RI Tunda Bayar Kontribusi untuk Organisasi Internasional Gegara Corona

Indonesia tercatat tergabung di 200 organisasi internasional

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 turut berdampak kepada diplomasi Indonesia. Pemerintah terpaksa harus menunda pembayaran biaya kontribusi ke sejumlah organisasi internasional di mana Indonesia menjadi anggotanya. 

"Tidak semua (pembayaran biaya kontribusi ditangguhkan). Indonesia sudah membayarkan separuhnya pada bulan Maret. Tetapi setelah COVID-19 ada Perpres 54 tahun 2020 terkait relokasi anggaran yang berdampak pada pembayaran kontribusi, maka Indonesia harus menangguhkan pembayaran tersebut," ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Anita Lidya Luhulima ketika memberikan keterangan pers daring pada Kamis (11/6). 

Ia berbicara dalam webinar dengan tajuk "Diplomasi Multilateral Indonesia Pascawabah" yang sudah memasuki seri ke-7. IDN Times mencoba mengonfirmasi kepada Direktur Jenderal Multilateral Kemenlu, Febrian A. Ruddyard melalui pesan pendek berapa nominal pembayaran yang ditunda pada tahun ini. Namun, ia mengatakan perlu mengecek kembali datanya. Febri memastikan penundaan pembayaran itu akan dilunasi pada tahun 2021. 

"Intinya ditunda untuk pembayaran tahun depan dan so far sudah (dianggarkan) di APBN," kata Febri melalui pesan pendek pada hari ini. 

Apakah ada dampaknya bila Indonesia menangguhkan pembayaran biaya kontribusi kepada organisasi internasional tersebut?

1. Bila Indonesia tidak membayar selama dua tahun berturut-turut maka akan kehilangan hak suara

RI Tunda Bayar Kontribusi untuk Organisasi Internasional Gegara Corona(Kontribusi Indonesia terhadap organisasi internasional) Tangkapan layar YouTube Kemenlu

Berdasarkan paparan Anita, saat ini, Indonesia tergabung di 200 organisasi internasional antar pemerintah. Anggaran untuk biaya kontribusi ke-200 organisasi tersebut mencapai Rp709,8 miliar. Untuk mengelola dana itu dibantu oleh 50 kementerian atau lembaga, 17 satker di Kemenlu dan 42 perwakilan RI di luar negeri. 

Ia menjelaskan kontribusi terbesar Indonesia adalah ke PBB. Sayang, dalam forum itu, Anita tidak menjelaskan berapa kontribusi Indonesia ke PBB pada tahun 2019.

"Kita harus memastikan tujuan dari keanggotaan kita itu sudah sesuai dengan Perpres nomor 30 tahun 2019, yaitu sudah ada aturannya, dasar hukumnya, dan berdasarkan azas biaya dan manfaat," kata Anita kemarin. 

Ia menggaris bawahi poin terpenting adalah menyangkut azas biaya dan manfaat lantaran itu merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Menurutnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memerintahkan agar manfaat yang diperoleh Indonesia dengan bergabung di organisasi internasional tertentu jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. 

"Contohnya kita menerima bantuan teknis dengan bergabung di organisasi itu. Kita memperoleh akses informasi, teknologi dan WNI dapat bekerja di OI tersebut," tutur dia lagi. 

Sementara, menyangkut biaya kontribusi yang disetorkan oleh Indonesia selalu naik. Berdasarkan data yang dipegang oleh Anita di tahun 2009, RI membayar Rp200 miliar, kemudian di tahun 2019 sudah hampir mencapai Rp1 triliun. 

Tetapi, ia mengingatkan biaya kontribusi itu harus rutin dibayarkan. Sebab, ada konsekuensi tertentu bila menunggak pembayaran biaya kontribusi selama dua tahun berturut-turut. 

"Artinya, kita tidak dapat berbicara, menyampaikan pendapat kita di forum-forum tersebut, atau tidak bisa berpendapat terhadap keputusan yang akan diambil pada saat membutuhkan posisi-posisi termasuk ketika Indonesia menduduki jabatan-jabatan strategis," katanya. 

Baca Juga: Saat AS Hentikan Pendanaan, RI Tetap Akan Bayar Kontribusi ke WHO

2. Indonesia akan evaluasi keanggotaannya di organisasi internasional dan harus sesuai dengan tujuh prioritas nasional

RI Tunda Bayar Kontribusi untuk Organisasi Internasional Gegara Corona(Dampak bila menunda pembayaran kontribusi ke organisasi internasional) Tangkapan layar Kemenlu

Anita yang juga duduk sebagai Ketua Pokja Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada OI kemudian memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, pemerintah harus mengantisipasi apakah penundaan untuk membayar kontribusi ke OI terus berlanjut atau tidak ada anggaran untuk itu. 

"Tapi, hati-hati kalau kita tidak mematuhi pembayaran, dampaknya kita tidak bisa aktif di keanggotaan kita di OI. Atau disiapkan anggaran untuk tahun depan, tapi tidak ada anggaran bagi kementerian/lembaga untuk mengoptimalkannya," kata dia. 

Kedua, pemerintah perlu mengkaji kembali keanggotaan Indonesia di 200 OI. Salah satu caranya dengan melihat apakah tujuan dari OI itu sesuai dengan tujuh prioritas nasional pemerintah. 

"Tahun depan fokus pemerintah masih kepada pemulihan ekonomi dan reformasi sosial. Jadi, keanggotaan kita dilihat lagi apakah ada manfaat untuk prioritas tersebut," ujar Anita. 

Termasuk, apakah bila Indonesia tetap bertahan menjadi anggota di OI tersebut, maka RI mendapatkan bantuan, khususnya di masa pandemik. Ini sekaligus menandakan kontribusi RI untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) tetap masuk menjadi prioritas. 

Ketiga, meninjau kembali operasional kantor OI yang turut didanai oleh Pemerintah Indonesia. Kemenlu mencatat ada 23 OI yang memiliki kantor di Tanah Air. 

"Bukan pengurangan dari OI tersebut (yang beroperasi di Indonesia). Tetapi, orang yang bekerja di Indonesia," kata dia. 

3. RI berharap organisasi internasional membuka peluang lebih lebar bagi WNI untuk bekerja di sana

RI Tunda Bayar Kontribusi untuk Organisasi Internasional Gegara CoronaIlustrasi markas WHO di Jenewa, Swiss (Website/www.who.int)

Di forum tersebut, Anita berharap WNI bisa diberikan peluang lebih lebar agar bisa bekerja di organisasi internasional. Dari data yang dimiliki, saat ini baru 2.000 WNI yang bekerja di OI. 

"Itu pun sekitar 1.860 orang bekerja di sekretariat PBB di Indonesia. 200 lainnya di sekretariat OI lainnya, dan 80 orang lainnya bekerja di sekretariat PBB (di kantor pusat). Di IAEA 10 orang, FAO 11 orang, dan di WTO tidak ada," tutur Anita. 

Selain itu, Indonesia juga akan mengkaji kembali keanggotaannya di beberapa OI untuk ditelusuri apakah tujuannya sudah sesuai dengan kepentingan nasional RI. 

Baca Juga: Pemerintah Laporkan Dugaan Perbudakan ABK WNI ke Dewan HAM PBB

Topik:

Berita Terkini Lainnya