Derita WNI Pemetik Buah di Inggris yang Terjerat Utang 

WNI ini mengaku mendapat pekerjaan dari agen tak resmi

Jakarta, IDN Times - Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) di Kent, Inggris, dilaporkan terjebak utang hingga puluhan juta Poundsterling. WNI dengan nama samaran Banyu ini bekerja sebagai pemetik buah.

Banyu mengaku dimintai uang oleh broker, namun majikannya di Kent tidak mengetahui hal ini. Ia bekerja sebagai pemetik buah beri di pertanian Clock House. Buah-buah ini disalurkan ke supermarket besar, seperti Marks & Spencer hingga Sainsbury’s.

1. Banyu hanya memegang visa untuk enam bulan

Derita WNI Pemetik Buah di Inggris yang Terjerat Utang Ilustrasi Suasana Inggris, UK (IDN Times/Anata)

Banyu mengatakan ia tiba dari Indonesia pada musim panas tahun ini dengan utang sebesar lima ribu Poundsterling atau setara dengan Rp88 juta kepada agen tak resmi di Bali.

“Sekarang saya bekerja keras hanya untuk membayar utang itu,” kata Banyu, dikutip dari The Guardian, Rabu (17/8/2022). “Kadang saya stres, kadang tidak bisa tidur. Saya punya keluarga yang harus saya beri makan. Sementara saya terus-terusan memikirkan utang itu.” 

Banyu juga mengaku memberikan akta rumahnya sebagai jaminan untuk pinjaman uang itu.

Clock House mempekerjakan sekitar 1.200 orang per musim untuk memetik buah beri seperti stroberi, plum, blackberry, raspberry dan apel.

Baca Juga: Jumlah WNI Korban Penipuan Loker Bodong Kamboja jadi 234 Orang 

2. Kontrak tak sesuai aturan visa pekerja musiman Inggris

Derita WNI Pemetik Buah di Inggris yang Terjerat Utang Ilustrasi Inggris (IDN Times/Isidorus Rio)

Menurut dokumen yang dilihat The Guardian, pada bulan pertama bekerja, Banyu tidak bisa memetik buah dengan cepat. Dan ternyata ia dipekerjakan dalam kontrak nol-jam.

Diketahui, kontrak nol-jam ini tidak sesuai dengan visa pekerja musiman di Inggris.

Lalu, kontrak Banyu diubah menjadi kontrak kerja minimal 20 jam sepekan dengan bayaran per jam sebesar 10,10 Poundsterling atau setara dengan Rp179 ribu.

Banyu juga mengaku pernah bekerja untuk menggali terowongan selama 12 jam per hari dengan gaji kurang dari 45 Poundsterling per minggunya atau setara dengan Rp800 ribu.

3. Agen tak resmi yang menyalurkan pekerjaan

Derita WNI Pemetik Buah di Inggris yang Terjerat Utang Ilustrasi taksi di jalanan protokol di London, Inggris (IDN Times/Anata)

Selain itu, Banyu juga menghadapi permasalahan agen tak resmi di mana ia terjerat utang. Uang yang ia dapatkan digunakan untuk biaya penerbangan ke Inggris, visa, les bahasa, hingga akomodasi di Jakarta saat menunggu visa.

Penyaluran kerja ini kabarnya dilakukan oleh AG Recruitment dari Inggris. Namun, ada pihak kedua dan ketiga lagi untuk mencarikan tenaga kerja. Pihak terakhir atau broker ini mayoritas berada di Bali dan Banyu adalah salah satu korbannya.

Banyu sendiri mulai berniat mencari pekerjaan di luar negeri setelah ia kehilangan pekerjaannya di Bali akibat pandemik COVID-19.

Banyu mendengar ada sebuah agen yang menawarkan program bahasa Inggris dengan bekerja di luar negeri dan ia tertarik untuk mendaftar. Saat ingin belajar bahasa Inggris ini, Banyu harus membayar sekitar 550 Poundsterling atau Rp9,7 juta.

Awalnya, Banyu dijanjikan bekerja di Australia, Kanada atau Selandia Baru. Namun ia malah diarahkan ke Inggris. Banyu mengaku ia dan beberapa temannya diterbangkan ke Jakarta dan bertemu dengan agen resmi dari Inggris.

Saat ke Jakarta, Banyu dan beberapa temannya diminta membayar seribu Poundsterling atau Rp17 juta untuk akomodasi selama di ibu kota.

Selama ia belajar bahasa Inggris melalui agen tak resmi selama tiga bulan tersebut, Banyu harus berutang ke saudaranya guna membiayai kehidupan keluarganya.

Baca Juga: Kemlu Kembali Pulangkan 14 WNI Korban Lowongan Kerja Bodong Kamboja

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya