WHO Eropa: Akan Ada Lebih Banyak Kematian COVID-19 Mulai Oktober 2020

Vaksin bukan solusi tunggal akhiri pandemik COVID-19

Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mewanti-wanti akan ada kenaikan angka kematian akibat pandemik COVID-19 di kawasan Benua Eropa. Peningkatan angka kematian itu diprediksi mulai terjadi pada Oktober 2020. 

Dikutip dari kantor berita Prancis, AFP, Senin 14 September 2020, hal itu dipicu adanya peningkatan kasus COVID-19 pada beberapa pekan terakhir, khususnya di Spanyol dan Prancis. Sebagai contoh, ada lebih dari 51 ribu kasus baru COVID-19 yang diketahui pada Jumat, 11 September 2020, di 55 negara di Eropa.

Menurut WHO, angka kasus baru itu lebih tinggi bila dibandingkan angka harian ketika Eropa memasuki puncak gelombang pertama pada April lalu. 

"Situasinya akan lebih berat. Pada Oktober, November, kita akan melihat lebih banyak yang meninggal (akibat pandemik COVID-19)," ungkap Direktur WHO untuk kawasan Eropa, Hans Klunge. 

Secara umum, kata Klunge, meski terdapat kenaikan kasus COVID-19, tetapi saat ini angka kematian terlihat stabil. Namun, kenaikan angka harian COVID-19 itu diprediksi bisa memicu angka kematian. 

"Saya menyadari ini merupakan momen di mana semua negara tidak akan mau mendengarkannya. Saya paham itu. Tetapi, sebuah pandemik, pada akhirnya akan terlewati," tutur dia lagi. 

Lalu, bagaimana cara yang efektif untuk secepatnya mengakhiri pandemik COVID-19? Apakah kehadiran vaksin akan menjadi solusi tunggal?

1. Direktur WHO Eropa menegaskan vaksin bukan solusi tunggal untuk akhiri pandemik COVID-19

WHO Eropa: Akan Ada Lebih Banyak Kematian COVID-19 Mulai Oktober 2020Ilustrasi melacak perkembangan vaksin COVID-19 di dunia (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam wawancaranya dengan AFP, Direktur WHO Eropa yang berbasis di Denmark, Hans Klunge, memperingatkan pandemik COVID-19 tidak akan berakhir meski vaksin nantinya sudah ditemukan. 

"Saya sering kali mendengarkan 'vaksin akan menjadi tanda pandemik berakhir'. Tentu saja tidak!" kata Klunge. 

"Kita tidak akan tahu apakah vaksin nantinya akan menolong semua populasi dari beragam kelompok. Kini, kita sudah mendapat petunjuk bahwa vaksin akan dapat membantu satu kelompok saja dan tidak untuk kelompok lainnya," ujarnya lagi. 

Ia kemudian mengajak publik untuk membayangkan bila harus memesan vaksin COVID-19 dari beberapa negara, betapa rumit proses pendistribusiannya. 

"Pandemik ini akan berakhir bila kita sebagai masyarakat mengubah gaya hidup sesuai dengan pandemik ini. Itu semua tergantung kepada kita dan hal tersebut merupakan pesan yang positif," tuturnya. 

Baca Juga: Bergabung dengan Covax, WHO Janjikan Indonesia Dapat Vaksin COVID-19

2. WHO ingatkan penanganan pandemik harus berdasarkan data epidemiologi

WHO Eropa: Akan Ada Lebih Banyak Kematian COVID-19 Mulai Oktober 2020Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, WHO Eropa turut mewanti-wanti agar masing-masing negara dalam menangani pandemik COVID-19 tidak mengedepankan ego politiknya. Semua kebijakan seharusnya didasarkan pada data kesehatan publik dan epidemiologi. 

Ia mendukung negara-negara yang enggan melonggarkan kebijakan pembatasan warganya dalam beberapa bulan terakhir, lantaran mereka khawatir ada gelombang selanjutnya dari pandemik COVID-19. 

"WHO kerap disalahkan beberapa kali (lantaran ada perubahan kebijakan). Tetapi, menyampaikan sesuatu yang tidak Anda ketahui secara menyeluruh sangat sulit," tutur Direktur WHO Eropa. 

Apalagi saat ini penelitian mengenai virus corona masih terus dilakukan. Sementara, di sisi lain kebijakan harus tetap diambil namun tanpa memahami secara menyeluruh virus tersebut. Tetapi, ia menekankan agar pemerintah suatu negara tetap mendengarkan masukan dari epidemiolog. 

"Di beberapa negara yang kita lihat justru yang dikedepankan adalah pernyataan politis ketimbang mendengarkan ilmuwan. Publik pun akhirnya malah ragu dengan informasi yang disampaikan oleh para ilmuwan. Ini berbahaya sekali," katanya lagi. 

Hal lain yang disampaikan oleh Klunge yaitu saat ini di negara Eropa, angka kematian yang terkait dengan COVID-19 rata-rata per negara berkisar 400-500 orang. Oleh sebab itu, WHO Eropa mendorong agar masing-masing pemerintah di kawasan tersebut tidak lagi menggunakan strategi yang sama seperti di awal pandemik. 

3. Data menunjukkan hampir 30 juta orang di dunia telah terpapar COVID-19

WHO Eropa: Akan Ada Lebih Banyak Kematian COVID-19 Mulai Oktober 2020Ilustrasi gejala umum orang terpapar COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Berdasarkan data yang dikutip dari laman World O Meter, Selasa (15/9/2020), sudah ada 29,4 juta orang di seluruh dunia yang terpapar COVID-19. Sebanyak 932.744 orang dilaporkan telah meninggal akibat virus Sars-CoV-2. Sementara, 21.279.833 orang berhasil sembuh. 

Amerika Serikat masih tercatat dengan kasus COVID-19 terbanyak di seluruh dunia. Jelang pilpres pada November mendatang, sebanyak 6,7 juta orang di Negeri Paman Sam telah terpapar COVID-19. Sebanyak 199 ribu di antaranya telah meninggal dunia. 

Berikut daftar 5 negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia:

1. Amerika Serikat, 6.749.289 telah terpapar, 199.000 meninggal dunia, dan 4.027.826 berhasil sembuh.

2. India, 4.930.236 telah terpapar, 80.808 meninggal dunia, dan 3.859.399 berhasil sembuh.

3. Brasil, 4.349.544 telah terpapar, 132.117 meninggal dunia, dan 3.613.184 berhasil sembuh.

4. Rusia, 1.068.320 telah terpapar, 18.635 meninggal dunia dan 878.700 berhasil sembuh.

5. Peru, 1.068.320 telah terpapar, 30.812 meninggal dunia dan 573.364 berhasil sembuh.

Baca Juga: Vaksin Merah Putih vs Vaksin Sinovac, Apa Bedanya?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya