Kasus COVID-19 Terus Naik, Presiden Korsel Copot Menteri Kesehatan

Approval rating Presiden Moon Jae-In anjlok 37,5 persen

Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mencopot Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Park Neung-hoo dalam pengumuman pergantian kabinet pada Jumat, 4 Desember. Keputusan itu diambil Moon di tengah melonjaknya kembali kasus COVID-19 di Negeri Ginseng. Kali ini, Korsel terlihat kewalahan membendung gelombang ketiga pandemik COVID-19. 

Kantor berita Reuters, Jumat, 4 Desember 2020 melaporkan posisi Park akan diisi Kepala Korea Health Industry Development Institute, Kwon Deok-cheol. Berdasarkan data yang diungkap Kemenkes pada Jumat kemarin, Korsel melaporkan lebih dari 600 kasus baru COVID-19. Ini merupakan angka tertinggi sejak musim semi lalu. 

Selain pandemik yang tidak terkendali, Park digeser lantaran lambatnya proses pembelian vaksin virus corona. Melonjaknya kasus COVID-19 di Korsel diduga menjadi salah satu penyebab approval rating Presiden Moon anjlok.

Berdasarkan survei yang dilakukan Realmeter menunjukkan approval rating Moon turun hingga 37,5 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan pada pekan lalu, yaitu 43,8 persen. Sedangkan, survei yang digelar Gallup Korea, menunjukkan approval rating Moon 39 persen. Angka ini merupakan yang terendah sejak ia dilantik pada 2017. 

Tidak hanya Menkes yang dirombak, melainkan ada pula tiga posisi menteri lainnya. Posisi menteri apa saja yang digantikan? Dan bagaimana cara Korsel membendung gelombang ketiga pandemik COVID-19?

1. Presiden Moon melakukan pergantian menteri karena khawatir agenda kerjanya tidak terealisasi

Kasus COVID-19 Terus Naik, Presiden Korsel Copot Menteri KesehatanPresiden Korea Selatan Moon Jae-in (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Selain Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan, Presiden Moon juga menggeser Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanahan dan Perumahan, serta Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga. Apabila dilihat dari komposisi di parlemen, Moon masih aman karena partainya memiliki suara mayoritas.

Namun, ia sudah mulai dikritik karena belum merealisasikan janji-janjinya ketika kampanye dulu. Salah satunya mengenai harga rumah di Negeri Ginseng yang terus meroket, meski ada beberapa pembatasan hipotek dan kebijakan lainnya. Hal itu pula yang turut berkontribusi sebagai penyebab approval rating Moon anjlok. 

Moon pun juga dihantui agar tidak terseret kasus korupsi seperti presiden pendahulunya, Park Geun-hye. Menteri Kehakiman terdahulu dipaksa mundur pada Oktober lalu karena adanya tuduhan korupsi. 

Sedangkan, penggantinya, Choo Mi-ae malah memberhentikan sementara jaksa penuntut Yoon Seok-youl pada pekan lalu. Yoon dituduh melakukan korupsi, namun ia membantahnya. Pemberhentiannya kini tengah ditinjau komite disiplin. Hasil temuan mereka akan diumumkan pada pekan depan. 

Namun, sebagian mengkritik pemberhentian Yoon lantaran ia tengah menyelidiki dugaan korupsi yang melibatkan orang-orang terdekat Presiden Moon. 

Baca Juga: Warga Korsel Dibui 6 Bulan karena Bohong soal Diagnosa COVID-19

2. Korea Selatan masih enggan memberlakukan lockdown untuk membendung pandemik

Kasus COVID-19 Terus Naik, Presiden Korsel Copot Menteri KesehatanIlustrasi penanganan pasien virus corona. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Meski Korsel tengah memasuki gelombang ketiga pandemik, tetapi otoritas di sana menolak memberlakukan penutupan wilayah atau lockdown. Perdana Menteri Chung Sye-kyun pada jumpa pers 29 November 2020 mengatakan, saat ini status yang berlaku di Korsel adalah tahap ketiga dari lima tahapan yang ada untuk kebijakan jaga jarak. Ia menegaskan bila diberlakukan kebijakan pengetatan berlebihan, mereka khawatir malah warga yang dirugikan. 

"Ini bukan sesuatu yang sifatnya permanen. Tetapi situasi ini bisa diubah seiring dengan perubahan kondisi," ungkap Chung dan dikutip dari harian The Straits Times

Chung pun mengakui kondisi pandemik COVID-19 di Korsel kini lebih parah dibandingkan puncak yang telah dilalui pada Maret lalu. Menurut dia, yang seharusnya memimpin perlawanan menghadapi pandemik adalah warga dan bukan pemerintah.

"Caranya dengan bijak dalam bersikap sehari-hari dan menyadari risikonya. Dengan begitu, baru kita semua bisa menang melawan pandemik," tutur dia. 

3. Gelombang ketiga COVID-19 akan jauh lebih besar, bila gagal dibendung pemerintah Korsel

Kasus COVID-19 Terus Naik, Presiden Korsel Copot Menteri KesehatanPersonel Satgas Mobile COVID-19 membawa pasien diduga terjangkit virus Corona (COVID-19) di Rumah Sakit Suradadi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (11/3/2020) (ANTARA FOTO/Oky)

Sementara, pejabat senior di Badan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korsel, Lim Sook-young, saat ini Negeri Ginseng sedang mengalami masa yang paling sulit dibandingkan dengan dua gelombang pandemik sebelumnya.

"Sebab, bila kita gagal membendung maka kita akan menghadapi penularan yang lebih luas di tingkat nasional," ungkap Lim dan dikutip Reuters 21 November 2020. 

Ia berharap pemerintah segera memberlakukan kebijakan pengetatan pergerakan manusia dalam waktu dekat. Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang enggan memberlakukan pengetatan karena condong merugikan ekonomi dikritik oleh para ahli kesehatan di sana. Menurut ahli penyakit menular dari Rumah Sakit Gachon University Gil, Dr. Eom Joong-sik, pemerintah suda berulang kali memberikan pelonggaran kebijakan pengetatan. Padahal, belum waktunya dilakukan pelonggaran. 

"Kasus-kasus (COVID-19) diperkirakan akan terus membengkak dalam beberapa pekan mendatang. Tidak ada cara lain selain melakukan pengetatan tidak hanya di tahun ini tapi di sepanjang sisa musim dingin," kata Dr. Eom. 

Baca Juga: Presiden Korsel Puji BTS Gegara "Dynamite" Puncaki Billboard Hot 100 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya