Rusia Sebut Sudah Daftarkan Vaksin COVID-19 Sputnik V ke BPOM RI

Sputnik V tidak termasuk vaksin yang diizinkan dipakai di RI

Jakarta, IDN Times - Selain menggunakan vaksin buatan Tiongkok, Indonesia juga rupanya tak menutup kemungkinan mengonsumsi vaksin Rusia, Sputnik V. Kedutaan Rusia di Jakarta mengklaim mereka sudah mendaftarkan vaksin yang dikembangkan oleh Institut Gamaleya itu ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

"Kami telah siap untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang setara terhadap vaksin COVID-19. Vaksin Sputnik V saat ini sedang dalam proses registrasi di BPOM Indonesia dan organisasi kesehatan dunia WHO," ungkap Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva dalam unggahan resmi Facebook Kedutaan Rusia di Jakarta pada Rabu, 16 Desember 2020 lalu. 

Para ahli di Rusia pada 11 November 2020 lalu menyebut laporan awal uji klinis tahap ketiga vaksin Sputnik V menunjukkan vaksin tersebut memiliki efikasi hingga 92 persen. Meski begitu, dalam pandangan ahli di bidang penyakit menular laporan awal yang disampaikan pengembang vaksin Sputnik masih banyak yang bolong, sehingga sulit menerjemahkan data-datanya. 

Hal lain yang unik, vaksin Sputnik V tidak masuk di dalam daftar vaksin yang boleh dikonsumsi di Indonesia. Berdasarkan surat Menteri Kesehatan, hanya ada enam vaksin yang boleh dipakai di Tanah Air. Apa komentar Kemenkes mengenai klaim pemerintah Rusia ini?

1. Surat keputusan Menkes soal jenis vaksin bisa diubah

Rusia Sebut Sudah Daftarkan Vaksin COVID-19 Sputnik V ke BPOM RISurat Menkes yang menjelaskan vaksin apa saja yang boleh digunakan di Indonesia (Tangkapan layar SK Menkes)

Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan keputusan menteri kesehatan yang dirilis pada 3 Desember 2020 lalu masih bisa direvisi. Apakah ini berarti Surat Keputusan Menkes nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 tentang penetapan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi corona virus disease 2019 (COVID-19) akan diubah?

"Saat ini sedang dibahas (soal permenkesnya). Kepemenkes bisa direvisi tentunya karena ada kebutuhan dan setelah ada masukan dari para ahli serta para regulator yang terkait," ungkap Nadia melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Kamis (17/12/2020). 

Di dalam dokumen setebal 4 halaman itu hanya ada enam vaksin yang dibolehkan dipakai di Indonesia. Keenam vaksin tersebut yaitu vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Novavax dan Merah Putih), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech dan Sinovac Bio Tech. Namun, di dalam surat itu Menkes Terawan Agus Putranto menyebut vaksin itu bisa digunakan bila memperoleh izin dari BPOM. 

Baca Juga: Rusia akan Jual Vaksin Sputnik V Rp141 Ribu untuk Pasar Internasional

2. Vaksin Sputnik V saat ini sedang menjalani uji klinis tahap ketiga yang melibatkan 44 ribu relawan

Rusia Sebut Sudah Daftarkan Vaksin COVID-19 Sputnik V ke BPOM RIHasil perburuan vaksin COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Berdasarkan keterangan dari Kedutaan Rusia di Jakarta, vaksin Sputnik V yang dikembangkan oleh Institute Penelitian Gamaleya sedang melalui uji klinis tahap ketiga. Uji klinis itu melibatkan 44 ribu relawan dari Rusia, Brasil, India dan Belarusia. 

Vaksin ini sempat menjadi sorotan publik karena Rusia mengklaim menjadi negara pertama pada 20 Agustus lalu yang menemukan vaksin COVID-19. Meski hingga saat ini, Presiden Vladimir Putin belum disuntik vaksin Sputnik V. 

Manajer Senior Integrasi Riset dan Pengembangan PT Bio Farma, Neni Nurainy, menilai Rusia bisa lebih awal memiliki vaksin COVID-19 lantaran tidak mengikuti standar uji klinis yang ada. Ia menjelaskan sebelum vaksin diproduksi, maka harus melalui uji klinis hingga tiga tahap. Sedangkan, Rusia ketika itu hanya melalui satu tahap saja.

"Sedangkan kita tidak (mungkin) tak lakukan clinical trial fase II dan III, langsung bisa registrasi vaksin. Vaksin Rusia juga masih menjadi sorotan dari WHO terkait itu, tapi ini memang kebijakan negaranya sendiri jadi tidak mengikuti kaidah ilmiah secara umum untuk registrasi vaksin," ungkap Neni ketika berbicara dalam webinar bertajuk "COVID-19 dan Prospek Vaksin untuk Indonesia" pada 14 Agustus 2020 lalu. 

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Direktur Utama Lipotek Australia Ines Atmosukarto. Menurutnya, Rusia telah menyalahi aturan dan tidak memprioritaskan keamanan dan keselamatan dalam pengembangan vaksinnya. 

3. Rusia akan jual vaksin Sputnik V untuk pasar internasional senilai Rp141 ribu

Rusia Sebut Sudah Daftarkan Vaksin COVID-19 Sputnik V ke BPOM RIIlustrasi logo vaksin Sputnik V dari Rusia (www.twitter.com/@sputnikvaccine)

Pemerintah Rusia akan menjual vaksin COVID-19, Sputnik V, ke pasar internasional dengan harga kurang dari 10 dolar AS atau setara Rp141 ribu per dosisnya. Bila dibutuhkan dua kali suntikan, maka harganya tidak mencapai Rp300 ribu. 

Dikutip dari keterangan tertulis resmi Sputnik V di situsnya, 25 November 2020 artinya, harga vaksin tersebut jauh lebih murah dibandingkan vaksin buatan perusahaan farmasi lain yang menggunakan teknologi mRNA. Apalagi peneliti di Institut Gamaleya mengklaim vaksin Sputnik V 92 persen efektif mencegah manusia agar tidak terkena COVID-19.

Selain lebih terjangkau, Sputnik V tidak membutuhkan di lemari pendingin dengan suhu ekstrem. Badan Investasi Asing Langsung Rusia (RDIF) telah menggandeng mitranya agar vaksin tersebut bisa disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2 derajat celcius hingga 8 derajat celcius. 

"Dengan adanya teknologi itu memungkinkan vaksin didistribusikan ke pasar internasional dan memperluas agar bisa dijangkau hingga ke wilayah lain, termasuk area tropis," demikian bunyi keterangan tertulis Sputnik V. 

Kantor berita Reuters sempat menanyakan kepada Direktur Badan Investasi Asing Langsung Rusia (RDIF), Kirill Dmitriev, mengapa harga vaksin COVID-19 mereka dibuat lebih rendah. Ia pun menjawab memang sengaja menekan komoditas itu. Sebab, RDIF ingin lebih banyak vaksin itu bisa diakses oleh banyak orang di seluruh dunia. 

Sebagai perbandingan, harga vaksin Pfizer dan BioNTech akan dibanderol per suntikannya 15 Euro atau setara Rp261.026. Bila dibutuhkan dua suntikan maka harganya menjadi Rp522 ribu. 

Tetapi, harga vaksin buatan perusahaan farmasi Amerika Serikat itu masih lebih mahal ketimbang yang diproduksi oleh AstraZeneca. Rencananya, AstraZeneca akan menjual vaksin di pasar Eropa dengan harga Rp42.101. Bila dikalikan dengan dua suntikan maka menjadi Rp82.202. 

"Vaksin Sputnik V akan lebih murah dua hingga tiga kali dari vaksin mRNA dengan tingkat keampuhan serupa," ungkap RDIF dalam keterangan tertulisnya. 

RDIF dan mitranya di beberapa negara mengaku siap untuk memproduksi lebih dari satu miliar dosis vaksin mulai tahun 2021. Produksi vaksin Sputnik V diprediksi cukup untuk vaksinasi 500 juta penduduk.

Baca Juga: Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Diklaim 92 Persen Efektif Cegah COVID-19

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya