Tak Dapat Insentif Corona, Pelaku Bisnis Seks Gugat Pemerintah Jepang

Warga Jepang protes uang pajaknya untuk industri seks

Jakarta, IDN Times - Pelaku bisnis seks di Jepang mengajukan gugatan ke pemerintah pada akhir September 2020 lalu, karena tidak mendapatkan insentif keuangan selama pandemik COVID-19. Gugatan hukum disampaikan oleh perempuan yang mengelola bisnis seks yang beroperasi di daerah Kansai, ke Pengadilan Distrik Tokyo. 

Laman Japan Times, Senin 6 Oktober 2020 melaporkan, melalui pengacaranya perempuan itu menuntut pemerintah agar memberikan insentif seperti yang diterima oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lainnya di Negeri Sakura.

Dikutip dari harian Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), dalam skema insentif yang dipaparkan oleh Pemerintah Jepang, UMKM diberi bantuan keuangan senilai US$19 ribu atau setara Rp280,3 juta. Itu belum termasuk bantuan untuk menyewa tempat bagi para pelaku UMKM. 

Namun, pelaku industri seks tidak dimasukkan ke dalam skema bantuan tersebut. "Menurut saya, kebijakan itu bersikap diskriminatif," ungkap perempuan yang mengelola bisnis seks tersebut tanpa bersedia menyebut identitasnya kepada Japan Times. 

Perempuan itu enggan mengungkap identitas lantaran khawatir akan keselamatannya. Sebab, sebagian besar publik di Jepang memandang sebelah mata industri tersebut meski mereka diberi izin untuk beroperasi. 

Perempuan itu mematuhi ketentuan pemerintah, di mana selama pandemik, ia mengalihkan layanan seks ke rumah atau kamar hotel. Layanan ini lazim disebut "deriheru."

"Saya mengelola bisnis saya dan mematuhi aturan hukum. Saya juga membayar pajak sama seperti yang lain. Tetapi, pada kenyataannya pemerintah malah tidak memasukkan kami ke dalam skema bantuan. Hanya kami," tutur dia lagi. 

Pemerintah Jepang menyebut industri seks, ujar perempuan itu, tidak memenuhi kualifikasi untuk menerima bantuan. "Ini benar-benar mengejutkan," katanya. 

Mengapa Pemerintah Jepang tidak memasukkan industri seks dalam skema bantuan pandemik? Padahal, mereka juga terkena dampaknya. 

1. Pelaku bisnis seks menuntut pemerintah memberikan insentif dan kompensasi karena telah diperlakukan diskriminatif

Tak Dapat Insentif Corona, Pelaku Bisnis Seks Gugat Pemerintah JepangTim pengacara yang mewakili pelaku bisnis seks di Jepang (Website/Kyodo News)

Perempuan yang mengelola bisnis esek-esek itu menggandeng pengacara dan penasihat keuangan Recruit Co. and Deloitte Tohmatsu Financial Advisory LLC. Kedua perusahaan itu akan membantu dalam proses pencatatan nominal bantuan yang seharusnya diterima para pelaku industri seks di Negeri Sakura. 

Menurut keterangan sang pengacara, akibat pandemik COVID-19, kliennya telah menutup sementara bisnisnya pada pertengahan April dan akhir Mei. Kliennya, kata sang pengacara, mengikuti ketentuan yang diwajibkan oleh otoritas setempat untuk mencegah meluasnya pandemik COVID-19. 

Alhasil, pemasukan dari bisnisnya menurun drastis sebanyak 80 persen di bulan April dan 70 persen pada Mei. Angka pemasukan berkurang bila dibandingkan pada 2019. 

Kliennya dan pengelola bisnis seks lainnya sempat bertemu dengan pejabat berwenang dari Badan UMKM pada Juni lalu, agar bisnis mereka dimasukkan ke dalam industri UMKM. Tetapi, pejabat itu menolak dengan alasan bisnis esek-esek itu sudah lama dicoret dari dukungan publik. Kebijakan itu sudah pernah diberlakukan setelah terjadi bencana alam. 

"Sehingga, mereka mengatakan hanya mengikuti ketentuan dari peristiwa yang lalu," ungkap sang pengacara. 

Baca Juga: Cerita Pekerja Seks Kehilangan Penghasilan karena Pandemik COVID-19

2. Industri seks di Jepang bernilai US$24 miliar

Tak Dapat Insentif Corona, Pelaku Bisnis Seks Gugat Pemerintah JepangLove hotel di Distrik Ikebukuro di Tokyo, Jepang (Japan Times/Tomohiro Osaki)

Seorang pekerja seks di Jepang yang menyebut dirinya bernama Mika, mengaku khawatir tidak bisa lagi bertahan hidup. Sebelum pandemik, ia biasanya melayani tiga hingga empat klien per hari. Namun, di saat sebagian besar warga memilih tetap diam di rumah, ia kehilangan klien dan uang untuk bertahan hidup. 

Tanpa pemasukan sama sekali, Mika akhirnya meminjam uang dari berbagai koleganya. Ia juga mencoba melamar berbagai pekerjaan tetapi saat pandemik tidak ada yang bersedia menerima. Dalam posisi saat ini, ia tidak mampu membayar uang sewa apartemen atau membeli kebutuhan dasar. Belum lagi utang yang menumpuk dan menunggu tenggat waktu untuk dibayar. 

"Saya khawatir saya tidak akan punya tempat untuk tinggal atau pekerjaan sama sekali," ungkap Mika kepada stasiun berita CNN

"Saya juga khawatir terhadap kesehatan saya, tetapi kini saya lebih khawatir bagaimana harus bertahan hidup," tutur dia lagi. 

Ia mengaku sempat mendengar bahwa Pemerintah Jepang akhirnya memberikan bantuan keuangan kepada para pekerja seks. Tetapi, ada sederet persyaratan yang harus dipenuhi. 

Namun, muncul permasalahan lainnya yakni mereka tidak tahu bagaimana cara mengakses bantuan keuangan tersebut tanpa harus keluar rumah.

"(Pemerintah) tidak mengatakan secara jelas mereka akan menolong semua orang. Padahal, ada begitu banyak orang yang tidak mampu untuk makan dan bertahan hidup tanpa bekerja," ujarnya. 

Industri prostitusi di mana klien melakukan intercourse dianggap tindak kriminal di Jepang. Tetapi, aktivitas seksual lainnya seperti oral atau pijat dianggap legal di Negeri Sakura. 

Bahkan, menurut organisasi peneliti pasar gelap, Havoscope, industri seks di Jepang menghasilkan keuntungan hingga US$24 miliar. 

3. Warga Jepang sempat protes uang pajaknya digunakan untuk menyokong pekerja seks

Tak Dapat Insentif Corona, Pelaku Bisnis Seks Gugat Pemerintah JepangLove hotel di satu distrik di Tokyo (Japan Times/Tomohiro Osaki)

Pemerintah Jepang menerapkan beragam panduan bagi pekerja seks yang ingin mendapat bantuan keuangan. Beberapa persyaratan di antaranya mereka harus berada di rumah untuk menjaga anak-anaknya selama sekolah ditutup.

Pekerja seks juga bisa mengajukan bantuan keuangan kepada pemerintah lantaran kehilangan pemasukan gara-gara pandemik COVID-19. Namun, pada praktiknya tidak semua bisa mengajukan bantuan keuangan ini. 

Rencana pemerintah untuk ikut membantu pekerja seks sempat menjadi perdebatan di masyarakat Jepang. Bahkan, publik figur di Jepang memprotes duit pajak rakyat malah digunakan untuk membantu pekerja seks. Perdebatan itu sampai viral di media sosial dengan tagar #NightWorkIsAlsoWork. Kalimat "night work" merupakan penghalusan dari pekerja seks. 

Salah satu pengguna akun anonim di Twitter sempat mencuit, mereka masuk ke dalam industri seks hanya untuk membayar biaya pinjaman sekolah. Mereka meminta bantuan kepada pemerintah bukan untuk membayar kehidupan mewah seperti makan steak atau pelesiran. Tetapi, untuk membayar biaya kebutuhan sewa, membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari. Cuitan itu memperoleh 9.000 like dan dicuit ulang sebanyak 3.800 kali. 

"Saya heran sejak kapan negara ini mulai mengelompokan orang. Apakah Anda akan mengabaikan orang tua tunggal yang bekerja di industri malam dan orang-orang yang mengandalkan penghasilan dari sana?" tanya seorang pengguna akun Twitter. 

Baca Juga: Pekerja Seks di Thailand Ajukan Petisi, Protes Kriminalisasi

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya