[UPDATE] Tembus 2,7 Juta, Kasus Baru COVID-19 di AS per Hari 44 ribu

Ahli kesehatan tidak akan terkejut bila naik jadi 100 ribu

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat benar-benar dalam kondisi gawat. Sebab, angka harian kasus COVID-19 di negeri Paman Sam sudah empat hari berturut-turut menembus 40 ribu. Tak heran bila data yang dikutip dari laman World O Meter per Rabu (1/7) menunjukkan ada 2,7 juta kasus positif COVID-19.

Sebanyak 130.102 pasien di antaranya ditemukan meninggal dunia. Sementara, 790.040 pasien berhasil pulih. 

Bahkan, ahli pakar penyakit menular kenamaan di AS, Dr. Anthony Fauci sempat mengatakan dalam kesaksiannya di hadapan Senat bahwa ia tidak akan terkejut bila angka harian di Negeri Paman Sam nantinya menembus 100 ribu. Menurut Fauci, hal itu disebabkan otoritas di sebagian negara yang sempat kasus COVID-19 nya menurun, malah lengah dan menganggap pandemik sudah usai. 

"Sebab, bila ada satu wabah di satu bagian di suatu negara, sementara, di bagian negara lain belum terpapar tetap saja bagian negara itu rentan (terjangkit virus). Saya menyatakan poin itu sangat jelas ketika memberikan keterangan pers pada pekan lalu. Kita tidak bisa hanya fokus ke area yang terdapat kenaikan kasus (COVID-19) dan membuat semua di negara ini berisiko ikut terpapar," ungkap Fauci seperti dikutip stasiun berita BBC pada Rabu (1/7). 

Ia menekankan bahwa Pemerintah AS sudah tidak lagi bisa mengendalikan virusnya. Salah satu penyebabnya, menurut Fauci, warga AS masih ngeyel ketika disampaikan supaya mengenakan masker dan melakukan jaga jarak. 

Lalu, apa yang menyebabkan terdapat kenaikan kasus COVID-19 yang signifikan di AS?

1. Sebagian negara bagian di AS kembali membuka perekonomian dan sekolah tanpa mengacu pada protokol kesehatan

[UPDATE] Tembus 2,7 Juta, Kasus Baru COVID-19 di AS per Hari 44 ribuPresiden Amerika Serikat Donald Trump bersama Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Dr. Anthony Fauci saat konferensi pers harian gugus tugas virus corona di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, pada 17 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Fauci yang juga anggota Gugus Tugas Penanganan Penyakit COVID-19 di AS menyampaikan kesaksiannya di hadapan senat pada Selasa (30/6) waktu setempat. Ia mengaku geram karena banyak pemerintah negara bagian yang membuka begitu saja perekonomian mereka tanpa mengacu ke aturan tertentu. Idealnya, perekonomian baru dibuka bila kasus COVID-19 di wilayah tersebut menurun. 

Sementara, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Oleh sebab itu, sudah bisa diprediksi bahwa kasus-kasus COVID-19 akan mengalami kenaikan. 

"Saya tidak dapat membuat sebuah prediksi yang akurat, tetapi hasilnya nanti akan sangat menyeramkan. Saya dapat menjamin itu," ungkap Fauci kepada anggota Senat, Elizabeth Warren. 

Di forum yang sama turut hadir Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC), Robert Redfield. Ia mengatakan ada 12 negara bagian di AS yang menunjukkan kenaikan pasien baru yang masuk ke rumah sakit. Sementara, negara bagian Arizona telah menciptakan rekor baru angka kematian. 

"Sangat penting bahwa kita semua secara pribadi bertanggung jawab untuk membuat penularan lebih lambat dan mengakui memang penting untuk mengenakan masker," ungkap Redfield. 

Baca Juga: Perusahaan Farmasi AS Jual Obat COVID-19 Remdesivir Seharga Rp33 juta 

2. Sulit memaksa warga AS mengenakan masker karena Presiden Trump juga menolak ide itu

[UPDATE] Tembus 2,7 Juta, Kasus Baru COVID-19 di AS per Hari 44 ribuPresiden Amerika Serikat Donald Trump saat menandatangani perintah eksekutif reformasi polisi di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, pada 16 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Melihat fenomena angka kasus positif COVID-19 yang tidak menunjukkan penurunan, maka Fauci dan CDC memohon kepada publik AS agar mengenakan masker. Kedua ahli di bidang kesehatan itu bolak-balik menegaskan masker sangat penting untuk mencegah penyebaran COVID-19. 

Bahkan, Direktur CDC, Robert Redfield menyebut anak muda AS juga berpotensi terpapar COVID-19. Sehingga, tidak ada alasan bagi mereka tak mengenakan masker. 

"Kita bersama-sama menghadapi (pandemik) ini. Kami merekomendasikan semua orang mengenakan masker ketika berada di luar. Lalu, bagi siapapun yang melakukan kontak dengan orang lain di area yang padat. Semestinya, Anda menghindari kerumunan. Tetapi, bila Anda berada di luar dan tidak mungkin melakukan jaga jarak maka Anda harus mengenakan masker setiap saat," ujar Redfield mengingatkan dan dikutip stasiun berita CNN

Senator dari Partai Republik, Lamar Alexander mengaku heran mengapa urusan mengenakan masker bisa jadi isu politis di negaranya. Ia pun menyayangkan koleganya dari partai yang sama yakni Donald J. Trump malah memberikan contoh buruk dengan menolak menggunakan masker. 

"Bila Anda tak mengenakan masker karena melihat Trump. Tetapi, sesekali ia mengenakan masker, jadi seharusnya itu yang dilihat," kata Alexander dan dikutip BBC

Ia pun menyayangkan Trump yang memiliki banyak pengikut dan pengagum malah tidak konsisten mengenakan masker. 

3. Amerika Serikat masih menjadi episentrum dunia untuk COVID-19

[UPDATE] Tembus 2,7 Juta, Kasus Baru COVID-19 di AS per Hari 44 ribuIlustrasi bendera Amerika Serikat (ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly)

Menurut laporan yang dikutip dari laman World O Meter pada (1/7) sudah ada 10,5 juta orang yang terpapar COVID-19. Sedangkan, 513.139 pasien dilaporkan meninggal di seluruh dunia akibat penyakit tersebut. Sebanyak 5.783.996 pasien berhasil pulih. 

Berikut adalah daftar 10 negara di dunia yang memiliki kasus terbanyak COVID-19. Data ini diambil dari laman World O Meter pada Rabu (1/7):

1. Amerika Serikat (2.726.773 kasus positif, 130.102 pasien meninggal dan 1.136.571 pasien pulih)

2. Brasil (1.408.485 kasus positif, 59.656 pasien meninggal dan 790.040 pasien pulih)

3. Rusia (647.849 kasus positif, 9.320 pasien meninggal dan 412.650 pasien pulih)

4. India (585.792 kasus positif, 17.410 pasien meninggal dan 347.836 pasien pulih)

5. Inggris (312.654 kasus positif, 43.730 pasien meninggal dan tidak diketahui jumlah pasien pulih)

6. Spanyol (296.351 kasus positif, 28.355 pasien meninggal dan tidak diketahui jumlah pasien pulih)

7. Peru (285.213 kasus positif, 9.677 pasien meninggal dan 174.535 pasien pulih)

8. Chile (279.393 kasus positif, 5.688 pasien meninggal dan 241.229 pasien pulih)

9. Italia (240.578 kasus positif, 34.767 pasien meninggal dan 190.248 pasien pulih)

10. Iran (227.662 kasus positif, 10.817pasien meninggal dan 188.758 pasien pulih)

Baca Juga: Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya Pelonggaran

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya