Menlu ASEAN Diminta Perjuangkan Hak Rakyat Myanmar

ASEAN didesak serius menangani isu Myanmar

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), Eva Sundari, mendesak agar para Menteri Luar Negeri (Menlu) negara-negara ASEAN tegas terhadap Myanmar.

Eva yang juga eks anggota DPR RI, mengatakan, junta militer Myanmar telah diberi waktu terlalu banyak untuk melaksanakan Lima Poin Konsensus.

Sejak kudeta meletus pada Februari 2021 lalu, situasi politik di Myanmar menjadi tak menentu. Junta juga menahan Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar sekaligus pemenang Pemilu kala itu.

1. Menlu ASEAN harus perjuangkan hak rakyat Myanmar

Menlu ASEAN Diminta Perjuangkan Hak Rakyat MyanmarPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Eva mengatakan, tidak tegasnya ASEAN dalam menangani masalah Myanmar membuat negara tersebut terus mengabaikan kecaman internasional. Termasuk melakukan eksekusi terhadap empat aktivis.

“Para Menlu ASEAN harus menjadikan pertemuan mereka di Phnom Penh pekan ini, sebagai titik balik untuk mengangkat rakyat Myanmar keluar dari penderitaan,” kata Eva, dalam keterangan APHR yang diterima IDN Times, Selasa (2/8/2022).

“Rasa takut-takut ASEAN dan tidak adanya kepemimpinan telah berkontribusi untuk mendorong eksekusi dan kekejaman lainnya terjadi,” lanjutnya.

Selain itu, menurutnya junta juga semakin percaya diri bisa lolos dan mengabaikan kecaman internasional karena sampai sekarang belum ada konsekuensi konkret.

Baca Juga: [WANSUS] Upaya Komisi HAM ASEAN Perjuangkan Hak Rakyat Myanmar

Baca Juga: Myanmar dan Laut China Selatan Bakal Disorot di Pertemuan Menlu ASEAN

2. ASEAN harus menerapkan mekanisme baru

Menlu ASEAN Diminta Perjuangkan Hak Rakyat MyanmarBendera ASEAN. (setnas-asean.id)

Sementara itu, Lima Poin Konsensus hingga saat ini tidak berjalan sejak 1,5 tahun konsensus tersebut disepakati oleh 10 negara ASEAN, termasuk Myanmar. Eva menegaskan, seharusnya ASEAN segera menerapkan mekanisme baru. 

“Respons yang terkoordinasi, kolektif, dan jelas diperlukan demi kredibilitas ASEAN. Sikapnya yang setengah hati merendahkan ASEAN sendiri,” ujar Eva.

Eva menekankan, ASEAN seharusnya menjadi mesin perdamaian, stabilitas, dan kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, bukan surga bagi diktator seperti pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing.

3. Junta Myanmar eksekusi empat aktivis dan memperpanjang status darurat

Menlu ASEAN Diminta Perjuangkan Hak Rakyat MyanmarPemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. (Twitter.com/ericsonmangoli)

Junta militer Myanmar baru-baru ini mengeksekusi empat aktivis pro demokrasi yang juga merupakan loyalis dari Aung San Suu Kyi. Eksekusi tersebut mendapat kecaman dari dunia internasional dan negara-negara, tak terkecuali ASEAN dan PBB.

Eksekusi itu merupakan eksekusi yudisial pertama Myanmar sejak 1988. Menurut Amnesty Internasional, Myanmar melakukan eksekusi secara rahasia, setelah proses peradilan yang rahasia juga.

Sejauh ini, ada 76 tahanan di Myanmar yang divonis hukuman mati, termasuk dua anak-anak. Mereka dapat dieksekusi kapan saja. Sementara, 41 orang telah dijatuhi hukuman mati secara in absentia.

Meski ada kecaman internasional, Myanmar tak peduli. Bahkan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, memohon agar para tahanan dibebaskan. Namun hal tersebut pun tetap tak didengar Myanmar. 

Baca Juga: Ini Pembelaan Junta Militer Myanmar soal Eksekusi Mati 4 Aktivis

Baca Juga: Status Darurat Myanmar Lanjut, Junta: Tak Sanggup Jalankan Konsensus

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya