Isu Myanmar Harus Diperhatian Semua Negara Anggota ASEAN 

ASEAN mencoba membantu Myanmar keluar dari krisis

Jakarta, IDN Times - Staf Khusus Menteri Luar Negeri untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya, tidak memungkiri bahwa krisis politik Myanmar merupakan salah satu tantangan terbesar di dalam kawasan ASEAN.

“Dinamika internal dari ASEAN sudah jelas adalah krisis politik di Myanmar. Isu ini harus diperhatikan oleh semua negara anggota,” kata Ngurah, dalam diskusi Roles of ASEAN in the Indo Pacific and Indonesia’s Chairmanship, di Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Senin (13/3/2023).

Di bawah keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini, Office of Special Envoy dibentuk guna membantu menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam wawancaranya dengan IDN Times, mengaku diplomasi terhadap Myanmar sudah dijalankan.

Baca Juga: Ketua ASEAN Ingin COC Laut China Selatan Harus Efektif, Sesuai UNCLOS

1. ASEAN mencoba membantu menyelesaikan krisis

Isu Myanmar Harus Diperhatian Semua Negara Anggota ASEAN Staf Ahli Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya. (IDN Times/Sonya Michaella)

Ngurah kembali menegaskan negara-negara ASEAN sekuat tenaga mencoba membantu Myanmar, untuk kembali ke jalur demokrasi dan menyelesaikan krisis ini.

“Ini bukan ikut campur, tetapi ini tanggapan untuk membantu saudara kita, Myanmar, untuk menyelesaikan masalah ini,” ucap mantan Duta Besar RI untuk Singapura ini.

2. ASEAN kecewa junta Myanmar abaikan Lima Poin Konsensus

Isu Myanmar Harus Diperhatian Semua Negara Anggota ASEAN Demo menentang kudeta junta militer di negara bagian Kayin, Myanmar, pada 9 Februari 2021. (Wikimedia Commons/ninjastrikers)

Sempat mengadakan pertemuan menteri luar negeri ASEAN di Jakarta pada Oktober 2022, para menlu ASEAN menyatakan mereka kecewa dengan sikap junta militer Myanmar yang mengabaikan Lima Poin Konsensus.

Padahal, pada April 2021, dua bulan usai kudeta terjadi, jenderal Min Aung Hlaing hadir ke Jakarta untuk menyepakati Lima Poin Konsensus tersebut.

Retno menyampaikan, para Menlu ASEAN menyampaikan keprihatinan dan kekecewaan terhadap tidak adanya kemajuan signifikan dari Lima Poin Konsensus.

"Sangat jelas kekhawatiran ini dan bahkan beberapa negara menyampaikan rasa frustrasinya terhadap tidak adanya kemajuan ini," kata Retno, pada Oktober 2022.

"Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk. Bahasa yang dipakai oleh Chair adalah 'deteriorating and worsening'. Dan ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para Menlu ASEAN," lanjut dia.

Baca Juga: Wakili ASEAN di CSW, Menteri PPPA Minta Kuatkan Kerja sama

3. Membentuk Office of Special Envoy

Isu Myanmar Harus Diperhatian Semua Negara Anggota ASEAN Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi. (IDN Times/Sonya Michaella)

Menjadi ketua ASEAN, Indonesia memutuskan untuk membentuk Office of Special Envoy. Strategi ini cukup berbeda dari dua keketuaan ASEAN sebelumnya, Brunei dan Kamboja, yang menunjuk menteri luar negerinya untuk menjadi Special Envoy untuk membantu Myanmar.

“Kenapa ada Office of Special Envoy? Ini untuk memudahkan pergerakan. Karena kalau Special Envoy-nya langsung hanya satu orang, menteri luar negeri, misalnya, seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya, saya khawatir, pergerakan menjadi terbatas. Terbatas dari segi waktu, dan terbatas dari segi macam-macamnya. Karena kan piring yang ada di depan menteri luar negeri ini banyak banget nih yang harus ditangani di saat yang sama,” ucap Retno kepada IDN Times.

“Tapi kalau ada dedicated office dari Special Envoy yang menangani masalah Myanmar, maka katakanlah jika saya sedang sibuk, ini akan jalan terus. Dan ini sudah berjalan cukup banyak,” pungkasnya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya