PM Palestina: Tuhan, Tolong Bantu Kami Bila Trump Terpilih Lagi

Selama memimpin, Trump dinilai membahayakan warga Palestina

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh mengatakan rakyat Palestina tidak ingin Donald J Trump terpilih kembali jadi Presiden Amerika Serikat. Sebab, bila Trump kembali memenangkan pemilu akan menjadi mimpi buruk tidak saja bagi rakyat Palestina, tetapi juga untuk dunia. 

Stasiun berita Al Jazeera, Rabu, 14 Oktober 2020 melaporkan pernyataan itu disampaikan oleh Shtayyeh ketika bertemu dengan para anggota parlemen Eropa pada Selasa, 13 Oktober 2020. 

"Bila kita harus menghadapi kenyataan dan bertahan melihat Presiden Trump untuk empat tahun ke depan, maka kami berharap Tuhan akan menolong kami, Anda dan seluruh dunia," ujar Shtayyeh. 

Namun, bila terjadi perubahan di Negeri Paman Sam, kata dia, maka hal tersebut secara langsung akan berpengaruh kepada hubungan Israel dan Palestina. "Secara langsung hal itu juga berpengaruh kepada hubungan bilateral Palestina dan Amerika Serikat," tutur dia lagi. 

Apa saja kebijakan Trump yang dinilai buruk bagi perkembangan dialog damai antara Israel dengan Palestina?

1. Amerika Serikat akui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan berencana memindahkan kedutaan ke sana

PM Palestina: Tuhan, Tolong Bantu Kami Bila Trump Terpilih LagiIvanka Trump dan Menkeu AS Steven Mnuchin berdiri di dekat dinding yang menandakan gedung Kedutaan AS dipindah ke Yerusalem (ANTARA FOTO/Reuters)

Tidak biasanya warga Palestina menyampaikan pendapat mereka secara terbuka terkait pilpres AS. Namun, pernyataan yang disampaikan oleh PM Shtayyeh menunjukkan betapa putus asanya warga Palestina ketika Trump memimpin Negeri Paman Sam. Apalagi di bawah Trump, Washington membuat beberapa kebijakan yang kontroversial. 

Pertama, di akhir tahun 2017 lalu, Trump justru mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Padahal, para pemimpin Palestina berharap ketika mereka sudah menjadi negara yang tak lagi dijajah, di sana lah lokasi ibu kota mereka. Sejak saat itu, para pemimpin Palestina menilai AS sudah tidak lagi bisa dipercayai sebagai mediator yang jujur. 

Kedua, tak lama setelah kejadian itu, Washington menutup kantor perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Kebijakan itu ditempuh usai Palestina menolak hadir dalam dialog dengan Israel yang dipimpin oleh Negeri Paman Sam. Ketiga, Trump memotong bantuan senilai ratusan juta dolar bagi Palestina. 

Keempat, kebijakan terbaru yang dinamakan "Rencana Timur Tengah" juga dinilai lebih condong memihak Israel. Dengan adanya kebijakan itu, malah melegalkan Israel untuk mencaplok wilayah Palestina di area Tepi Barat. Alhasil wilayah di bagian timur menjadi milik Israel. Di sisi lain, wilayah Palestina semakin mengecil lantaran diambil untuk pemukiman ilegal warga Yahudi. 

Baca Juga: Amerika Serikat Akan Buka Kedutaan Baru di Yerusalem Timur Pada Bulan Mei

2. Di bawah kepemimpinan Trump, beberapa negara Timur Tengah mulai berdamai dengan Israel

PM Palestina: Tuhan, Tolong Bantu Kami Bila Trump Terpilih LagiPresiden AS Donald Trump, dengan perban di tangannya, mencopot masker saat keluar ke balkon Gedung Putih (ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner)

Kebijakan buruk lainnya yakni di bawah kepemimpinan Trump, beberapa negara di kawasan Timur Tengah didorong untuk berdamai dengan Israel. Satu demi satu negara yang semula mengklaim sebagai sahabat Palestina justru menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. 

Dua negara pertama pada tahun ini yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel adalah Uni Emirat Arab dan Bahrain. Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menolak perjanjian damai yang disepakati oleh UEA, Bahrain dengan Israel. Melalui penasihat seniornya, Nabil Abu Rudeineh, kesepakatan damai itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap bencana yang dihadapi oleh Palestina, Yerusalam dan Al-Aqsa. 

Para pengamat melihat Manama dan Khartoum kemungkinan besar mengikuti jejak UEA, dengan menjalin hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut. Sementara itu Arab Saudi meski tidak mengecam kesepakatan itu, enggan menormalkan hubungan sampai Israel menandatangani perjanjian perdamaian dengan Palestina yang diakui internasional.

3. Indonesia menegaskan posisi Indonesia bahwa solusi Palestina-Israel harus sesuai resolusi PBB

PM Palestina: Tuhan, Tolong Bantu Kami Bila Trump Terpilih LagiMenteri Luar Negeri Retno Marsudi (Dokumentasi Kementerian Luar Negeri)

Lalu, bagaimana dengan sikap Indonesia? Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 14 Agustus 2020 lalu sempat mengontak Menlu UEA, Sheikh Abdullah Bin Zayed Al Nahyan. Melalui akun media sosialnya @Menlu_RI, Menlu perempuan pertama di Indonesia itu menyebut mereka sempat membahas isu Palestina. 

Melalui pembicaraan telepon Retno kembali mengingatkan posisi Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina. Salah satunya merujuk kepada Resolusi PBB nomor 2334 yang diadopsi dalam sidang di Dewan Keamanan PBB pada 23 Desember 2016 lalu. 

Resolusi DK itu menegaskan kembali bahwa pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina yang dijajah Israel sejak 1967, tidak memiliki legalitas hukum dan merupakan pelanggaran hukum internasional yang serius. Pencaplokan wilayah Palestina juga disebut bisa menggagalkan solusi dua negara (two state solution). 

Di sisi lain, Kemenlu memastikan sikap dari UEA tidak akan berpengaruh terhadap hubungan bilateral antara Indonesia dengan UEA. Juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah, pada hubungan antar pemerintah sudah kuat dan tidak terpengaruh. 

"Dengan Mesir dan Yordania yang juga sudah lebih dulu memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, kan hubungan bilateral kita juga baik," kata Faiza melalui pesan pendek kepada IDN Times pada 15 Agustus 2020 lalu. 

Baca Juga: Merasa Dikhianati, Palestina Tolak Kesepakatan Damai UEA-Israel

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya