PM Israel Ngaku Pernah Diminta Jadi Mediator Rusia-Ukraina 

Jika diminta lagi, dia akan mempertimbangkannya

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ia bisa mempertimbangkan jika diminta untuk menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina.

“Jika diminta oleh semua pihak terkait, saya pasti akan mempertimbangkannya, tapi saya tidak memaksakan diri,” kata Netanyahu, dikutip dari CNN, Rabu (1/2/2023).

Sebelumnya, Ukraina memang pernah meminta eks PM Israel, Naftali Bennett untuk bertindak menjadi mediator dan Bennet pernah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan juga Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Maret 2022. Namun, kesepakatan damai tak tercapai kala itu.

Baca Juga: Volodymyr Zelenskyy, Mantan Pelawak yang Jadi Presiden Ukraina 

1. Mengaku pernah diminta jadi mediator

PM Israel Ngaku Pernah Diminta Jadi Mediator Rusia-Ukraina Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sumber: twitter.com/netanyahu

Netanyahu juga mengaku pernah diminta menjadi mediator meski tak secara resmi, pada tahun lalu. Tetapi ia menolak lantaran saat itu ia adalah pemimpin oposisi Israel.

“Jadi mediator harus dalam waktu dan keadaan yang tepat. Saya punya aturan: satu perdana menteri pada satu waktu,” ucapnya.

Netanyahu juga tidak mengatakan siapa yang memintanya menjadi mediator, namun ia menegaskan bahwa permintaan itu adalah permintaan tidak resmi.

Baca Juga: Menlu AS Akan Kunjungi Yerusalem, Turunkan Tensi Israel-Palestina

2. Ukraina sebut Rusia bakal kirim rudal buatan Iran

PM Israel Ngaku Pernah Diminta Jadi Mediator Rusia-Ukraina Tentara Angkatan Bersenjata Ukraina mengendarai kendaraan peluncur roket otomatis saat berlatih di wilayah Kherson, Ukraina, dalam foto handout yang dirilis pada Selasa (1/2/2022). ANTARA FOTO/Ukrainian Armed Forces Press Service/Handout via REUTERS/FOC.

Juru bicara Angkatan Udara Ukraina (AFU) Yuri Ignat, pada Senin (30/1/2023), mengungkapkan bahwa Rusia akan meluncurkan misil balistik buatan Iran ke Ukraina. Misil tersebut diklaim sebagai ancaman terbesar Ukraina saat ini. 

Beberapa bulan terakhir, sejumlah kota besar Ukraina digempur serangan misil dan drone Rusia. Serangan dilakukan untuk melumpuhkan infrastruktur energi, sekaligus membuat Ukraina kelelahan dengan serangan tersebut. 

Namun, serangan drone buatan Iran dari Rusia mengingatkan lemahnya sistem pertahanan udara Ukraina saat ini. Atas hal itu, Amerika Serikat (AS) dan Jerman setuju mengirimkan bantuan sistem pertahanan udara ke Ukraina.

Baca Juga: Bertemu Menlu AS, Presiden Palestina: Israel Harus Tanggung Jawab!

3. Ancaman dari Rusia masih nyata

Ignat mengumumkan, ancaman serangan udara dan misil dari Rusia masih akan menghantui Ukraina. Ia menyebut Rusia kemungkinan akan mendapatkan misil balistik Iran, Fateh 110 dan Zolfaghar untuk menyerang negaranya. 

"Ancaman terbesar berada di udara dan yang masih dapat diimplementasikan, tentu saja adalah misil Iran. Rusia masih belum meninggalkan intensinya menerima drone Iran dan dapat pula misil dari Iran, seperti Fateh-110 dan Zolfaghar," tutur Ignat.

"Ini adalah misil balistik dan kami tidak punya pertahanan apapun dalam melawan balistik sampai saat ini. Kami paham bahwa Rusia juga memiliki misil balistik, seperti Kinzhai. Ini cukup kompleks, tapi berbasis pada udara, seperti misil Kh-22 dan S-300, S-400 yang mengikuti jejak balistik," sambungnya. 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya