PM Muhyiddin: Malaysia Akan Gelar Pemilu saat Pandemik Berlalu

Malaysia lihat lonjakan COVID-19 usai gelar pemilu di Sabah

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengatakan Malaysia baru akan menggelar pemilu bila pandemik COVID-19 selesai. Yassin mengaku tak ingin mengulang peristiwa pemilu di Sabah, yang menimbulkan gelombang kedua pandemik. 

Stasiun berita Al Jazeera, Minggu, 29 November 2020 melaporkan kesimpulan itu disampaikan Yassin tak lama usai ia berhasil membalikan situasi dan meraih dukungan, agar anggaran bagi pemerintahannya lolos.

Pada Kamis pekan lalu, parlemen Negeri Jiran menyetujui anggaran terbesar yang pernah dibuat, melalui pemungutan suara. Anggaran itu tetap diloloskan meski sempat mendapat ancaman dari kelompok oposisi dan sekutunya untuk menghancurkan rencana belanja anggaran pada 2021, yang diprediksi bisa memicu krisis ekonomi. 

"Dengan restu Tuhan, ketika COVID-19 selesai, kita akan menggelar pemilihan umum. Kita akan kembalikan mandat rakyat dan membiarkan mereka yang memilih pemerintahan mana yang diinginkan," ungkap Muhyiddin pada akhir pekan lalu pada pertemuan tahunan Partai Bersatu yang digelar secara virtual. 

Apa yang dilakukan Malaysia untuk mengendalikan pandemik COVID-19 di negaranya?

1. PM Muhyiddin sudah berbicara dari hati ke hati dengan pemimpin koalisi UMNO agar solid

PM Muhyiddin: Malaysia Akan Gelar Pemilu saat Pandemik Berlalu(Perdana Menteri baru Malaysia Muhyiddin Yassin) www.thestar.my

Muhyiddin mulai berkuasa sejak Maret 2020, usai menarik partainya untuk berkoalisi Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan partai lainnya. Naiknya Muhyiddin memupuskan harapan Anwar Ibrahim menggantikan Dr Mahathir Muhammad untuk duduk di kursi PM. Maka tak heran bila pemerintahan Muhyiddin terus tertatih-tatih dihadang intrik politik. 

Kepada publik, Muhyiddin mengaku sudah berbicara dari hati ke hati dengan pemimpin UMNO, Ahmad Zahid Hamidi. Ia mengatakan sudah berhasil menemukan titik tengah di antara para sekutunya. 

"Kami tidak berpisah. Kami tidak boleh bertengkar di antara kalangan sendiri," kata pemimpin berusia 73 tahun itu. 

Muhyiddin mengaku bisa memahami dengan sikap publik yang muak dengan pertikaian politik yang tidak ada habisnya. "Yang diinginkan oleh rakyat yakni para pimpinan politik membantu mereka dan tidak terus menerus bertengkar memperebutkan kekuasaan," tuturnya lagi. 

Baca Juga: Malaysia Tutup Pintu bagi Negara dengan 150 Ribu Lebih Kasus COVID-19

2. Lebih dari 65 ribu warga Malaysia terpapar COVID-19

PM Muhyiddin: Malaysia Akan Gelar Pemilu saat Pandemik BerlaluIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data dari situs World O Meter pada Senin (30/11/2020), sudah ada 65.697 warga Malaysia yang terpapar COVID-19. Sebanyak 360 pasien di antaranya dilaporkan meninggal dunia. 

Oleh sebab itu, Muhyiddin mengajak semua pihak keluar dari pandemik COVID-19. "Ini merupakan waktu untuk melayani rakyat. Mari bekerja keras untuk membantu rakyat yang membutuhkan," tutur dia. 

3. Malaysia tutup pintu bagi negara yang memiliki kasus COVID-19 lebih dari 150 ribu

PM Muhyiddin: Malaysia Akan Gelar Pemilu saat Pandemik BerlaluIlustrasi Menara Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia (IDN Times/Santi Dewi)

Salah satu langkah yang ditempuh Pemerintah Malaysia untuk mengendalikan pandemik, yakni dengan menutup pintu bagi negara yang kasus COVID-19 nya lebih dari 150 ribu.

Laman The Star Malaysia pada 3 September 2020 melaporkan ada sembilan negara lainnya yang ikut dimasukan ke dalam daftar yakni Amerika Serikat, Brasil, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia, Arab Saudi, Rusia, dan Bangladesh. Sebelumnya, sudah ada tiga negara lainnya yang warganya dilarang masuk yakni Indonesia, Filipina dan India. 

"Kami akan terus menambahkan negara-negara yang kelihatannya memiliki risiko tinggi, yang memiliki lebih dari 150 ribu kasus positif COVID-19 ke dalam daftar. Warga mereka akan dilarang (masuk ke Malaysia)," ungkap Menteri Senior Ismail Sabri Yaakob. 

Larangan menjejakkan kaki berlaku pada Senin, 7 September 2020. Tetapi, Ismail menjelaskan tetap ada pengecualian bagi kasus-kasus tertentu. Salah satunya, bila dibutuhkan pembicaraan bilateral di antara kedua negara. 

"Kami akan mengizinkan orang itu masuk. Tetapi, tetap saja mereka membutuhkan izin dari Departemen Imigrasi," kata dia lagi. 

Baca Juga: RI Kecam Malaysia Gegara TKI Kembali Jadi Korban Kekerasan Majikan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya