Konsensus ASEAN untuk Myanmar Belum Ada Kemajuan 

ASEAN terus mendorong perdamaian di Myanmar

Jakarta, IDN Times - Konsensus ASEAN yang memuat lima poin untuk perdamaian Myanmar tampaknya belum mencatat adanya kemajuan. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah.

“Situasi implementasi terkait Konsensus ASEAN untuk Myanmar belum mencatat kemajuan berarti,” kata Faizasyah, dalam konferensi pers daring, Kamis (14/7/2022).

Sejak dibentuk pada 24 April 2021 lalu, Lima Poin Konsensus soal konflik Myanmar ini dinilai mandek. Bahkan dalam KTT ASEAN dan Amerika Serikat, konsensus ini kembali disorot perkembangannya.

Baca Juga: ASEAN-China Kerja Sama Cari Solusi Dongkrak Industri Penerbangan

1. Interaksi dengan pemangku kepentingan Myanmar sangat penting

Konsensus ASEAN untuk Myanmar Belum Ada Kemajuan Aung San Suu Kyi (facebook.com/Aung San Suu Kyi)

Faiza menambahkan, kunjungan wakil khusus ASEAN, yang dipegang Menteri Luar Negeri Kamboja, ke Myanmar juga tak membuahkan hasil.

“Menjadi penting bahwa Wakil Khusus ASEAN bisa diberi akses untuk bertemu dengan pihak-pihak terkait di Myanmar,” ungkap Faizasyah. Tak hanya itu, lanjutnya, ASEAN juga terus memantau terkait kapan wakil khusus ASEAN bisa bertemu langsung dengan Aung San Suu Kyi yang saat ini ditahan junta militer Myanmar.

Baca Juga: Junta Janji Utusan Khusus ASEAN Bisa Temui Rekan Separtai Suu Kyi

2. Kamboja mendesak junta mengampuni Suu Kyi

Konsensus ASEAN untuk Myanmar Belum Ada Kemajuan Twitter.com/Myanmar Now

Memegang keketuaan ASEAN tahun ini, Kamboja meminta pengampunan untuk Suu Kyi. Pasalnya, Suu Kyi cukup memiliki peran penting untuk mengembalikan kondisi Myanmar kembali seperti sediakala.

“Aung San Suu Kyi dipandang oleh dunia internasional dan banyak orang di Myanmar menganggap Suu Kyi memiliki peran penting untuk mengembalikan negara Anda ke kondisi normal dan rekonsiliasi nasional melalui solusi politik yang damai,” tulis surat Menlu Kamboja, Prak Sokhonn, kepada junta Myanmar.

Suu Kyi telah ditahan sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021 lalu dan diadili di Naypyitaw, ibu kota Myanmar.

Tatmadaw, yang telah memimpin Myanmar selama puluhan tahun sebelumnya, memulai klaim tidak berdasar tentang adanya kecurangan dalam pemilu tersebut dan melakukan kudeta.

Kemudian pada 1 Februari 2021, Tatmadaw mengumumkan keadaan darurat, melakukan kudeta di Naypyidaw, dan secara ilegal menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan pemimpin partai NLD lainnya. Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing, mendeklarasikan diri sebagai pemimpin Myanmar.

Baca Juga: Pemimpin Junta Myanmar Kunjungi Rusia, Ada Apa?

3. Konsensus ASEAN untuk Myanmar

Konsensus ASEAN untuk Myanmar Belum Ada Kemajuan Bendera ASEAN. (setnas-asean.id)

Pada 24 April 2022 lalu, tepat satu tahun sejak para pemimpin negara ASEAN, termasuk junta Myanmar Min Aung Hlaing, menyepakati Konsensus Lima Poin ASEAN, yang berupaya mengatasi krisis di Myanmar usai kudeta pada 1 Februari 2021.

Konsensus ini menyerukan diakhirinya kekerasan, dialog antara pihak-pihak yang difasilitasi oleh ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan oleh ASEAN, dan kunjungan delegasi ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan pihak-pihak terkait.

Sebagai insiatif yang dipimpin ASEAN, konsensus ini secara luas didukung oleh Amerika Serikat, dengan tujuan membawa Myanmar kembali ke jalur demokratisasi. Dikutip dari laman Human Rights Watch, konsensus ini dinilai gagal mengatasi krisis politik di Myanmar.

“Negara ASEAN harus segera mengubah arah mereka untuk fokus melindungi hak dan kebebasan rakyat daripada membantu junta tetap berkuasa,” tulis HRW.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya