Kemenlu: WNI yang Ingin Keluar dari Myanmar Bisa Gunakan 2 Maskapai

Kini tersisa 424 WNI yang masih ada di Myanmar

Jakarta, IDN Times - Situasi di Myanmar paska terjadi kudeta yang dilakukan oleh junta militer membuat khawatir sebagian warga asing, termasuk WNI. Mereka akhirnya memilih meninggalkan Myanmar. 

KBRI di Yangon pada Kamis, 4 Maret 2021 mengeluarkan notifikasi bagi WNI di sana bahwa statusnya sudah berada pada siaga II. Direktur Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan makna siaga II itu meminta agar WNI menghindari bepergian termasuk ke tempat kerja bila tidak ada keperluan yang sangat mendesak. 

"Sedangkan, bagi WNI dan keluarganya yang tidak memiliki keperluan dan pekerjaan yang esensial, maka dapat mempertimbangkan untuk memanfaatkan penerbangan kembali ke Indonesia yang saat ini masih tersedia," ujar Judha melalui keterangan tertulis pada Kamis kemarin. 

Kepada IDN Times, Judha menjelaskan sudah ada 17 WNI yang meninggalkan Myanmar sejak terjadinya kudeta. Tetapi, ia mengaku tidak tahu alasan kepulangan mereka ke tanah air. 

"Bisa jadi karena kontrak kerjanya sudah habis di Myanmar atau ada keperluan di Indonesia. Kami tidak menanyakan sedetail itu," ujarnya melalui telepon pada Jumat, 5 Maret 2021. 

Ia mengatakan kini di Myanmar tersisa 424 WNI. Angka itu sudah termasuk keluarga diplomat Indonesia yang bertugas di Myanmar. Diplomat senior itu juga menjelaskan bagi WNI yang ingin kembali ke tanah air, tidak ada kesulitan berarti meski akan dilakukan di masa pandemik.

Maskapai apa saja yang masih bisa digunakan pulang ke Indonesia dari Myanmar?

Baca Juga: Pesan Haru Ma Kyal Sin, Demonstran Myanmar yang Mati Ditembak Militer

1. Singapore Airlines dan Myanmar Airlines masih layani penerbangan ke Myanmar

Kemenlu: WNI yang Ingin Keluar dari Myanmar Bisa Gunakan 2 MaskapaiIlustrasi Pesawat. (IDN Times/Arief Rahmat)

Judha menjelaskan saat ini ada dua maskapai yang masih melayani penerbangan ke Myanmar dan dapat digunakan oleh WNI. Dua maskapai itu yakni Singapore Airlines dan Myammar Airlines. 

"(Maskapai) SQ tiga kali penerbangan dalam sepekan ke Singapura. Sedangkan, Myanmar Airlines melayani rute Yangon menuju ke Kuala Lumpur dua kali (dalam sepekan)," kata diplomat yang pernah bertugas di PTRI Jenewa, Swiss itu. 

Judha juga menjelaskan hingga saat ini WNI yang masih bermukim di Myanmar dalam kondisi aman dan tak menjadi sasaran polisi. Berdasarkan data yang dirilis oleh media total sudah ada 54 orang tewas sejak junta lakukan kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu. 

Sedangkan, lebih dari 1.700 orang telah ditahan oleh junta militer. Termasuk di dalamnya satu warga Australia, Sean Turnell. Harian The Guardian, 9 Februari 2021 lalu melaporkan Turnell yang merupakan Direktur Myanmar Development Institute merupakan penasihat kunci di bidang ekonomi bagi Aung San Suu Kyi. 

"Saya sedang ditahan saat ini dan kemungkinan akan dikenakan dakwaan. Saya tidak tahu apa kemungkinan dakwaannya dan mereka dapat mengendakan dakwaan apa saja," ungkap Turnell. 

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah

2. Kemenlu nilai proses evakuasi WNI dari Myanmar belum mendesak untuk dilakukan

Kemenlu: WNI yang Ingin Keluar dari Myanmar Bisa Gunakan 2 MaskapaiDirektur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha (Dokumentasi Kemenlu)

Sementara, dalam keterangan tertulisnya, Judha menyebut hingga saat ini pemerintah menilai evakuasi bagi WNI dari Myanmar belum mendesak untuk dilakukan. Sebab, penerbangan komersial masih tersedia. 

"Tetapi, Kemlu dan KBRI Yangon akan terus memantau perkembangan situasi di Myanmar," ungkapnya. 

Kemenlu juga menyediakan nomor hotline yang bisa dihubungi oleh WNI yang membutuhkan informasi yaitu. +9595037055 dan hotline pelindungan WNI di Kemenlu 0812 9007 0027. 

3. Menlu Retno sempat meminta agar Myanmar tak gunakan kekerasan hadapi demonstran

Kemenlu: WNI yang Ingin Keluar dari Myanmar Bisa Gunakan 2 MaskapaiMenlu Retno Marsudi (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Sementara, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyerukan agar aparat militer di Myanmar tidak menggunakan kekerasan dalam menghadapi pendemo. Sehingga, tidak perlu lagi jatuh korban jiwa. 

"Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh. Serta mencegah situasi tidak semakin buruk," tulis Kemenlu dalam pernyataan resmi pada 28 Februari 2021 lalu. 

Kemenlu mengatakan Indonesia sangat prihatin atas meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan korban jiwa. "Ucapan duka cita dan bela sungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarganya," tulis mereka lagi. 

Namun, pernyataan itu justru menimbulkan kritik di dalam negeri. Pemerintah dianggap tidak bercermin terhadap cara aparat kepolisian dalam menghadapi aksi demonstrasi di tanah air. Sebab, dalam beberapa aksi demonstrasi di dalam negeri, juga menimbulkan korban jiwa. 

Baca Juga: Situasi Kian Mencekam, Dubes RI Imbau WNI Tinggalkan Myanmar 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya