Pasca Bangkrut Rakyat Sri Lanka Mulai Pakai Kayu Bakar: Kami Menderita

Harga gas dan minyak tanah melambung tinggi.

Jakarta, IDN Times - Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terparah dalam sejarah negara tersebut lahir. Negara berpenduduk 22 juta orang ini bahkan hampir kehabisan bahan bakar dan telah berjuang selama beberapa bulan terakhir untuk membayar impor penting, seperti makanan, gas untuk memasak, hingga obat-obatan.

Krisis ekonomi ini mau tak mau berimbas pada rakyatnya. Warga Sri Lanka otomatis mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar, gas, makanan dan kebutuhan pokok lainnya.

Harga gas untuk memasak juga dilaporkan sangat tinggi saat ini, sehingga mayoritas warga Sri Lanka yang kondisi ekonominya menengah ke bawah, tak mampu untuk membelinya.

Baca Juga: Buntut Krisis Ekonomi Sri Lanka, Pasokan Bahan Bakar Semakin Menipis

1. Warga Sri Lanka beralih memasak menggunakan kayu bakar

Pasca Bangkrut Rakyat Sri Lanka Mulai Pakai Kayu Bakar: Kami MenderitaANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte

Karena gas untuk memasak sangat mahal harganya, beberapa orang mencoba beralih ke kompor minyak tanah. Namun ternyata Sri Lanka juga kehabisan stok minyak tanah dan tak bisa mengimpornya bersamaan dengan impor bensin serta solar.

Warga yang mampu memakai kompor listrik juga bakal kesusahan karena Sri Lanka kini memberlakukan pemadaman listrik bergilir untuk penghematan.

Seorang pemilik restoran di Sri Lanka mengaku menggunakan kayu bakar untuk memasak, karena dia harus tetap berjualan untuk hidup.

“Kami menderita karena menghirup asap saat memasak dengan kayu bakar, tapi kami tidak punya pilihan,” kata pemilik restoran tersebut yang bernama Karunawathi, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (6/7/2022).

Baca Juga: Kesulitan Imbas Krisis, WNI di Sri Lanka Merasa Belum Perlu Dievakuasi

2. Krisis ekonomi Sri Lanka diperkirakan berlangsung hingga tahun depan

Pasca Bangkrut Rakyat Sri Lanka Mulai Pakai Kayu Bakar: Kami MenderitaPerdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe. (twitter.com/Ranil Wickremesinghe)

Sementara itu Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa krisis ekonomi di Sri Lanka diperkirakan akan berlangsung sampai tahun 2023.

“Kita juga harus bersiap menghadapi kesulitan di tahun 2023. Inilah kenyataannya,” ujar dia.

Inflasi di Sri Lanka kini menempatkan negara tersebut berada di urutan kedua setelah Zimbabwe. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sekitar 80 persen warga Sri Lanka tidak bisa membeli makanan.

3. Inflasi Sri Lanka naik 54,6 persen di bulan Juni

Pasca Bangkrut Rakyat Sri Lanka Mulai Pakai Kayu Bakar: Kami MenderitaIlustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Inflasi Sri Lanka dilaporkan naik menjadi 54,6 persen pada Juni kemarin. Level tersebut tertinggi sejak 2015. Inflasi tercatat berada di angka 39,1 persen sebelumnya pada Mei. Harga pangan melonjak 80,1 persen dan biaya transportasi meroket 128 persen karena mata uang Sri Lanka terdepresiasi dan inflasi melonjak secara global.

IMF melaporkan telah melakukan pembicaraan konstruktif dengan pihak berwenang Sri Lanka pada Januari lalu. Sri Lanka berharap agar IMF segera memberikan persetujuan awal untuk fasilitas kredit.

Sementara itu, Presiden Gotabaya Rajapaksa terus dikritik oleh para kritikus atas krisis keuangan yang terjadi di Sri Lanka. Krisis keuangan disinyalir karena dirinya telah memberikan jabatan penting kepada kerabatnya dan terkesan lambat untuk mencari dana talangan dari IMF.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya