Kemenlu: Tidak Ada Lobi-lobi Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel

"Kemenlu tidak pernah berhubungan dengan Israel"

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri membantah ada pembicaraan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Pernyataan itu untuk merespons laporan media Israel, The Times of Israel yang terbit pada 11 Desember 2020 lalu. 

Di dalam laporan itu, media tersebut menyebut Arab Saudi turut berperan sehingga Maroko bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Kini negara yang mayoritas berpenduduk Yahudi itu tengah membidik untuk membuka hubungan lebih erat dengan Oman dan Indonesia. 

"Kemlu tidak pernah berhubungan dengan Israel," ungkap juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Senin (14/12/2020).  

"Dalam menjalankan politik luar negeri Kemlu terhadap Palestina, kami tetap sesuai dengan amanah konstitusi," tutur dia lagi. 

Namun, pengamat isu Timur Tengah, Faisal Assegaf, menyampaikan hal yang berbeda. Berdasarkan informasi dari sumber tersebut memang ada pertemuan antara pejabat Indonesia dengan Israel. "Bahkan, sumber saya juga mengatakan akan ada pejabat Israel yang datang ke Indonesia," tutur Faisal ketika dihubungi IDN Times pada hari ini melalui telepon. 

Ia menjelaskan hal ini menjelaskan mengapa tiba-tiba Indonesia membuka pelayanan calling visa bagi Israel. Faisal juga mengatakan dalam normalisasi hubungan bilateral kedua negara ada beberapa tingkatan. Yang kini sedang dijajaki Indonesia dengan Israel adalah kerja sama di bidang ekonomi. 

Hal ini, ujarnya, mirip dengan hubungan Indonesia dengan Taiwan. "Kita kan mengadopsi one China Policy, di mana kita hanya mengakui satu China yaitu Tiongkok. Meski kita mengakui Taiwan bagian dari Tiongkok, tapi kan kita tetap membangun hubungan ekonomi dengan Taiwan," ujar pria yang mendirikan situs berita yang fokus mengenai Timur Tengah bernama Albalad.co itu. 

Apakah dengan membuka kerja sama ekonomi sama dengan menormalisasi hubungan diplomatik?

1. Hubungan yang akan dibuka diduga kerja sama di bidang ekonomi yang melibatkan swasta

Kemenlu: Tidak Ada Lobi-lobi Buka Hubungan Diplomatik dengan IsraelIlustrasi ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Faisal mengatakan pembukaan hubungan dagang dengan Israel tidak melanggar ketentuan yang berlaku di Indonesia. Apalagi larangan hubungan dagang dengan Israel sudah dicabut.

Hal itu ditandai dengan dikeluarkannya surat nomor 26/MPP/Kep/11/2000 pada 1 Februari 2000 lalu di mana dokumennya diteken oleh Jusuf Kalla yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Bahkan, mendiang Presiden Abdurrahman Wahid juga sempat meminta agar hubungan kedua negara semakin terbuka. 

"Itu sebabnya pemerintah mengeluarkan calling visa bagi Israel dan tujuh negara lainnya, padahal urgensinya juga tidak ada," tutur Faisal. 

Artinya, kata dia, apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia mirip seperti business travel corridor. "Kebijakan itu hanya dikeluarkan bagi negara yang memiliki hubungan dekat di bidang ekonomi dengan Indonesia," kata dia lagi. 

Ia menduga kerja sama ekonomi yang hendak dibuka hanya melibatkan pihak swasta dari kedua negara. Namun, difasilitasi oleh pemerintah. "Karena kan terkesan selama ini (perusahaan swasta Indonesia) berjalan sendiri (ketika bertransaksi dengan perusahaan swasta Israel)," ujarnya. 

Selama ini, kata dia, kerja sama ekonomi yang sudah terjalin ada di sektor pertanian sejak 2014 lalu. Kegiatan ini terwujud dengan mengirimkan SDM ke Israel untuk belajar teknologi pangan. 

Baca Juga: Kemenkum HAM: Belum Ada Pengajuan Calling Visa dari Warga Israel

2. Beberapa negara memilih membuka hubungan diplomatik atas kepentingan nasional negaranya

Kemenlu: Tidak Ada Lobi-lobi Buka Hubungan Diplomatik dengan IsraelPresiden Trump bersama petinggi Israel, Bahrain dan Uni Emirat Arab (www.twitter.com/@WhiteHouse)

Saat ini tercatat sudah ada tujuh negara yang mayoritas berpenduduk Muslim telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Terakhir negara yang sepakat untuk melakukan normalisasi adalah Maroko. Enam negara lainnya yaitu Turki, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, dan Bhutan. 

Dalam pandangan Faisal tujuh negara itu bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel semata-mata karena faktor menguntungkan kepentingan negaranya. "Sama sekali tidak ada yang mementingkan soal Palestina. Isu Palestina itu semakin terpinggirkan, bahkan seperti yang saya tulis 2008 lalu, Palestina itu hanya negara khayalan," kata pria yang pernah menulis buku berjudul "Ironi Palestina" pada 2010 lalu. 

Sebab, bila ingin hidup berdampingan sebagai dua negara, maka hal yang harus dikompromikan benar-benar menyakitkan. Israel harus merelakan kota Yerusalem Timur menjadi ibu kota bagi Palestina. "Bila tidak ada yang mau ngalah, ya tidak akan pernah ada negara Palestina," ujarnya. 

3. Israel dan Indonesia dinilai sama-sama butuh untuk urusan kerja sama ekonomi

Kemenlu: Tidak Ada Lobi-lobi Buka Hubungan Diplomatik dengan IsraelANTARA FOTO/REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa

Faisal tak menampik bahwa antara Indonesia dan Israel sama-sama saling membutuhkan untuk kerja sama ekonomi. Hal itu tidak terlepas dari pengaruh Presiden AS, Donald J. Trump yang juga menggunakan pengaruhnya ke negara lain.

Sebab, di bawah Trump, hubungan Israel dan Negeri Paman Sam semakin erat. Bahkan, Trump tidak ragu menawarkan ke negara lain bila ingin berhubungan dengan AS, maka negara tersebut harus bersedia membuka hubungannya dengan Israel. 

"Yang dilakukan oleh Trump ini termasuk terobosan. Ia juga mengajarkan ke para pemimpin negara Muslim yang namanya sahabat ya harus begini. Meski di mata dunia internasional, kebijakan itu tidak populer, tapi ia berhasil menunjukkan ke pemimpin negara muslim, sebagai sahabat ya jangan setengah-setengah membela teman," kata dia. 

Di sisi lain, organisasi yang menaungi negara-negara berpenduduk Muslim seperti OKI dan Liga Arab tidak bersuara ketika isu perdamaian di Palestina semakin terpinggirkan. 

Baca Juga: Mengapa Bahrain dan UEA Mau Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya