Mahasiswa di Thailand Gelar Demo Terbesar Tuntut Reformasi Monarki

Demonstran menuntut hapus hukum larangan mengkritik raja

Jakarta, IDN Times - Puluhan ribu mahasiswa Thailand diprediksi akan turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa, pada Sabtu (19/9/2020), di depan kantor Perdana Menteri yang dikenal dengan nama "Government House."

Mereka mendesak Prayut Chan-o-cha mundur dari kursi perdana menteri, dan menuntut dihapuskannya hukum yang melarang kritik terhadap keluarga kerajaan. 

Harian Singapura, The Straits Times hari ini melaporkan, diprediksi akan ada 100 ribu mahasiswa yang ikut serta dalam aksi demonstrasi. Salah satu pemimpin aksi demo, Parit Chiwarak mengatakan, protes yang digelar hari ini akan menorehkan sejarah karena jadi demonstrasi terbesar di Thailand setelah 2014 lalu. Sedangkan, kepolisian Thailand mengatakan, jumlah demonstran yang turun ke jalan mencapai 50 ribu. 

Puluhan ribu mahasiswa tersebut akan berkumpul di Universitas Thammasat, Bangkok dan berjalan menuju kantor perdana menteri. Aksi unjuk rasa di tengah pandemik COVID-19 ini merupakan demo lanjutan, yang sudah digelar pada Agustus lalu.

Bulan lalu mahasiswa menyampaikan 10 tuntutan, termasuk di antaranya agar ada reformasi terhadap sistem kerajaan di Negeri Gajah Putih. Parit mengatakan, para demonstran akan kembali menyerukan tuntutan tersebut. 

Manajemen Universitas Thammasat sudah menyampaikan, tidak mengizinkan area mereka dijadikan titik kumpul para demonstan. Namun, mahasiswa seolah tak mempedulikan hal tersebut. 

Sementara, PM Prayut mengatakan, akan membiarkan aksi unjuk rasa sepanjang akhir pekan ini. Tetapi, tuntutan mereka agar melakukan reformasi terhadap keluarga Kerajaan Thailand tidak akan bisa diterima. 

"Ada begitu banyak orang yang memiliki masalah dan berharap masalahnya bisa segera dicarikan solusi. Mereka tidak hanya anak-anak muda saja. Apa yang mereka lakukan ini sudah sesuai? Ini benar-benar sudah keterlaluan," ungkap PM Prayuth yang dikutip stasiun berita Al Jazeera, 12 Agustus 2020. 

Mengapa para demonstran menuntut reformasi terhadap sistem monarki di Thailand? Sebab, bagi mayoritas warga Thailand, raja adalah sosok yang harus dihormati karena titisan dari Tuhan. 

Baca Juga: Polisi Thailand Ciduk Seorang WNI Gegara Diduga Jual Senjata Ilegal

1. Demonstran menuntut sistem monarki diubah dari absolut menjadi konstitusional

Mahasiswa di Thailand Gelar Demo Terbesar Tuntut Reformasi MonarkiAnon Nampa, pengacara HAM yang mendorong reformasi kerjaan di Thailand (www.bangkokherald.com)

Membicarakan isu raja apalagi mengkritiknya merupakan isu yang tabu di Thailand. Bahkan, ada hukum yang khusus mengatur itu yang diberi nama "lesse majeste." Di dalam konstitusi Thailand tertulis, bila terbukti mengkritik dan menghina keluarga kerajaan, maka bisa dibui maksimal hingga 15 tahun.

"Raja akan dinobatkan dan dipuja oleh rakyatnya. Tidak ada satupun individu yang menuding Raja akan perbuatan apapun," demikian isi salah satu Pasal 112. Bagi individu yang dituding menghina Raja Thailand, maka akan melalui persidangan yang tertutup. 

Stasiun berita BBC melaporkan, sejak lahir warga Thailand diajarkan untuk menghormati, memuja dan mencintai keluarga kerajaan. Tetapi, di sisi lain mereka takut terhadap konsekuensi hukum bila membicarakan isu tabu tersebut. Beberapa aktivis yang memilih kabur dari Thailand lantaran mengkritik keluarga kerajaan kemudian diculik dan dibunuh. 

Namun, dalam aksi protes yang digelar pada 3 Agustus 2020, muncul satu sosok yang dianggap sebagai pimpinan. Ia adalah pengacara HAM, Anon Nampa. 

Dikutip dari harian South China Morning Post (SCMP), seruan Anon pada awal Agustus lalu agar ada pembatasan kekuasaan di keluarga kerajaan, menggegerkan dunia politik Thailand. Sebab, jarang ada yang berani membicarakan hal tersebut secara terbuka. 

"Saya pikir siapa pun harus diberikan kebebasan untuk berbicara secara terbuka dan memberikan kritik konstruktif bagi kerajaan," ungkap Anon. 

"Saya rasa masyarakat kini semakin terbuka mengenai isu ini," tuturnya lagi. 

Dalam orasinya pada unjuk rasa awal Agustus lalu, Anon mengatakan, tak ingin menggulingkan keluarga kerajaan. Namun, ia memimpikan sebuah kerajaan yang bisa berdampingan dengan demokrasi. 

"Kita harus mampu mencapai tujuan ini di generasi kita," seru Anon ketika itu. 

Baca Juga: 5 Negara di Dunia yang Tidak Pernah Dijajah dan Alasannya

2. Keluarga Kerajaan Thailand meminta jangan ada satu pun warga yang dikenai dakwaan hukum 'lese majeste' saat ini

Mahasiswa di Thailand Gelar Demo Terbesar Tuntut Reformasi MonarkiIlustrasi penjaga di Istana Kerajaan Thailand (ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva)

Sementara, Keluarga Kerajaan hingga kini tidak bersedia memberikan komentar terhadap tuntutan Anon. PM Prayuth Chan-Ocha pun mengatakan, keluarga kerajaan secara spesifik meminta agar tidak ada satu pun warga Thailand yang dijerat dengan Pasal Penghinaan Raja atau lese majeste. 

Namun, seruan agar sistem monarki absolut diubah menjadi konstitusional jelas membuat Kerajaan Thailand marah. Anon sempat ditahan selama beberapa hari di kantor polisi akibat pernyataannya itu. Namun, anehnya ia dijerat dengan pasal yang tidak terkait dengan aksi demonstrasi pada awal Agustus. 

Hal itu menyebabkan protes lebih besar di antara para demonstran. Mereka akhirnya ikut berunjuk rasa di depan kantor polisi. Anon pun akhirnya dibebaskan usai membayar jaminan. 

Individu lainnya yang dijadikan ikon aksi protes di Thailand adalah mahasiswi berusia 21 tahun, Panusaya Sithijiwarattanakul. Ia menjadi sorotan karena pada Agustus lalu ikut menyuarakan tantangan terbuka kepada monarki. 

"Saya tahu hidup saya tidak akan pernah sama lagi," ungkap Panusaya kepada stasiun berita BBC

Ia turut membacakan tuntutan agar Kerajaan Thailand direformasi, antara lain monarki bertanggung jawab kepada institusi yang dipilih oleh rakyat, anggaran kerajaan dipangkas, dan monarki tidak ikut campur tangan dalam urusan politik. 

Ketika berorasi, Panusaya menyerukan bahwa semua manusia terlahir sama dan memiliki darah merah.

"Tidak ada seorang pun di dunia ini yang lahir dengan darah biru. Beberapa orang mungkin terlahir lebih beruntung dari yang lain, tetapi tidak ada yang terlahir lebih mulia dari orang lain," katanya ketika itu yang disambut tepuk tangan meriah dari para demonstran. 

Sejak ikut terlibat dalam aksi unjuk rasa, Panusaya kemudian ikut dimonitor intel dari kepolisian Thailand. 

3. Selama pandemik COVID-19, Raja Thailand memilih isolasi diri di hotel mewah di Jerman

Mahasiswa di Thailand Gelar Demo Terbesar Tuntut Reformasi MonarkiRaja Thailand, Maha Vajiralongkorn (ANTARA FOTO/Thailand Royal Household via REUTERS)

Di saat negaranya sedang dilanda resesi dan berjuang agar bisa bertahan dari pandemik COVID-19, Raja Thailand, Vajiralongkorn, memilih mengisolasi diri di sebuah hotel mewah di Jerman. Dikutip dari laman Deutsce Welle, Raja Vajiralongkorn dilaporkan tidak sendirian di sana. Ia didampingi rombongan cukup besar termasuk 20 perempuan. 

Informasi mengenai Raja Vajiralongkorn memilih berada di Jerman sudah diketahui oleh media lokal sejak akhir Maret lalu. Ia menggunakan pesawat pribadi jenis Boeing 737 lalu mengunjungi beberapa kota termasuk Hanover, Leipzig, dan Dresden. Bahkan, ia dikabarkan masih tetap berada di Jerman hingga saat ini. 

Lantaran hal itu, publik Thailand di media sosial ramai-ramai menyuarakan tagar #whydoweneedaking yang diunggah ulang hingga 1 juta kali. 

Baca Juga: Polisi Thailand Ciduk Seorang WNI Gegara Diduga Jual Senjata Ilegal

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya