Singapura Klaim Remaja 17 Tahun Jadi Radikal Usai Tonton Ceramah UAS

Singapura tak akan minta maaf karena tolak masuk UAS

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K. Shanmugam menegaskan pemerintahnya ogah menyampaikan permintaan maaf usai menolak masuk penceramah Ustaz Abdul Somad Batubara. Menurut Shanmugam, keputusan yang diambil dengan menolak masuk pria yang akrab disebut UAS itu, sudah tepat.

Apalagi, menurut keterangan Shanmugam, Singapura pernah menahan remaja berusia 17 tahun yang menjadi radikal usai menonton ceramah UAS di YouTube. Peristiwa itu terjadi pada Januari 2020 lalu. 

"Ia menyaksikan ceramah Somad di YouTube mengenai bom bunuh diri. Lalu, pemuda ini mulai meyakini bila Anda berjuang bagi ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) dan bila Anda salah satu pelaku bom bunuh diri, Anda akan mati sebagai martir dan akan diberi pahala di surga. Jadi, Anda semua bisa menyaksikan bahwa ceramah Somad membawa dampak nyata," kata Shanmugam ketika menyampaikan keterangan pers dan dikutip dari situs resmi Kementerian Dalam Negeri Negeri Singa pada Selasa, (24/5/2022). 

Otoritas Singapura menyadari bahwa UAS adalah sosok penceramah yang populer di Indonesia. Negeri Singa mencatat bahwa UAS memiliki 6,5 juta pengikut di Instagram, 2,7 juta subscribers di YouTube dan lebih dari 700 ribu pengikut di Facebook. 

"Ini berdasarkan pandangan saya pribadi. Dengan menolaknya masuk, malah memberikan ketenaran dan panggung. Sehingga, ia memaksimalkan penggunaan ketenaran itu dan menyatakan bakal kembali mencoba masuk ke Singapura," katanya. 

Selain itu, Singapura dihadapkan pada ancaman serangan siber dan ancaman pemboman yang diduga dilakukan oleh para pendukung UAS. Ancaman teror bom disampaikan di kolom komentar salah satu akun medsos milik pejabat Singapura. 

Lalu, apa yang dilakukan oleh otoritas Negeri Singa menghadapi ancaman-ancaman yang berseliweran di media sosial usai menolak masuk UAS?

1. Otoritas Singapura bakal memperkuat pertahanan daring

Singapura Klaim Remaja 17 Tahun Jadi Radikal Usai Tonton Ceramah UASIlustrasi Singapura (IDN Times/Sunariyah)

Di dalam jumpa persnya, Shanmugam membacakan satu komentar bernada ancaman yang sudah dihapus oleh Meta karena melanggar panduan di platform medsos tersebut.

Bagi Anda, pemimpin Singapura yang Islamofobia, kami menunggu 2X24 jam agar Anda meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan umat Muslim. Bila Anda mengabaikan peringatan kami, maka kami tidak segan-segan untuk mengusir Duta Besar Anda. Kami juga akan mengirimkan pasukan Islam, pasukan keadilan dan pembela ulama untuk menyerang Singapura seperti yang terjadi di New York pada 11 September 2001," ungkap Shanmugam membacakan komentar itu. 

"Kami juga akan mengusir warga Singapura yang berpura-pura ingin transit dan tinggal di Indonesia," tutur dia membacakan kelanjutan komentar bernada ancaman itu. 

Ia juga membacakan komentar lainnya yang berisi ancaman bahwa Singapura akan kembali dibom. Bahkan, ada pula komentar berisi ancaman bakal menghancurkan Negeri Singa. 

"Dasar negara kecil! Tapi sangat arogan. Hanya dengan satu rudal saja, maka kalian akan tamat!" kata Shanmugam membacakan komentar tersebut. 

Bagi Singapura, komentar bernada ancaman itu ditanggapi dengan serius. Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informasi (MCI) Singapura dalam keterangannya  membenarkan bahwa dua perusahaan yang bergerak di bidang event sudah menjadi korban peretasan berupa deface. Serangan deface merupakan bentuk peretasan suatu situs dengan berupaya untuk mengubah tampilannya. Perubahan tampilan pada suatu situs yang diakibatkan oleh serangan deface bisa berupa perubahan tampilan situs secara keseluruhan, atau hanya sebagian saja.

Tim Respons Darurat Komputer Singapura (SingCert) sudah mengontak kedua perusahaan itu untuk memberikan bantuan tambahan. "Organisasi-organisasi lainnya telah disarankan untuk menempuh langkah aktif memperkuat postur keamanan siber, meningkatkan kewaspadaan, dan memperkuat pertahanan daring mereka," kata MCI. 

Hal ini, kata mereka, untuk melindungi organisasi dari kemungkinan serangan yang lebih berbahaya seperti perusakan situs hingga serangan DDoS. 

Baca Juga: Abdul Somad Ditolak Masuk, Pendukungnya Serbu Medsos Pejabat Singapura

2. Singapura pertanyakan mengapa pendukung UAS tak protes ke negara lain yang pernah tolak dia masuk

Singapura Klaim Remaja 17 Tahun Jadi Radikal Usai Tonton Ceramah UASMenteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K. Shanmugam (www.twitter.com/@kshanmugam)

Di sisi lain, Shanmugam mengaku bingung dengan sikap pendukung UAS. Sebab, berdasarkan catatan yang ada, bukan kali pertama UAS ditolak masuk ketika hendak menjejakan kaki ke negara lain. 

Pada Desember 2017 lalu, ia ditolak masuk ke Hong Kong. UAS bahkan mengakui pada 2018 lalu ia juga pernah ditolak masuk ke Timor Leste. Beberapa negara Eropa seperti Jerman, Inggris dan dan Swiss dikabarkan juga pernah menolak masuk UAS.

"Saya mempertanyakan apakah para pendukung Somad juga akan mengancam China karena pernah menolaknya masuk ke Hong Kong? Apakah mereka juga akan mengancam beberapa negara Eropa yang juga tak mengizinkannya masuk? Atau mereka hanya berani bersikap ke Singapura tetapi tidak ke negara lainnya?" tanya Shanmugam. 

Ia bahkan menyebut mayoritas warga Singapura dari semua ras dan agama justru mendukung keputusan pemerintah untuk menolak masuk UAS. Shanmugam membantah dengan tegas, keputusannya melarang masuk UAS bukan karena ia beragama Islam. 

"Ia dilarang masuk karena memiliki pandangan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di Singapura," kata dia. 

Pemerintah Singapura, katanya, bakal terus melanjutkan kebijakan tak ada toleransi terhadap berbagai bentuk pernyataan dan ideologi yang mengajarkan kebencian. "Kami juga akan memberikan perlindungan bagi semua pemeluk agama secara setara," tutur dia lagi. 

3. Singapura juga pernah menolak masuk penceramah Kristen

Singapura Klaim Remaja 17 Tahun Jadi Radikal Usai Tonton Ceramah UASIlustrasi Singapura (Jewel Changi) (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Shanmugam juga menyampaikan bahwa bukan cuma UAS saja tokoh agama yang pernah ditolak masuk ke Singapura. Pada 2017 lalu, dua pendeta Kristen ditolak menyampaikan ceramahnya di Negeri Singa. Hal itu lantaran, keduanya menyampaikan komentar merendahkan terkait agama lain. 

Sedangkan, pada 2018 lalu, Singapura juga melarang masuk penceramah Kristen berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS). "Dia dilarang masuk karena pernah menyampaikan dalam ceramahnya komentar yang merendahkan mengenai agama Islam," kata dia. 

Beberapa pekan sebelumnya, Pemerintah Singapura memutuskan untuk melarang penayangan film dokumenter bertajuk "The Kashmir Files." Hal itu, kata Shanmugam, lantaran filmnya berisi hal-hal yang provokatif mengenai bagaimana penggambaran umat Islam. 

"Banyak orang di India yang mengkritisi kebijakan pelarangan penayangan itu. Tetapi, kami sama sekali tidak meminta maaf atas pendekatan kebijakan tersebut," katanya tegas. 

Baca Juga: Pengamat: Singapura Tersinggung Kewenangan Tolak UAS Dipertanyakan RI

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya