penghasilan US$2,3 miliar dari produksi obat remdesivir di tahun 2020

Perusahaan Farmasi AS Jual Obat COVID-19 Remdesivir Seharga Rp33 juta (Ilustrasi Bursa Efek di New York) ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Segar

Sementara, menurut laman Business Insider, Gilead diprediksi akan meraup pendapatan senilai US$2,3 miliar pada tahun ini karena memproduksi obat remdesivir. Sebanyak US$1 miliarnya, dihitung sebagai profit yang mereka tangguk dari produksi obat itu. 

Keberhasilan Gilead pun turut mengerek naik saham mereka mencapai 2,7 persen pada (29/6) lalu. Remdesivir produksi Gilead berhasil memulihkan pasien COVID-19 lebih cepat 31 persen dibandingkan dengan obat plasebo. Hal itu berdasarkan hasil uji klinis yang dilakukan oleh Institut Nasional Kesehatan AS. 

https://www.youtube.com/embed/CLcqcOR1I6Q

Baca Juga: Disahkan BPOM AS dan Jepang, 5 Fakta Menarik soal Remdesivir

Topik:

Berita Terkini Lainnya