Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal Gegara Terkait Paham Radikalisme

Ini buntut dari aksi teror yang tewaskan warga Prancis

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Prancis memperketat pengawasan terhadap puluhan masjid dan aula yang diduga terkait kelompok radikalisme. Bila di masjid itu terbukti mengajarkan paham radikal, maka otoritas Prancis tak segan-segan untuk menutup. 

Stasiun berita BBC, Kamis, 3 Desember 2020 melaporkan catatan yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin kepada kepala keamanan regional dan bocor ke media, akan ada 76 masjid dan aula untuk beribadah yang akan dipantau. Sebanyak 16 masjid dan aula di antaranya berlokasi di Paris. 

Pernyataan serupa juga disampaikan Darmanin melalui akun Twitternya. "Dalam beberapa hari ke depan, pemeriksaan akan dilakukan di beberapa tempat beribadah. Bila tanda tanya (mengenai masjid itu) terkonfirmasi, maka saya perintahkan (masjid) ditutup," cuit Darmanin. 

Mendagri Darmanin juga menyebut otoritas keamanan setempat harus mengambil tindakan segera bagi 18 masjid. Pemeriksaan pertama harus sudah selesai pada Kamis kemarin. Kantor berita Reuters melaporkan tim penyidik akan memeriksa beberapa hal terkait masjid yang dipantau, antara lain sumber pendanaan, hubungan imam di masjid itu dengan pihak-pihak tertentu, dan sekolah mengaji bagi anak-anak yang masih sangat kecil. 

Kebijakan ini ditempuh oleh Presiden Emmanuel Macron usai terjadi beberapa aksi teror di Prancis. Ini termasuk pembunuhan terhadap guru geografi, Samuel Paty usai ia menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di ruang kelasnya sebagai bahan pembelajaran. 

Apa tanggapan umat Muslim Prancis terhadap rencana dan kebijakan ini?

1. Pemerintah Prancis juga usir 66 imigran ilegal karena terkait penyebaran paham radikal

Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal Gegara Terkait Paham RadikalismeIlustrasi Menara Eiffel di Paris, Prancis (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)

Selain memantau 76 masjid, otoritas Prancis juga sudah mengusir 66 imigran yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Mereka dideportasi karena diduga terkait penyebaran paham radikal di Prancis. 

Mendagri Darmanin mengatakan bahwa ini merupakan salah satu kebijakan untuk merespons aksi teror yang terjadi di Prancis pada Oktober lalu. Meski mengancam akan menutup 76 masjid, tetapi Darmanin menegaskan Prancis tidak sedang memerangi Islam. Sebab, masih ada ribuan masjid lainnya yang tidak diawasi. 

"Artinya, kita masih jauh dari situasi di mana paham radikalisme sudah meluas," ungkap Darmani. 

"Hampir semua umat Muslim di Prancis menghormati aturan di republik ini dan mereka juga terluka oleh itu (paham radikalisme)," katanya lagi. 

Baca Juga: Presiden Emmanuel Macron Bantah Prancis Anti Terhadap Muslim 

2. Pengadilan Prancis telah memerintahkan agar Masjid Agung Pantin ditutup sementara waktu

Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal Gegara Terkait Paham RadikalismeIlustrasi Suasana Pandemik COVID-19 di Paris (ANTARA FOTO/Christophe Ena/Pool via REUTERS)

Selain 76 masjid yang terancam akan ditutup, pada Oktober lalu Prancis telah menutup Masjid Agung Pantin. Penutupan itu sesuai dengan instruksi pengadilan yang memerintahkan agar masjid yang berlokasi di pinggiran Kota Paris itu ditutup selama enam bulan.

Hal itu lantaran laman sosial masjid tersebut ikut menyebarluaskan serangan teror terhadap Samuel Paty. Guru geografi itu tidak saja dibunuh oleh pemuda asal Chechnya, tetapi juga kepalanya dipenggal di siang hari bolong. 

Paty dibunuh lantaran menunjukkan gambar kartun Nabi Muhammad di ruang kelasnya. Ketika itu, ia tengah mengajarkan mengenai kebebasan berekspresi. 

Salah satu hal yang kerap dituduh sebagai biang keladi teror di Prancis yakni paham sekularisme yang telah dianut di konstitusinya atau yang disebut Laïcité. Paham itu mewajibkan beberapa area seperti tempat kerja, ruang kelas, atau kementerian bebas dari simbol agama apapun. 

3. Muslim di Prancis merasa terasing di negaranya sendiri

Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal Gegara Terkait Paham RadikalismeIlustrasi perempuan memakai masker pelindung saat ia berjalan di lapangan terbuka Trocadero di depan Menara Eiffel di Paris, Prancis, pada 1 Februari 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes)

Sementara, kebijakan Pemerintah Prancis yang mengawasi ketat sebagian masjid di sana dinilai telah membuat umat Muslim merasa terasingkan di negaranya sendiri. Beberapa pemimpin Muslim, yang mendukung perjuangan pemerintah melawan ekstremisme, telah memperingatkan Pemerintah Prancis agar tidak menyamakan mayoritas keyakinan mereka sebagai pemicu kebencian.

Bahkan, di akhir Oktober lalu, negara-negara dengan penduduk Muslim yang besar di Timur Tengah ramai-ramai memboikot produk buatan Prancis. Mereka mengaku tersinggung dengan pernyataan Presiden Macron bahwa Islam saat ini menjadi agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. 

https://www.youtube.com/embed/-ph8QEDQ9gE

Baca Juga: Dubes Prancis: Aksi Boikot Juga Rugikan Ekonomi Indonesia

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya