1 Juta Kasus COVID-19 Dalam 8 Hari, WHO Ajak Pemimpin Dunia Bersatu

Dulu butuh waktu 3 bulan untuk capai 1 juta kasus di dunia

Jakarta, IDN Times - Dunia kembali mencetak rekor baru dalam pandemik COVID-19. Bila dulu di awal wabah butuh waktu 3 bulan untuk mencapai 1 juta kasus positif COVID-19, kini angka itu tercapai hanya dalam waktu delapan hari. Hal itu tentu mengejutkan bagi Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Senin (22/6) menyerukan agar para pemimpin dunia tidak mempolitisasi COVID-19. Tedros meminta supaya mereka bersatu untuk melawan pandemik COVID-19. Hal itu disampaikan oleh Tedros ketika menghadiri pertemuan para pemimpin dunia di Dubai yang dilakukan secara virtual. 

Pria yang sebelumnya adalah Menteri Luar Negeri Ethiopia itu mengatakan pandemik COVID-19 belum usai dan terus meningkat setiap harinya. 

"Ancaman terbesar yang kita hadapi saat ini bukan virus itu sendiri namun kurangnya solidaritas dan kepemimpinan global," ungkap Tedros dan dikutip laman ABC Australia pada Senin (22/6). 

Per Selasa (23/6), jumlah kasus positif COVID-19 di seluruh dunia nyaris menembus angka 9 juta. Sementara, lebih dari 468 ribu orang dilaporkan meninggal dunia. Menurut para ahli, jumlah orang yang terpapar COVID-19 bisa lebih tinggi. Namun, hal itu terbatas pada minimnya aktivitas pengetesan dan kasus-kasus yang tak menimbulkan gejala. 

Lalu, siapa pemimpin dunia yang dirujuk oleh Tedros telah mempolitisasi pandemik COVID-19?

1. Dirjen WHO diduga menyindir Presiden Donald Trump

1 Juta Kasus COVID-19 Dalam 8 Hari, WHO Ajak Pemimpin Dunia BersatuPresiden Amerika Serikat Donald Trump saat menandatangani perintah eksekutif reformasi polisi di Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, pada 16 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Kendati tidak menyebutkan nama pemimpin yang dimaksud, namun publik menduga salah satu pemimpin yang dirujuk oleh Tedros telah mempolitisasi pandemik COVID-19 adalah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Apalagi kini Trump tengah menghadapi pilpres pada November 2020. 

Putera ketiga Trump, Eric Trump Jr. bahkan pernah menyebut bahwa virus corona berita hoaks yang disebarkan oleh Partai Demokrat untuk mengganjal langkah ayahnya memenangkan pemilu. Dalam wawancara dengan stasiun Fox News, Eric mengatakan pandemik COVID-19 akan menghilang secara ajaib usai pemilu yang digelar pada  (3/11).

Cara Trump menangani pandemik juga dinilai sangat buruk. Ia sempat meremehkan COVID-19 bisa menjadi wabah di AS. Namun, kini Negeri Paman Sam sudah berubah menjadi episentrum dunia dengan kasus positif COVID-19 aktif mencapai 1,2 juta. Sementara, angka warga yang meninggal mencapai 122.610. 

Namun Trump enggan mengakui kesalahannya dan memilih menyalahkan WHO. Trump memutuskan hubungan AS dengan WHO sekaligus menghentikan pendanaan ke organisasi yang bermarkas di Jenewa tersebut. 

Baca Juga: Trump Tuding Tiongkok Lakukan Pembunuhan Massal dengan Sebar COVID-19

2. WHO meyakini butuh waktu 2,5 tahun agar vaksin COVID-19 bisa didistribusikan ke seluruh dunia

1 Juta Kasus COVID-19 Dalam 8 Hari, WHO Ajak Pemimpin Dunia Bersatu(Ilustrasi vaksin COVID-19) IDN Times/Arief Rahmat

Sementara, menurut utusan khusus WHO mengenai pandemik COVID-19, Dr. David Nabarro, mengatakan saat ini perusahaan di seluruh dunia tengah berjuang untuk mencari vaksin yang digunakan untuk menangkal penyakit yang disebabkan oleh virus Sars-CoV-2 itu. Ada perdebatan sengit terkait bisakah vaksin tersebut didistribusikan secara adil ke seluruh dunia. Sebab, begitu ditemukan vaksin COVID-19 yang terbukti ampuh, maka komoditas itu akan menjadi perebutan. 

Bahkan, menurut Nabarro yang turut hadir dalam konferensi virtual itu memprediksi vaksin baru bisa didistribusikan secara adil ke seluruh dunia dalam 2,5 tahun ke depan. 

"Bahkan, bila ada kandidat vaksin akhir tahun ini, keamanan dan efektivitas uji vaksin membutuhkan waktu," ungkap dokter asal Inggris itu dan dikutip harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH)

Setelah vaksin ditemukan, bukan berarti pekerjaan telah selesai. Tugas selanjutnya yaitu bagaimana memastikan vaksin bisa diproduksi secara massal sehingga semua orang bisa mengaksesnya. 

"Lalu, kita harus membuat program vaksinnya serentak di seluruh dunia," kata dia lagi. 

Namun, ia berharap prediksinya itu keliru. Lantaran, vaksin menjadi harapan semua manusia di muka bumi untuk bisa bertahan di pandemik COVID-19. 

3. Dunia kini tengah dihadapkan pada gelombang ke-2 pandemik COVID-19

1 Juta Kasus COVID-19 Dalam 8 Hari, WHO Ajak Pemimpin Dunia Bersatu(Ilustrasi virus corona) IDN Times/Arief Rahmat

Sebagian negara memang telah berhasil mengendalikan pandemik COVID-19. Tetapi, usai mereka melakukan pelonggaran pembatasan pergerakan manusia, kasus COVID-19 baru ditemukan dalam jumlah yang tak sedikit. 

Kota Wuhan, Tiongkok yang sebelumnya sukses melewati pandemik COVID-19 berkat karantina total, sudah sejak (11/5) lalu melaporkan ditemukan lagi lima kasus baru penyakit mematikan itu. Sedangkan, Korea Selatan diprediksi juga tengah mengalami situasi serupa. 

Kepala Badan Pusat dan Pengendalian Penyakit (KCDC), Jung Eun-kyeong mengatakan gelombang pertama COVID-19 telah terlewati pada April lalu. Gelombang kedua dimulai pada Mei lalu. Padahal, di antara periode itu, Korsel menekan penularan dari 1.000 menjadi nol selama tiga hari berturut-turut. 

Pada (22/6) lalu ditemukan 17 kasus baru COVID-19 dalam kurun waktu 24 jam. Stasiun berita BBC melaporkan klaster terbaru di Korsel bermula dari kantor besar dan gudang. 

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Epidemiolog UI, Dr. Pandu Riono mengatakan Indonesia belum melewati gelombang pertama pandemik COVID-19. Berbincang dengan program Ngobrol Seru by IDN Times dengan tajuk "100 Hari Pandemik Global" pada (20/6) lalu, Pandu menyebut kurva pandemik masih mengalami naik-turun. 

Sementara, mengenai gelombang kedua pandemik, bisa dicegah oleh pemerintah. Caranya, masyarakat dan pemerintah sama-sama bekerja untuk mempraktikan perilaku hidup sehat serta melakukan contact tracing

"Dengan dua cara itu kita bisa mencegah terjadinya eskalasi peningkatan kasus yang besar atau yang kemungkinan menjadi the second wave, kalau ada the second wave," kata Pandu.

https://www.youtube.com/embed/CLcqcOR1I6Q

Baca Juga: Juru Wabah UI: RI Belum Masuki Puncak Gelombang Pertama COVID-19

Topik:

  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya