Temui Dirjen Tedros, Menlu Retno Sampaikan Peran WHO Tetap Penting

Amerika Serikat menilai WHO tak relevan dan pilih hengkang

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir pada Jumat (16/10/2020) bertemu dengan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss. Dalam pertemuan itu, Retno menegaskan kerja sama multilateral masih penting dalam menangani pandemik COVID-19. 

Sejak COVID-19 melanda, tidak sedikit yang meragukan kinerja badan kesehatan dunia itu. Situasi diperburuk dengan hengkangnya Amerika Serikat dari keanggota WHO lantaran menilai badan kesehatan dunia itu tunduk kepada Tiongkok. Padahal, menurut AS, WHO bersikap netral dan tidak memihak ke negara mana pun. 

"Di dalam pertemuan dengan WHO, Indonesia kembali menekankan dukungannya multilateralisme termasuk terkait masalah vaksin," ungkap Retno ketika memberikan keterangan pers virtual dari Jenewa pada hari ini. 

Menlu perempuan pertama di Indonesia itu juga menegaskan kembali pentingnya kerja sama dan solidaritas antarnegara agar dunia bisa mengatasi pandemik dalam waktu dekat dan bersama-sama. Sebab, saat ini, masing-masing negara memilih untuk menutup area perbatasannya demi bisa mencegah meluasnya pandemik COVID-19. 

Hal apa lagi yang dibahas oleh kedua menteri dengan pimpinan tertinggi di WHO itu?

1. Retno menjelaskan Indonesia telah mengamankan pasokan beberapa vaksin COVID-19

Temui Dirjen Tedros, Menlu Retno Sampaikan Peran WHO Tetap PentingDirjen WHO ketika bertemu dengan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir (Dokumentasi PTRI)

Kepada Dirjen Tedros, Menlu Retno menjelaskan bahwa Indonesia mengamankan pasokan beberapa jenis vaksin COVID-19, meski hingga saat ini belum ada satu pun vaksin yang dinyatakan lolos uji klinis tahap ketiga dan memperoleh persetujuan dari WHO. 

Retno mengaku paham bahwa dalam pengembangan vaksin membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Selain itu, akan ada risiko dan ketidakpastian dalam pengembangannya. 

"Namun, para ahli di dunia akan terus berupaya untuk mendapatkan vaksin secara tepat waktu, aman dan efektif. Selain itu, adaptasi dan adjustment terus dilakukan dalam situasi yang sangat sulit ini," ungkap Retno dalam pemberian keterangan pers virtual tadi. 

Melalui jalur bilateral, Indonesia sudah mengamankan pasokan dari empat perusahaan farmasi yakni AstraZeneca (Inggris), Sinovac Biotech (Tiongkok), Sinopharm (Tiongkok) dan Casino (Tiongkok). Sedangkan, melalui jalur multilateral, Indonesia dipastikan memperoleh sekitar 53 juta dosis vaksin COVID-19 melalui fasilitas COVAX. 

Baca Juga: Trump Kirim Surat ke PBB untuk Proses Keluar dari Keanggotaan WHO

2. Indonesia akan gunakan vaksin Merah Putih buatan dalam negeri untuk jangka panjang melawan pandemik COVID-19

Temui Dirjen Tedros, Menlu Retno Sampaikan Peran WHO Tetap PentingIlustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam pertemuan dengan Dirjen Tedros, Menlu Retno turut menyampaikan untuk kepentingan jangka panjang, Indonesia turut mengembangkan vaksin COVID-19 buatan dalam negeri yang diberi nama vaksin Merah Putih. Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Profesor Amin Soebandrio sempat menuturkan, vaksin Merah Putih dikembangkan dengan menggunakan metode rekombinan. 

Saat ini Lembaga Eijkman sedang menunggu sel mamalia tersebut untuk menghasilkan protein rekombinan yang telah didesain. Protein rekombinan ini kemudian akan menjadi antigen.

"Kalau protein rekombinan ini sudah selesai dihasilkan dan kemudian telah dipurifikasi, maka kami baru bisa mulai melakukan uji coba kepada hewan percobaan yang kemungkinan baru akan dimulai sekitar 2-3  bulan ke depan dan setelah uji coba kepada hewan ini selesai maka bibit vaksin Merah Putih ini baru bisa kami serahkan kepada Bio Farma," kata Amin dikutip dari ANTARA pada 12 Agustus 2020 lalu. 

Lembaga biologi molekuler Eijkman berharap dapat menyerahkan bibit vaksin Merah Putih penangkal COVID-19 pada sekitar Februari atau Maret 2021.

3. Amerika Serikat merupakan salah satu negara dengan kontributor terbesar bagi WHO

Temui Dirjen Tedros, Menlu Retno Sampaikan Peran WHO Tetap PentingPenjabaran sumber pendanaan WHO (IDN Times/Sukma Shakti)

Hengkangnya Amerika Serikat dari keanggotaan WHO menuai kritik dari banyak negara, termasuk di kawasan Eropa. Mereka menyayangkan di saat melawan pandemik seperti saat ini, Negeri Paman Sam malah memilih keluar. 

Berdasarkan data yang dimiliki oleh WHO pada 2018, Negeri Paman Sam menjadi negara dengan sumbangan keuangan terbesar yakni mencapai US$400 juta. Tetapi, kemudian pada Maret 2020, kontribusinya berkurang menjadi US$115,8 juta. 

Sementara, di bawah AS, ada Yayasan milik Bill Gates dan Melinda yang menyumbang lebih dari US$200 juta. Lalu, di bawah yayasan milik Bill Gates dan Melinda ada Inggris yang juga menyumbang sekitar US$200 juta. 

Melihat situasi ini, Tiongkok tiba-tiba muncul dan berjanji akan meningkatkan kontribusinya kepada WHO. Berdasarkan data terbaru pada Maret 2020, Tiongkok menyumbang US$57,4 juta. Indonesia per April 2020 telah berkontribusi mencapai US$1,2 juta. 

Berdasarkan penghitungan WHO sendiri, mereka membutuhkan dana sekitar US$1,7 miliar hingga Desember 2020 untuk mengatasi COVID-19. Sementara, hingga Mei 2020, mereka baru memiliki dana US$624,5 juta. Masih ada kekurangan US$933,2 juta. 

Tidak semua senator di Kongres menganggap keputusan Trump membawa AS keluar dari WHO adalah langkah buruk. Senator dari Partai Republik, James Comer, menilai hengkangnya AS dari WHO dinilai adalah langkah tepat di tengah pandemik. 

"Hingga WHO melakukan reformasi yang serius, maka mereka tidak layak mendapatkan pendanaan dari AS atau keanggotaan kami," kata Comer dan dikutip dari harian Washington Post

Baca Juga: Apa yang Dikerjakan WHO dan dari mana Mereka Dapat Pendanaan?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya