WHO: Belum Ada Bukti Klinis Obat Tradisional Bisa Sembuhkan COVID-19

Satgas COVID-19 DPR justru distribusikan jamu ke rumah sakit

Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak merekomendasikan penggunaan obat herbal atau tradisional untuk memulihkan pasien COVID-19. Sebab, hingga kini belum ada bukti klinis obat tradisional itu bisa menyembuhkan pasien yang terjangkit virus Sars-CoV-2

Pernyataan itu disampaikan WHO ketika banyak ditemukan fenomena publik mulai beralih ke pengobatan alternatif agar tak tertular virus corona. Bahkan, tidak sedikit yang mengonsumsi ramuan tradisional untuk membantu proses pemulihan. 

Salah satunya dilakukan oleh Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina dengan mengklaim ramuan herbal dalam bentuk minuman yang terbuat dari tanaman artemesia, tanaman khusus yang tumbuh di Madagaskar. Tanaman itu sudah sejak lama digunakan untuk pengobatan malaria. 

Minuman herbal itu diluncurkan untuk dikonsumsi publik pada (22/4) lalu dan diberi nama COVID-organik (CVO). Menurut keterangan dari Kepala Staf Kepresidenan Madagaskar, Lova Hasinirina Ranoromaro, CVO dikemas dalam bentuk botol dan dijual sebagai teh herbal. Sebelum dilempar ke publik, teh herbal itu sudah diuji-cobakan ke lebih dari 20 orang. 

"Uji coba telah dilakukan. Dua orang kini berhasil sembuh dengan menggunakan metode ini," kata Presiden Rajoelina ketika meluncurkan CVO di Institut Penelitian Terapan Madagaskar (Imra) dan dikutip stasiun berita BBC

Bahkan, pemimin berusia 45 tahun itu mengklaim efek teh herbal itu sudah bisa dirasakan oleh pasien COVID-19 dalam waktu tujuh hari. 

"Anak-anak sekolah harus diberikan minuman ini sedikit demi sedikit sehari penuh," tuturnya di hadapan komunitas diplomat dan pejabat tinggi lainnya ketika peluncuran teh herbal tersebut. 

Lalu, apa kata Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat soal obat-obat tradisional ini yang diklaim bisa menyembuhkan atau mencegah agar tidak tertular COVID-19? Indonesia pun tak luput masuk dalam fenomena ini. Satgas COVID-19 DPR beberapa waktu lalu membagikan jamu tradisional yang juga diklaim bisa menyembuhkan pasien COVID-19. 

1. CDC AS juga tidak rekomendasikan pasien konsumsi obat tradisional untuk sembuhkan COVID-19

WHO: Belum Ada Bukti Klinis Obat Tradisional Bisa Sembuhkan COVID-19Ilustrasi virus corona. (IDN Times/Mia Amalia)

Dikutip dari situs Pusat Nasional untuk Kelengkapan dan Integrasi Kesehatan AS (NIH), mereka mengulang kembali pernyataan CDC yang menyebut belum ada bukti saintifik pengobatan tradisional itu bisa mencegah atau mengobati penyakit COVID-19. Bahkan, menurut situs NIH, sebagian dari obat tradisional itu ada yang tidak aman untuk dikonsumsi. 

"Penting untuk dipahami bahwa walaupun banyak obat tradisional atau jamu (dan sebagian obat yang diresepkan) berasal dari bahan-bahan alami, tetapi 'alami' tidak berarti itu aman atau menjadi opsi yang lebih baik untuk kesehatan Anda," demikian yang disampaikan di situs NIH. 

Mereka juga menyebut hingga saat ini belum ada pengobatan atau vaksin COVID-19 yang sudah disetujui oleh BPOM AS. Remdesivir pun diberikan izin untuk penggunaan darurat. Para peneliti hingga saat ini masih mempelajari obat baru dan obat-obaran yang sudah disetujui untuk digunakan dalam kondisi kesehatan tertentu. 

"Cara terbaik untuk mencegah penularan COVID-19 yakni dengan menghindari eksposure terhadap virus. CDC juga merekomendasikan upaya pencegahan setiap hari seperti sering mencuci tangan, menghindari kontak dalam jarak dekat, tutupi mulut dan hidung Anda dengan penutup bila tengah berada di kerumunan, tutupi mulut Anda bila batuk atau bersin dan bersihkan semua permukaan yang sering disentuh dengan cairan disinfektan," demikian yang tertulis di situs NIH. 

Baca Juga: Satgas COVID-19 DPR Dituding Telah Impor Jamu Ilegal dari Tiongkok

2. India juga sempat menyarankan pengobatan dengan metode tradisional tetapi tak terbukti ampuh

WHO: Belum Ada Bukti Klinis Obat Tradisional Bisa Sembuhkan COVID-19Perdana Menteri India Narendra Modi memberikan penghormatan di tugu peringatan Mahatma Gandhi pada hari ulang tahun ke 150 Gandhi di Rajghat, India, pada 2 Oktober 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi

Klaim COVID-19 bisa disembuhkan dengan pengobatan tradisional juga terjadi di India. Kementerian AYUSH, organisasi khusus yang mempromosikan pengobatan tradisional mendorong agar warga India mengonsumsi ramuan herbal, walaupun secara klinis belum terbukti khasiatnya. 

Pada pertengahan April lalu, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi dikritik lantaran pengobatan tradisional tidak terbukti ampuh mengobati COVID-19. Anehnya, ketika PM Modi memutuskan memperpanjang masa lockdown, warga kembali dirujuk untuk mengikuti instruksi yang disampaikan oleh Kementerian AYUSH. Padahal, obat tradsional tak terbukti manfaatnya. 

Pemerintah India juga sempat merekomendasikan satu dosis obat tradisional homeopati. Hasilnya tetap nihil. Dokter di rumah sakit milik pemerintah, Dr. Anant Bhan menyarankan harusnya standar pengobatan yang sama diberlakukan di seluruh India. 

Yang lebih aneh, anggota partai pemenang pemilu, Bhartiya Janta, sempat mendorong agar mempraktikan pengobatan alternatif yakni mengonsumsi air kencing atau kotoran sapi. Laman ABC News pada (17/4) lalu melaporkan Kementerian AYUSH akhirnya menyetop semua rekomendasi pengobatan alternatif, lantaran tidak terbukti manfaatnya. 

3. Satgas COVID-19 DPR membagi-bagikan jamu yang diklaim buatan Indonesia ke rumah sakit

WHO: Belum Ada Bukti Klinis Obat Tradisional Bisa Sembuhkan COVID-19(Jamu Herbavid-19 yang dibagikan satgas COVID DPR) www.twitter.com/@andre_rosiade

Salah satu obat tradisional yang diklaim bisa menyembuhkan pasien COVID-19 adalah jamu yang dibagi-bagikan oleh satgas COVID-19 DPR. Anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade yang mengklaim jamu itu bisa menyembuhkan orang-orang yang terpapar COVID-19. 

"Tampilan Herbavid 19. Alhamdulilah, sudah banyak yang sembuh setelah mengonsumsi Herbavid 19," demikian cuit Andre pada Sabtu (2/5). 

Andre tidak menjelaskan lebih lanjut dengan data siapa saja pasien COVID-19 yang sembuh usai mengonsumsi jamu tersebut. Klaim sepihak itu jelas diprotes oleh komunitas medis. Salah satu yang memprotes adalah dokter spesialis penyakit dalam dari RS Omni Pulomas, dr. Dirga Sakti Rambe, Sp.PD,M.Sc. 

"Belum ada obatnya (COVID-19). Ngawur itu," cuit dr. Dirga pada (2/5). 

Protes juga disampaikan oleh dr. Jiemi Ardian yang bertugas di RS Siloam Bogor. Menurut Jiemi, tidak bisa anggota DPR main klaim jamu tersebut bisa menyembuhkan pasien COVID-19. Penjelasan seperti itu, kata Jiemi, dianggap bisa membuat publik jadi menyepelekan penyakit COVID-19. 

Pendistribusian jamu herbal yang diklaim bisa menyembuhkan itu sudah menuai polemik sejak awal. Sebab, banyak yang menyebut jamu itu diimpor dari Tiongkok dan bukan buatan Indonesia. Walaupun belakangan dibantah oleh anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman. Ia menepis pernyataan Gabungan Pengusaha Jamu yang menyebut jamu itu diimpor dari Negeri Tirai Bambu. 

"Tidak benar jika obat herbal disebut impor dari Tiongkok. Herbavid-19 adalah obat herbal yang dibuat industri lokal, dibuat di Indonesia dan diproduksi oleh orang Indonesia," kata Habiburokhman pada (28/4) lalu. 

Tetapi, warganet tidak percaya begitu saja. Mereka menampilkan foto yang menunjukkan terdapat huruf dalam Bahasa Mandarin di produk jamu yang dibagikan oleh satgas COVID-19. 

WHO: Belum Ada Bukti Klinis Obat Tradisional Bisa Sembuhkan COVID-19(Jamu Herbavid-19 yang dibagikan satgas COVID-19) www.twitter.com/@kantayu

Permasalahan lain muncul ketika dibagi-bagikan secara gratis ke rumah sakit, ternyata jamu Herbavid-19 belum mengantongi izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin baru diperoleh pada (30/4) lalu, namun produk itu sudah dibagikan ke RS Wisma Atlet pada (14/4) lalu. 

https://www.youtube.com/embed/tjxHELqn72E

Baca Juga: RI Pilih Klorokuin Bagi Pasien COVID-19, WHO Sebut Obat Belum Manjur

Topik:

  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya