Menlu Minta Tiongkok Hadirkan Warganya Jadi Saksi untuk Kasus ABK

Empat ABK WNI ditemukan meninggal di kapal Long Xing 629

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah melayangkan permintaan resmi kepada Pemerintah Tiongkok agar menghadirkan warganya sebagai saksi untuk membantu proses penyidikan perkara dugaan perbudakan di Kapal Long Xing 629. Akibat tindakan perbudakan itu, empat ABK WNI yang sempat bekerja di kapal tersebut ditemukan meninggal dunia. Tiga jenazah di antaranya dilarung ke laut. 

Kasusnya menjadi sorotan publik Tanah Air, usai hal ini diangkat oleh stasiun berita media Korea Selatan, MBC News. Bahkan, mereka turut menayangkan video jenazah salah satu ABK yang dilarung di tengah laut lepas. 

"Pemerintah telah secara resmi meminta dihadirkannya warga negara RRT sebagai saksi untuk kasus ini. Permintaan itu telah disampaikan ke Kedutaan Tiongkok di Jakarta," ungkap Retno ketika memberikan keterangan pers virtual pada Jumat, 10 Juli 2020. 

Salah satu warga negara yang dibutuhkan keterangannya yakni nahkoda kapal penangkap ikan. Menlu perempuan pertama di Indonesia itu berjanji akan menegakan keadilan bagi para ABK yang jadi korban eksploitasi. Salah satu caranya termasuk melalui mekanisme kerja sama hukum antara kedua negara. 

Sementara, Bareskrim Mabes Polri, tutur mantan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka termasuk para petinggi perusahaan yang mengirimkan ABK untuk bekerja ke luar negeri. Mereka adalah JK dari PT SMG, KMF dari PT LPB, dan WG dari PT APJ. 

Lalu, bagaimana modus yang digunakan oleh para tersangka untuk mengirimkan ABK ke luar negeri hingga akhirnya bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok?

1. Tiga tersangka menjanjikan para ABK bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Korea Selatan

Menlu Minta Tiongkok Hadirkan Warganya Jadi Saksi untuk Kasus ABK(Ilustrasi jenazah ABK Indonesia dilarung dari kapal Long Xing 629) YouTube/MBC News Korsel

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono ketika memberikan keterangan pers pada 22 Juni 2020 lalu menjelaskan tiga tersangka ini memiliki modus menjanjikan para korban untuk bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Korea Selatan. Para ABK dijanjikan bekerja secara legal dan sesuai dengan kesepakatan tertulis. 

Korban juga diiming-imingi dengan gaji besar yakni US$4.200 (setara Rp60 juta) untuk 14 bulan waktu kerja. Tetapi, korban yang diberangkatkan melalui PT APJ tak menerima gaji sama sekali. Sedangkan, kru kapal yang diberangkatkan oleh PT SMG hanya menerima upah sebesar US$1.350 (setara Rp19,4 juta) selama 14 bulan bekerja. 

Gaji kru kapal yang diberangkatkan oleh PT LPB malah dipotong. Pada akhirnya, korban hanya menerima US$650 (setara Rp9,3 juta) dari upah yang dijanjikan. 

Tiga tersangka dijerat dengan pasal 4 UU nomor 21 tahun 2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya yakni bui 15 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. 

Selain itu, Polri juga menetapkan dua tersangka lainnya dalam kasus dugaan TPPO. Keduanya yaitu Direktur PT LPB atas nama MK dan S penerima ABK dari PT LPB. Polri juga menangkap Direktur PT SMG berinisial Z. Dengan demikian sudah ada enam tersangka yang dicokok oleh pihak kepolisian. 

Baca Juga: Kronologi 3 Jasad ABK RI yang Kerja di Kapal Tiongkok Dilarung di Laut

2. Kemenlu sebut Tiongkok bentuk satgas untuk selidiki kasus ABK WNI

Menlu Minta Tiongkok Hadirkan Warganya Jadi Saksi untuk Kasus ABKPetugas saat melakukan evakuasi seorang anak buah kapal dari kapal kargo MV Loch Long yang mengalami sakit (IDN Times/Saifullah)

Sementara, sebelumnya, otoritas Tiongkok telah membentuk satuan tugas untuk melakukan investigasi terhadap permasalahan yang dialami oleh ABK di kapal berbendera Tiongkok. Dalian merupakan kota asal dari perusahaan pemilik kapal penangkap ikan Long Xing 629. 

"Pemprov Dalian (di Tiongkok) telah membentuk satgas antardepartemen untuk melakukan investigasi yang komprehensif," kata Direktur Perlindungan WN Kemenlu, Judha Nugraha pada 17 Juni 2020 lalu. 

Satgas itu, kata dia, akan menelusuri mengenai pelarungan jenazah, gaji dan kondisi di atas kapal. Kemenlu pun, kata Judha, mengaku siap membantu memfasilitasi Polri bila membutuhkan kerja sama investigasi dengan Tiongkok. 

"Kami siap membantu Polri bila memerlukan kerja sama investigasi dengan pihak RRT melalui mekanisme Mutual Legal Assistance," tutur dia lagi. 

3. Ada sembilan WNI yang meninggal di kapal berbendera Tiongkok

Menlu Minta Tiongkok Hadirkan Warganya Jadi Saksi untuk Kasus ABK(Ilustrasi orang meninggal) IDN Times/Mia Amalia

Berdasarkan data yang dimiliki oleh organisasi Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia pada periode Desember 2019 hingga Juni 2020 tercatat sudah ada sembilan WNI yang bekerja di kapal berbendera Tiongkok dan meninggal dunia. Sementara, data yang dimiliki oleh Kemenlu berbeda. 

Berikut data berisi sembilan ABK yang meninggal atau hilang di laut: 

1. 21 Desember 2019 (jenazahnya dikubur di laut)

Sepri bekerja di Kapal Long Xing 629

2. 27 Desember 2019 (jenazahnya dikubur di laut)

Alfatah bekerja di Kapal Long Xing 802

3. 16 Januari 2020 (jenazahnya dikubur di laut)

Hardianto bekerja di Kapal Luqing Yuan Yu 623

4. 30 Maret 2020 (jenazahnya dikubur di laut)

Ari bekerja di Kapal Tian Yu 8

5. 7 April 2020 (lompat ke laut hingga sekarang belum ditemukan di perairan Selat Malaka)

Aditya Sebastian

6. 7 April 2020 (lompat ke laut hingga sekarang belum ditemukan di perairan Selat Malaka)

Sugiyana Ramadhan

7. 27 April 2020 (meninggal di RS Busan, Korea Selatan)

Effendi Pasaribu 

8. 22 Mei 2020 (meninggal di Pakistan)

Eko Suyanto bekerja di Kapal FV Jin Shung

9. 20 Juni 2020 

Alfriandi bekerja di kapal FV Lu Huang Yuan Yu 118

Baca Juga: Jenazah ABK Disebutkan Boleh Dilarung  di Laut, Ini Syaratnya

Topik:

Berita Terkini Lainnya