Turki dan Tiongkok Incar 3 Etnis Uighur yang Bebas dari Penjara di RI

Ketiga etnis Uighur itu terlibat kasus terorisme di RI

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Tiongkok dan Turki dilaporkan memperebutkan tiga warga etnis Uighur yang baru menyelesaikan masa hukuman penjaranya di Indonesia.

Ketiga warga Uighur yang diketahui bernama Abdulbasit Tuzer (26 tahun), Ahmet Mahmud (23 tahun), dan Altinci Bayram (32 tahun) dijatuhi vonis enam tahun bui dan denda Rp100 juta, karena berupaya bergabung dengan kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah. 

Harian Hong Kong, South China Morning Post (SCMP) mengutip sumber seorang pejabat senior di bidang keamanan di Indonesia yang menyebut tiga warga tersebut kini diincar Beijing dan Ankara. 

"Baik Beijing dan Ankara telah meminta mereka (segera diserahkan). Kedua (pemerintah) menekan kami," ungkap sumber yang tak mau dikutip itu karena tidak berwenang berbicara kepada media. 

Organisasi Human Rights Watch (HRW) menyebut keselamatan tiga warga etnis Uighur itu bisa terancam bila mereka dipulangkan ke Negeri Tirai Bambu. Sebab ketiganya diperkirakan akan dimasukan ke dalam kamp re-edukasi dan ditahan.

Berdasarkan laporan investigasi yang dilakukan beberapa media, termasuk BBC, warga Uighur yang berada di kamp tersebut mengalami kekerasan fisik hingga penyiksaan. 

Lalu, apa keputusan pemerintah Indonesia?

1. Kuasa hukum tiga warga Uighur mengaku tidak tahu, di mana keberadaan mantan kliennya itu

Turki dan Tiongkok Incar 3 Etnis Uighur yang Bebas dari Penjara di RIIlustrasi borgol (IDN Times/Arief Rahmat)

Sumber yang dikutip SCMP menyebut keputusan terhadap nasib tiga residivis warga Uighur itu sudah diketahui pada pekan lalu. Namun informasi itu tidak disampaikan secara terbuka. 

IDN Times mencoba mengonfirmasi juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah melalui pesan pendek pada Minggu, 25 Oktober 2020. Berdasarkan informasi yang IDN Times miliki, pemerintah menyerahkan tiga warga Uighur tersebut ke Negeri Tirai Bambu. Bahkan, denda Rp100 juta yang dibebankan kepada masing-masing terpidana juga ditanggung pemerintah Tiongkok. 

Tetapi, pria yang akrab disapa Faiza itu mengaku tidak memiliki informasi mengenai hal tersebut. "Ada baiknya dicek kepada Kementerian Hukum dan HAM," ujar dia. 

Kuasa hukum yang mendampingi tiga warga etnis Uighur itu pada 2015, Asludin Hatjani, membenarkan eks kliennya telah bebas. Ia memperkirakan mereka telah keluar dari bui pada awal Agustus lalu.

"Tapi, saya juga tidak tahu lagi keberadaan mereka setelah bebas beberapa bulan lalu," ungkap Asludin kepada IDN Times melalui pesan pendek, hari ini. 

Ia juga menyebut ketiga kliennya tidak bisa dipulangkan ke Tiongkok, lantaran selama persidangan mereka mengaku sebagai warga negara Turki.

Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara ketika itu meragukan ketiganya berasal dari Turki. Menurut laporan BenarNews, saat diminta pengadilan untuk menyanyikan lagu kebangsaan Turki, para terdakwa tak dapat melakukannya. 

"Tapi berdasarkan data persidangan, mulai dari BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kepolisian, dakwaan, tuntutan jaksa serta putusan (menyatakan ketiganya warga Turki)," kata dia, lagi. 

Baca Juga: Strategi Tiongkok Ubah Persepsi RI Soal Dugaan Represi Muslim Uighur

2. Kedutaan Turki di Jakarta sempat menolak memberikan bantuan hukum bagi satu warga Uighur

Turki dan Tiongkok Incar 3 Etnis Uighur yang Bebas dari Penjara di RIIlustrasi narapidana (IDN Times/Arief Rahmat)

Laman Benar News pada 2015 lalu pernah melaporkan pernyataan pejabat berwenang di Kedutaan Turki, yang enggan mengonfirmasi atau membantah mengenai status kewarganegaraan bagi tiga warga Uighur tersebut. Duta Besar Turki untuk Indonesia ketika itu, Zekeriya Akcam, meminta media agar menanyakan hal tersebut ke kuasa hukumnya. 

Berdasarkan informasi ada lima warga Uighur yang ditangkap otoritas berwenang di Indonesia. Selain tiga nama tadi, ada pula Ahmet Bozoglan dan Nur Muhammet Abdullah. 

Kedutaan Turki di Jakarta juga menolak memberikan bantuan bagi Ahmet. Di pengadilan, ia dituding sebagai pemimpin kelompok etnis Uighur yang akan bergabung MIT. 

Dalam putusan 2015, majelis hakim memutuskan vonis enam tahun bui. Sementara, Nur Muhammet diperkirakan akan dilatih menjadi 'pengantin' dan menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri terhadap kelompok Syiah di kawasan Bogor, Jawa Barat. Atas tindakannya itu, majelis hakim juga menjatuhkan vonis enam tahun bui. 

3. HRW khawatir bila mereka dipulangkan ke Tiongkok, keselamatannya terancam

Turki dan Tiongkok Incar 3 Etnis Uighur yang Bebas dari Penjara di RIIlustrasi sekolah di daerah Xinjiang, Tiongkok (IDN Times/Uni Lubis)

Sementara, peneliti di organisasi Human Rights Watch Indonesia, Andreas Harsono mengaku khawatir bila tiga warga Uighur akan ditahan tanpa proses peradilan bila dideportasi ke Tiongkok. 

"Di Indonesia, paling tidak mereka menjalani proses pengadilan dulu. Sistem peradilan di Indonesia mungkin tidak sempurna tetapi mereka disediakan kuasa hukum," ungkap Andreas. 

Ia juga menyebut di Indonesia setidaknya masih ada kebebasan pers. Media sosial di Tanah Air juga tidak disensor seperti yang terjadi di Tiongkok. 

Andreas mendorong pemerintah Indonesia membantu warga Uighur untuk mengajukan status pengungsi melalui UNHCR, karena mereka berhak mengajukan status tersebut. 

"Bila mereka ingin tetap berada di Indonesia, tolong beri mereka visa kerja. Mereka kan sudah bisa Berbahasa Indonesia, sehingga seharusnya mereka dapat bekerja di sini," ujar dia. 

Baca Juga: MUI: Umat Muslim Uighur di Xinjiang Tidak Bisa Beribadah dengan Bebas 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya