Indonesia Sentil Vanuatu yang Diam Saat Perawat Dibunuh KKB

Satu perawat tewas dibunuh KKB pada 13 September 2021

Jakarta, IDN Times - Vanuatu kembali menyinggung soal dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, mendesak pemerintah Indonesia agar mengizinkan komisioner HAM PBB dapat berkunjung ke Papua demi meninjau dan melakukan investigasi independen soal dugaan pelanggaran HAM di sana. 

"Hingga sekarang, hanya sedikit perkembangan terkait hal ini. Saya berharap isu ini ditanggapi dengan serius dan ditanggapi dengan tindakan yang sesuai," ungkap PM Loughman seperti dikutip pidatonya yang diunggah di akun YouTube PBB, Sabtu (25/9/2021). 

Indonesia geram mendengar pernyataan tersebut. Menurut pemerintah Indonesia, pernyataan Loughman dianggap telah mengganggu kedaulatan dan integritas Indonesia. 

"Vanuatu berupaya memberikan kesan kepada dunia, seolah-olah negara peduli terhadap isu-isu HAM. Pada kenyataannya, HAM versi mereka diputar-balikkan, dan sama sekali tidak menghiraukan tindak teror keji yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata," ujar Sekretaris Ketiga di Perwakilan Tetap RI di New York, Sindy Nur Fitri, yang dikutip dari akun YouTube PBB pada hari ini. 

Dalam hak jawabnya, Sindy yang mewakili Indonesia mengatakan Vanuatu sengaja tutup mata terhadap tindakan KKB yang sudah membunuh perawat, tenaga kesehatan, guru, pekerja konstruksi, hingga aparat penegak hukum. Padahal, mereka mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat Papua. 

"Ketika ada sejumlah pekerja konstruksi, guru dibantai tanpa belas kasihan, mengapa Vanuatu memilih diam?" tanya Sindy. 

"Ketika fasilitas umum yang dibangun untuk masyarakat Papua dihancurkan, mengapa Vanuatu, sekali lagi memilih diam?" lanjutnya. 

Ini bukan kali pertama Indonesia memberikan hak jawab terhadap pernyataan Vanuatu yang menyentil kondisi di Papua. Bahkan, dalam hak jawab yang disampaikan pada 2020 lalu, Indonesia tegas menyebut Vanuatu bukanlah perwakilan rakyat Papua di PBB. 

Mengapa Vanuatu bolak-balik menyinggung isu Papua di forum PBB?

Baca Juga: Satgas Nemangkawi Tangkap Pemasok Senpi KKB, Ternyata PNS di Yahukimo

1. Vanuatu usil karena mendukung Papua merdeka

Indonesia Sentil Vanuatu yang Diam Saat Perawat Dibunuh KKBIlustrasi Pulau Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Sikap usil Vanuatu dengan mengangkat isu mengenai dugaan pelanggaran HAM Papua di forum Sidang Umum dan Dewan HAM PBB sudah konsisten dilakukan sejak 2019 lalu. Bahkan, pada 2019 lalu, Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabismasmas, berpidato di hadapan majelis para pemimpin dunia harus membantu orang-orang Papua Barat.

"Kami (juga) mengecam pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Papua Barat," ungkap Tabismasmas seperti dikutip dari SBS Australia pada 2019 lalu. 

Vanuatu juga pernah mendesak agar negara Pasifik besar, khususnya Australia, bertindak secara substansial terhadap isu Papua Barat. Dosen Ilmu Politik Universitas Papua Nugini, Patrick Kaiku, mengatakan Vanuatu setia mendukung upaya kemerdekaan Papua Barat didasarkan pada prinsip-prinsip inti penentuan nasib sendiri dan non-blok.

"Komitmen dan konsistensi Vanuatu untuk menentukan nasib sendiri tidak terbatas pada Papua Barat. Perdana Menteri pendiri negara itu dan para pemimpin Vanuatu selanjutnya menegaskan dukungan untuk Kaledonia Baru yang independen, mengadvokasi pembentukan negara Palestina dan berpengaruh dalam pembentukan Melanesian Spearhead Group (MSG) sebagai kendaraan untuk mendukung dekolonisasi di Melanesia dan denuklirisasi di Pasifik," kata Kaiku seperti dikutip dari harian Dailypost pada 2019 lalu. 

Dia juga menyebut Vanuatu pernah memiliki sejarah dan pengalaman traumatis karena pernah dijajah oleh bangsa asing. Hal itu, kata Kaiku lagi, dijadikan dasar oleh Vanuatu sebagai dasar untuk posisi anti-kolonial dan dukungan terhadap penentuan nasib sendiri dalam komunitas global.

Baca Juga: RI Minta Vanuatu Berhenti Campuri Urusan Domestik soal Papua Barat

2. Vanuatu kerap mempertanyakan apakah Papua benar-benar bagian dari Indonesia

Indonesia Sentil Vanuatu yang Diam Saat Perawat Dibunuh KKBSekretaris III di PTRI New York, Sindy Nur Fitri ketka memberikan hak jawab di forum Sidang Umum PBB menyangkut tuduhan dari Vanuatu (Tangkapan layar YouTube Kemenlu)

Sementara, Indonesia terus menggunakan strategi membiarkan diplomat junior untuk menjawab pernyataan yang disampaikan oleh PM Vanuatu. Dalam hak jawabannya, Sindy tegas mengatakan Papua tak perlu lagi dipertanyakan apakah bagian dari teritori Indonesia atau tidak. Sebab, PBB pun telah mengakui Papua merupakan bagian dari wilayah berdaulat Indonesia. 

"Tetapi, hal ini telah melanggar tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Kita tidak boleh membiarkan penghinaan terhadap Piagam PBB semacam ini terus dilakukan di forum ini," ujar Sindy.

Dia mengklaim Indonesia merupakan negara yang pluralistik dengan semangat demokrasi, menghormati penegakan hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, dan keadilan sosial. Indonesia, ditegaskannya, terus berupaya memenuhi komitmen untuk mempromosikan dan melindungi HAM. 

"Seluruh warga negara kami perlakukan dengan setara, tanpa memandang latar belakang sosial budaya, agama atau ekonomi," tutur dia. 

3. Indonesia tidak perlu heboh tanggapi tuduhan Vanuatu

Indonesia Sentil Vanuatu yang Diam Saat Perawat Dibunuh KKBPakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara, menurut guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, Indonesia tidak perlu terlalu heboh menanggapi tuduhan yang disampaikan oleh Vanuatu. Dia menilai ada tiga faktor mengapa Vanuatu selama beberapa tahun terakhir kerap mengangkat isu Papua di platform multilateral dunia.

"Dalam konstitusi Vanuatu, ada pasal yang mengatakan mereka, berdasarkan azas solidaritas, harus memperjuangkan bangsa Melanesia (termasuk Papua)," kata Hikmahanto melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Minggu (26/9/2021).

"Itu selalu ada dan oleh karenanya digunakan pemerintahnya untuk memperjuangkan rakyat Papua," lanjutnya.

Faktor kedua, kata Hikmahanto, adalah bagaimana kebijakan luar negeri Pemerintahan Vanuatu saat ini dalam mengambil sikap soal isu Papua.

"Nah, dalam pemerintahan Vanuatu saat ini mengambil kebijakan luar negeri yang menyelaraskan dengan konstitusinya soal isu Papua," katanya. 

Faktor ketiga, kata Hikmahanto, adalah faktor Benny Wenda. Benny merupakan pemimpin sayap politik organisasi ULMWP yang berdiri dan bermarkas di Vanuatu sejak Desember 2014.

"Benny Wenda selalu meminta Vanuatu (untuk mengangkat isu Papua)," ujarnya.

Baca Juga: Otsus Papua Mengoyak Keamanan dan Kedamaian Orang Asli Papua

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya