Datang ke Ukraina, Pengamat Khawatir Jokowi Tak Disambut Baik  

Jokowi membawa misi perdamaian ke Kiev dan Moskow.

Jakarta, IDN Times - Presiden RI Joko “Jokowi” Widodo akan bertolak ke Ukraina dan Rusia membawa misi perdamaian. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, kunjungan ini dapat disebut sebagai misi kunjungan perdamaian.

Menlu Retno menegaskan, kunjungan Presiden Jokowi merupakan kunjungan kemanusiaan, mengingat situasi di Ukraina yang semakin memprihatinkan.

Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja menilai, kunjungan Jokowi ini harus diantisipasi, terlebih penerimaan Zelenskyy nantinya, ketika keduanya bertemu di Kiev.

1. Jokowi harus siap dengan tanggapan Zelenskyy

Datang ke Ukraina, Pengamat Khawatir Jokowi Tak Disambut Baik  Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja. (dok. Twitter Dinna Prapto Raharja)

Menurut Dinna, kunjungan Jokowi ini merupakan improvisasi dari diplomasi. Selain itu, ada kepentingan untuk Indonesia juga mendekati KTT G20 yang dihelat November nanti.

“Terus terang saya lega dengan keputusan kunjungan ini. Lega karena tidak ada jalan lain, Indonesia tidak bisa diam saja sama seperti negara-negara Asia lain, khususnya di Asia Tenggara,” kata Dinna, ketika dihubungi IDN Times, Selasa (28/6/2022).

Namun, Jokowi juga harus menyiapkan diri jika penerimaan Zelenskyy kurang seperti yang diharapkan. Hal seperti ini yang harus dipersiapkan dan diantisipasi oleh Indonesia.

“Harus siap, karena di sana itu belum tentu direspons positif. Jadi memang perlu keberanian yang luar biasa untuk bersuara saat ini,” tutur Dinna.

“Saya antisipasinya gimana kalau belum tentu hasilnya baik-baik saja, soal Zelenskyy, apakah dia akan menyambut baik Jokowi. Karena sesudah datang ke Kiev, Jokowi ke Rusia, ini bisa sensitif,” lanjutnya.

2. Perang Rusia-Ukraina bukan tensi biasa

Datang ke Ukraina, Pengamat Khawatir Jokowi Tak Disambut Baik  Pabrik kimia Azot di Severodonetsk. (dok. Twitter Sergey Haidai)

Sejak awal Dinna sudah menduga bahwa tensi antara Rusia dan Ukraina ini bukanlah tensi biasa, melainkan sudah mengarah ke proxy war.

“Masalah ini bukan hanya tensi biasa ya, sejak awal invasi, saya sudah bilang ini bukan ketegangan biasa, ini sudah mengarah pada proxy war. Karena perang bukan antara Ukraina dan Rusia, tapi antara Rusia dengan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Ukraina itu hanya tempatnya saja,” ucap Dinna.

Jadi, lanjutnya, memang penting bahwa Jokowi hadir di KTT G7 sebagai undangan dan mengangkat isu Ukraina, termasuk krisis pangan global di pertemuan tersebut.

Akibat konflik Rusia dan Ukraina, kepentingan negara-negara berkembang juga cukup terganggu, misalnya ketersediaan pasokan pupuk untuk pangan. Bahkan, produk ekspor Indonesia juga terhambat untuk pengirimannya via jalur laut.

“Jadi, jika Jokowi tidak melakukan kunjungan ini, tentu menjadi missing yang cukup besar,” tegas Dinna.

3. Ukraina menjadi tujuan pertama menunjukkan arah diplomasi Indonesia

Datang ke Ukraina, Pengamat Khawatir Jokowi Tak Disambut Baik  Pemandangan di ibu kota Kiev, Ukraina (Pexels.com/ Max Vakhtbovych)

Terkait tujuan Jokowi yang menyambangi Ukraina terlebih dahulu lalu melanjutkan perjalanan ke Rusia, Dinna mengatakan bahwa itu adalah tata krama diplomasi.

“Kunjungan itu kan menunjukkan bahwa negara tujuan ini sangat penting bagi negara yang mengunjungi. Gesture yang lebih penting dari sekadar bertelepon. Dan menjadi lebih penting lagi ketika melakukan kunjungan, tidak ada undangan, dan rutenya diatur menjadi nomor pertama duluan,” ucap Dinna.

Selain itu, perspektif Indonesia adalah inklusif, di mana menyelesaikan masalah berarti semua pihak diajak untuk berunding. Maka dari itu, Indonesia juga mengunjungi Rusia dalam misi perdamaian ini.

Di samping itu, Indonesia dan Rusia juga memiliki relasi yang sangat baik secara bilateral maupun multilateral. Sejumlah kerja sama antara dua negara telah disepakati dan bakal ditingkatkan, termasuk kerja sama militer.

Dalam kunjungan dua negara ini, Jokowi diharapkan dapat menjembatani kedua negara agar perang dapat berakkhir, sehingga dapat memperbaiki krisis global, khususnya krisis pangan.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya