Libur Imlek Sepekan di China, Warga Bebas Pergi Tanpa Pembatasan COVID

Warga China ramai-ramai pulang kampung dan wisata

Jakarta, IDN Times - Libur sepekan memperingati Tahun Baru Imlek sudah dimulai di China. Untuk pertama kalinya juga, sejak dilanda pandemik COVID-19, China memberlakukan libur tanpa pembatasan.

Namun, pergerakan warga China yang berbondong-bondong pulang kampung untuk merayakan Imlek dikhawatirkan bakal memicu naiknya kasus COVID-19 di Negeri Tirai Bambu tersebut.

Tak hanya pulang kampung, warga China pun beramai-ramai berwisata setelah selama tiga tahun terakhir, terjebak dengan sejumlah pembatasan di negaranya sendiri. Salah satu destinasi yang dituju adalah kawasan Asia Tenggara.

Baca Juga: COVID-19 Hantam Ekonomi China Lagi, Apa Pengaruh untuk Indonesia?

1. Tanpa pembatasan selama liburan Imlek

Dilansir dari Channel News Asia, Senin (23/1/2023), ibu kota Beijing dan beberapa kota lainnya pun terlihat tidak seramai biasanya karena para warganya telah pulang kampung untuk merayakan Imlek.

Namun, pembatasan terkait penyebaran virus COVID-19 di China pun kini telah dicabut. Salah satunya adalah wajib PCR untuk pelancong antarkota di China.

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Beijing mengaku bahwa situasi di China kini perlahan pulih kembali.

“Kondisi di sini sudah mulai normal. Masker paling cuma dipakai di ruang tertutup. Sudah enggak perlu PCR lagi. Jalanan sudah mulai ramai. Sudah mulai hidup lagi suasannya,” kata WNI yang tak ingin disebutkan namanya ini, lewat pesan singkat kepada IDN Times.

Dia juga membeberkan situasi terkini menjelang Imlek. Menurutnya, Beijing sendiri mulai sepi karena warganya kebanyakan pulang kampung untuk merayakan Imlek. “Ibaratnya di sini kayak Lebaran. Jadi sepi, orang-orang sudah pulang kampung kayaknya,” tambah dia.

Baca Juga: Jelang Imlek, Xi Jinping Buka Suara soal COVID-19 China 

2. Kasus COVID-19 baru telah melewati puncaknya

Libur Imlek Sepekan di China, Warga Bebas Pergi Tanpa Pembatasan COVIDIlustrasi COVID-19 di Tiongkok (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Sementara itu, otoritas kesehatan China memastikan dalam pekan ini, bahwa kasus baru COVID-19 di negara tersebut telah mencapai masa puncaknya.

Jumlah kasus parah dan pasien dengan demam tinggi disebut telah menurun drastis.

Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO prihatin atas lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi saat ini di China. Namun, WHO juga mendukung upaya pemerintah China untuk segera memperbanyak vaksinasi untuk warga yang berisiko tinggi.

"WHO sangat prihatin dengan perkembangan situasi di China dengan meningkatnya laporan bahwa kondisi cukup parah," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Gebreyesus.

Tedros mengungkapkan bahwa WHO saat ini membutuhkan laporan yang rinci dari China terkait meningkatnya kasus COVID-19.

3. Xi Jinping buka suara soal COVID-19 di China

Presiden China Xi Jinping akhirnya menjelaskan situasi yang terjadi di negaranya saat ini. Meski tak secara terang-terangan, namun Xi mengaku prihatin dengan kondisi di beberapa pedesaan di China.

“Xi mengatakan ia sangat prihatin dengan kondisi pedesaan dan penduduknya setelah China melakukan penyesuaian langkah-langkah respons COVID-19,” lapor kantor berita Xinhua.

Xi menegaskan bahwa upaya untuk meningkatkan perawatan medis bagi penduduk China yang rentan terhadap virus di daerah pedesaan ini diperlukan.

“Pencegahan dan pengendalian pandemik telah memasuki tahap baru, dan kita masih membutuhkan usaha besar,” tutur Xi.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya