PM Hassan Diab Mundur Sepekan Usai Ledakan Hebat Hantam Lebanon

Dia menyebut pemerintahan di Lebanon terlalu korup

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengumumkan mundur dari jabatannya, Senin malam, 10 Agustus 2020. Diab memutuskan mundur satu pekan setelah ledakan dahsyat di negaranya. Dia mengumumkan mundur melalui stasiun televisi nasional di Lebanon. 

Dalam pernyataannya Senin malam waktu Lebanon, Hassan yang baru ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) pada Januari lalu mengatakan, dia dan para menteri telah memiliki rencana untuk menyelamatkan Lebanon. Namun, perilaku korup para elite di negaranya telah menghalangi upaya perbaikan tersebut. 

"Bencana yang kini menghantam warga Lebanon hingga ke titik nadir merupakan hasil dari perilaku korup yang kronis di sektor politik, pemerintahan, dan negara ini sendiri," ungkap Hassan yang dikutip dari harian Australia, The Sydney Morning Herald, Selasa (11/8/2020). 

Dampak dari ledakan pada 4 Agustus 2020, kata Hassan terlalu besar. Tetapi, justru tujuan para elite hanya ingin mengedepankan kepentingan politik dan menyampaikan wacana yang menguntungkan secara politis. 

"Padahal, kita diminta untuk membawa amanah dan tuntutan warga Lebanon. Namun, sebuah dinding yang tebal dan berduri memisahkan kita dari sebuah perubahan. Sebuah dinding yang menghalalkan berbagai cara untuk mempertahankan posisi serta kemampuannya mengendalikan negara ini," tutur dia lagi. 

Pertanyaan yang kemudian muncul usai Hassan dan para menterinya kompak memutuskan mundur, lalu bagaimana nasib Pemerintahan Lebanon?

Baca Juga: Usai Ledakan Dahsyat Beirut, Pemerintah Lebanon Alami Krisis Politik

1. PM Hassan Diab geram rezim Lebanon membiarkan ribuan ton amonium nitrat tanpa pengawasan

PM Hassan Diab Mundur Sepekan Usai Ledakan Hebat Hantam LebanonTampilan gudang di Lebanon sebelum dan sesudah terjadi ledakan pada 4 Agustus 2020 (ANTARA FOTO/Satellite image (c)2020 Maxar Technologies/via REUTERS)

Di dalam pidato pengunduran dirinya, Hassan mengaku tak habis pikir mengapa rezim pemerintahan sebelumnya yang telah mengetahui adanya ribuan ton amonium nitrat tersimpan di dalam gudang, justru tak mengawasi zat berbahaya tersebut.

Ribuan ton amonium nitrat itu disita oleh otoritas Pelabuhan Beirut pada 2013 lalu dari sebuah kapal berbendera Moldova, yang berlayar dari Batubumi, Georgia menuju ke Mozambik.

Tetapi, kapal itu sempat mampir ke Beirut, Lebanon untuk mengambil muatan tambahan. Berdasarkan dokumen muatan kapal, zat kimia itu dibeli oleh Fabrica de Explosivos, perusahaan industri yang membuat alat peledak. 

"Kita semua tahu bahwa kita (pemerintah) telah membawa ancaman bagi rakyat Lebanon. Kesuksesan pemerintahan ini berarti sebuah perubahan besar bagi kelompok penguasa yang telah membuat negara ini sesak dengan praktik korupsinya," kata Hassan. 

"Kini, kita akan mengikuti tuntutan rakyat agar mereka yang bertanggung jawab terhadap bencana ini, dan telah bersembunyi selama tujuh tahun agar diproses hukum. Kami juga akan memenuhi keinginan mereka untuk memperoleh perubahan besar," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Begini Kronologi Ribuan Ton Amonium Nitrat Masuk ke Beirut dan Meledak

2. Parlemen akan memilih perdana menteri baru Lebanon

PM Hassan Diab Mundur Sepekan Usai Ledakan Hebat Hantam Lebanon(Seorang perempuan berjalan melewati mobil rusak menyusul ledakan yang terjadi pada hari Selasa di area pelabuhan Beirut, Libanon, Minggu (9/8/2020)) ANTARA FOTO/REUTERS/Hannah McKay

Kendati PM Hassan dan kabinetnya telah memutuskan mundur, namun ia tetap diminta oleh Presiden Michel Aoun untuk bertahan sementara waktu hingga pimpinan baru terpilih. Pemilihan PM baru kini berada di tangan parlemen Lebanon. Stasiun berita BBC melaporkan, proses pemilihan PM baru tidak akan mudah karena melibatkan proses politik yang terbelah di dalam negeri. 

Selain itu, proses politik yang semacam itu sudah diprotes oleh warga Lebanon. Aksi protes warga bahkan telah berlangsung sejak akhir pekan lalu. 

Proses politik untuk bisa memilih PM baru tidak mudah dilakukan. Sebab, kekuasaan di Lebanon terbagi antara para pimpinannya dari beberapa kelompok agama berbeda. 

Belum lagi usai terjadi perang sipil pada periode 1975-1990, sejumlah panglima perang malah ikut masuk ke dalam pemerintahan dan menduduki jabatan penting. Individu-individu ini kemudian mengendalikan Lebanon di bidang politik, ekonomi, dan sosial. 

Usai mengumumkan pengunduran dirinya, PM Hassan langsung menyerahkan surat tersebut ke Presiden Michel. Pengunduran diri Hassan pun diterima. 

3. Kematian akibat ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020 mencapai 220 orang

PM Hassan Diab Mundur Sepekan Usai Ledakan Hebat Hantam LebanonKerusakan akibat ledakan gudang bahan peledak di Beirut, Lebanon (ANTARA FOTO/REUTERS/pras)

Sementara, berdasarkan data terbaru dari Gubernur Beirut Marwan Abboud, angka kematian akibat ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020 lalu telah bertambah menjadi 220 orang. Selain itu, masih ada 110 orang lainnya yang dinyatakan hilang. 

Bahkan, menurut laporan stasiun televisi Al Jadeed, banyak pekerja asing dan pengemudi truk yang ikut hilang serta belum ditemukan. Akibat ledakan itu pula, sebanyak 300 ribu warga Lebanon kehilangan tempat tinggal. Banyak yang terpaksa harus menetap di rumah mereka yang sudah rusak tanpa memiliki jendela. 

Pemerintah Lebanon memperkirakan kerugian akibat ledakan yang terjadi pada pekan lalu mencapai US$20 miliar atau setara Rp218,5 triliun. Namun, pemerintah tidak akan sanggup memulihkan kerugian fisik akibat ledakan, lantaran mereka tak memiliki dana. Sebelum terjadi ledakan, Lebanon telah dijerat krisis ekonomi. 

Baca Juga: Pemerintah Lebanon Perkirakan Kerugian Akibat Ledakan Capai Rp218,5 T

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya