Menlu Retno Berharap Swiss Segera Sahkan Perjanjian Hukum Timbal Balik

MLA bisa bantu RI tarik kembali aset yang ada di Swiss

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta Pemerintah Swiss agar segera mengesahkan perjanjian mutual legal assistance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik. Indonesia telah mengesahkan perjanjian itu pada 14 Juli 2020 lalu dan dibentuk menjadi undang-undang. 

Perjanjian bantuan hukum timbal balik itu antara lain mengatur tentang bantuan pelacakan, penghadiran saksi, hingga permintaan dokumen, rekaman, dan bukti. Permintaan itu disampaikan oleh Retno ketika bertemu dengan mitranya saat melakukan kunjungan dinas ke Bern, Swiss, Jumat 16 Oktober 2020.

Padahal, perjanjian MLA itu sudah diteken oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter pada 4 Februari 2019 lalu. 

"Kami mengharapkan kiranya ratifikasi perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dapat segera diselesaikan oleh Swiss," kata Retno Jumat malam. 

Seperti yang sudah diketahui, Swiss menawarkan kepada klien mereka kerahasiaan identitas dan keamanan yang sulit ditembus. Fasilitas ini kemudian banyak dimanfaatkan oleh para miliuner dan pejabat berwenang untuk menyimpan dananya di bank-bank di Swiss. Sering kali dana yang disimpan diperoleh dari aktivitas yang melanggar hukum.  Apakah kerja sama ini bermakna positif bagi Indonesia?

1. Swiss hanya bersedia mengungkap data pemilik rekening dari 2018, tapi tak bisa buka data sebelum tahun itu

Menlu Retno Berharap Swiss Segera Sahkan Perjanjian Hukum Timbal BalikIlustrasi bendera Swiss (authentis.swiss/why-switzerland/)

Laman GQ 3 Mei 2020 lalu mengatakan, era kerahasiaan bagi pemilik akun bank di Swiss sudah berakhir. Pada Oktober 2018 lalu, Badan Federal Pajak Swiss (FTA) mulai mengungkap informasi mengenai identitas pemilik rekening dan asal kewarganegaraan mereka.

Informasi yang diungkap oleh FTA kepada pemerintah termasuk nama, alamat, negara asal, jumlah dana di akun bank, dan data-data lainnya yang dibutuhkan untuk memastikan apakah dana yang tersimpan di akun bank di luar negeri sudah terdata. Biasanya oleh pemerintah, dana yang tersimpan di bank-bank ini juga akan dikenakan pajak. 

Namun, yang menarik, Swiss hanya bersedia mengungkap data rekening dari tahun 2018 ke atas. Secara teori, bila kamu memiliki akun di bank di Swiss sebelum 2018, lalu dibantu nasihat dari seorang pengacara dan akuntan, maka data yang bisa diungkap tetap terbatas. Ini salah satu alasan mengapa masih banyak orang-orang kaya yang menaruh uangnya di bank di Swiss. 

Baca Juga: Hasil Studi: Swiss Jadi Negara Teraman Selama Pandemik COVID-19

2. KPK menilai kapasitas penegak hukum jadi faktor utama untuk mengambil duit koruptor di bank Swiss

Menlu Retno Berharap Swiss Segera Sahkan Perjanjian Hukum Timbal BalikNawawi Pomolango melambaikan tangan usai usai menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019). ANTARA FOTO/Aditya Putra

Mengenai pengesahan MLA antara Indonesia dan Swiss, ditanggapi secara positif oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango. Namun, ia tetap mengingatkan aparat penegak hukum dituntut untuk bertindak profesional dan ahli, sehingga bisa dengan mudah mengembalikan aset-aset milik koruptor yang ada di luar Indonesia, termasuk di Swiss. 

Menurut Nawawi, dengan adanya MLA kerja sama internasional memang menjadi lebih kuat. Tetapi, kapasitas penegak hukum yang menjadi faktor utama.

"Jadi, dengan sikap profesional dan keahliannya, aparat penegak hukum bisa memetakan keberadaan alat bukti, memetakan aset baik yang ada di dalam maupun di luar negeri," tutur pria yang sempat menjadi hakim tipikor itu kepada media pada 14 Juli 2020 lalu. 

Ia menambahkan, hal lain yang kini dibutuhkan oleh komisi antirasuah adalah undang-undang tentang perampasan aset serta pengaturan sejumlah tindak pidana korupsi sesuai Konvensi Antikorupsi PBB. Nawawi mengungkapkan, beberapa aturan korupsi yang sudah berlaku di dunia namun belum berlaku di Indonesia antara lain perdagangan pengaruh atau trading in influence.

3. Swiss memasukkan Indonesia ke dalam negara yang jadi prioritas kerja sama

Menlu Retno Berharap Swiss Segera Sahkan Perjanjian Hukum Timbal BalikMenlu Retno Marsudi didampingi Menteri BUMN Erick Thohir berkunjung ke Swiss (Dokumentasi PTRI Jenewa)

Selain mendorong agar Swiss mengesahkan perjanjian bantuan hukum imbal balik, Retno juga menyampaikan, Indonesia sudah masuk ke dalam daftar negara yang menjadi prioritas pembangunan kerja sama untuk periode 2021-2024. Lalu, Indonesia mengusulkan agar isu kesehatan ikut dimasukkan ke dalam salah satu bidang kerja sama. 

"Kerja sama ini dapat berupa antara lain penguatan kerja sama antar institusi, telemedicine, riset, dan inovasi," tutur Retno. 

Indonesia, kata dia, juga mengharapkan agar ratifikasi IE CEPA dari pihak Swiss bisa segera dilakukan. Proses negosiasi investasi bilateral diharapkan bisa diselesaikan paling lambat tahun 2021. 

Retno turut menyinggung mengenai nota kesepahaman mengenai buruh dan ketenagakerjaan. Ia mengusulkan agar di dalam MoU turut memasukkan poin adanya kerja sama pendidikan vokasi dan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK).

Baca Juga: 6 Alasan Kenapa Swiss Harus Masuk dalam Travel Wishlist Kamu

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya