Rappler Ditutup, Maria Ressa Bakal Ajukan Banding
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Filipina memerintahkan agar media independen, Rappler, ditutup. Pendiri sekaligus CEO Rappler, Maria Ressa, bertekad bakal ajukan banding.
"Lewat tengah malam, 28 Juni 2022, kami mendapatkan informasi bahwa pemerintah menutup izin operasional bisnis Rappler," kata Ressa.
Ressa juga menyampaikan keputusan pemerintah negaranya itu di hadapan peserta acara Konferensi Media Internasional yang diadakan oleh East West Center di Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Fakta-Fakta Rappler dan Maria Ressa, Sempat Punya Biro di Indonesia
1. Bakal ajukan banding
Maria menyampaikan bahwa otoritas bursa saham Filipina menerbitkan perintah yang mengonfirmasi keputusan sebelumnya, untuk mencabut sertifikat atau lisensi bisnis korporasi Rappler. Keputusan ini sendiri dibuat dua hari sebelum jabatan Presiden Rodrigo Duterte berakhir.
“Kami (Rappler) tidak akan tutup, kami akan mengajukan banding atas keputusan ini, karena jelas prosesnya tidak biasa," tegas Ressa.
Pada Januari 2018, SEC Filipina mencabut pendaftaran Rappler atas dugaan pelanggaran aturan kepemilikan asing. Namun, redaksi terus beroperasi meski ada perintah pencabutan.
2. Rappler dituding menutupi investasi dari asing
Editor’s picks
SEC Filipina menuduh perusahaan induk Rappler dengan sengaja menciptakan skema yang rumit, untuk menutupi investasi dari sumber asing.
Secara konstitusional, media massa di Filipina memang tidak diperbolehkan dimiliki oleh entitas asing.
Investasi yang dimaksud adalah Omidyar Network, investasi yang dibuat oleh pendiri eBay. Rappler berulangkali membantah tuduhan tersebut.
3. Rappler sempat memiliki biro di Indonesia
Sebelum mendirikan Rappler, Ressa bekerja untuk ABS-CBN Filipina. Rappler sendiri lahir dari sebuah halaman komunitas Facebook pada Agustus 2011. Sesudah itu, Rappler menjelma menjadi media independen terbesar di Filipina.
Ressa sendiri pernah bertugas di Indonesia, di mana Rappler memiliki biro di Jakarta. Sebelumnya, Ressa juga pernah bekerja di CNN sebagai jurnalis investigasi dan menjabat sebagai kepala biro CNN Filipina.
Rappler merupakan media yang berulang kali memberitakan soal operasi perang melawan narkoba yang merupakan kebijakan Duterte.
Di Manila, jurnalis Rappler sempat dilarang meliput di Istana Malacanang, istana kepresidenan Filipina. Larangan ini juga sempat diperluas hingga di luar istana.
Pada 2019, Ressa pernah ditangkap di kantor pusat Rappler di Manila dengan tuduhan fitnah digital, perkara baru yang menimpanya setelah tuduhan penggelapan pajak.
“Kasus ini konyol dan fakta bahwa mereka membawa surat penangkapan adalah parodi peradilan,” ucap Ressa, kala itu.
Baca Juga: Sempat Ditahan Selama 21 Jam, CEO Rappler Maria Ressa Akhirnya Bebas