Krisis di Inggris, Perempuan Terpaksa Jadi PSK 

Ada yang jadi PSK demi akomodasi gratis

Jakarta, IDN Times - Menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) kini menjadi salah satu pilihan hidup segelintir perempuan Inggris. Sebab, negara tersebut kini sedang didera krisis ekonomi di mana biaya hidup yang melonjak tinggi.

Dilansir Guardian pada Kamis (25/5/2023), krisis juga makin mempersulit para migran dan pencari suaka yang berada di Inggris. Alhasil, mereka harus mencari pekerjaan alternatif untuk bertahan hidup.

Badan aman Beyond the Streets menyebut, krisis di Inggris ini mendorong mereka yang sudah rentan, terpaksa menjadi PSK demi bisa membayar sewa apartemen.

Bahkan ada perempuan di Inggris yang mengaku pasrah saat menjajakan dirinya asal ia bisa mendapatkan akomodasi gratis setelahnya. Hal ini diperkirakan bisa meningkatkan kasus kekerasan terhadap perempuan di negara tersebut.

1. Ada lonjakan PSK sekitar 30 persen

Krisis di Inggris, Perempuan Terpaksa Jadi PSK Ilustrasi PSK (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, per 2022 lalu, Badan Kolektif PSK Inggris melaporkan bahwa saat ini mereka menerima laporan sekitar 30 persen lonjakan yang ingin menjadi PSK.

Selain itu, ada 100 pengguna baru untuk layanan PSK ini tercatat ada antara Desember 2021 hingga April 2022.

Baca Juga: Krisis Ekonomi Akut di Eropa Picu Badai PHK

2. Persaingan makin ketat

Krisis di Inggris, Perempuan Terpaksa Jadi PSK Ilustrasi Suasana Sekitar London Bridge, London, Inggris (IDN Times/Anata)

Martha, 29 tahun, yang berprofesi sebagai PSK di Inggris, merasa persaingan makin ketat karena krisis ekonomi mendorong lebih banyak perempuan di negara tersebut terjun ke dunianya.

Banyak perempuan menjadi pekerjaan seks untuk pertama kalinya. Sementara, mereka yang telah berhasil keluar dari profesi ini, harus kembali menjadi pekerja seks untuk membayar tagihan rumah tangga.

3. Pendapatan PSK yang turun di masa krisis

Krisis di Inggris, Perempuan Terpaksa Jadi PSK Ilustrasi Pekerja Seks (IDN Times/Mardya Shakti)

Martha khawatir krisis ekonomi berkepanjangan. Sebab, ia mengaku pendapat hariannya kian turun setiap hari. Penghasilannya berkurang sejak krisis ekonomi melanda negaranya.

“Orang-orang yang datang menawar harga murah karena mereka harus berhemat,” kata Martha.

Biasanya, dia bisa mendapatkan 250 poundsterling atau setara dengan Rp4,5 juta. Namun, sejak krisis terjadi, Martha hanya bisa menghasilkan sekitar 150 poundsterling per harinya atau setara dengan Rp2,6 juta.

Martha sendiri memulai pekerjaan ini sejak tahun lalu di mana ia merasa membutuhkan penghasilan tambahan.

Baca Juga: Silicon Valley Bank Kolaps Usai Krisis Modal dalam 48 Jam

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya