Ditentang Yunani, Libya-Turki Sepakati Perjanjian Eksplorasi Migas

Yunani-Mesir geram atas langkah Turki di Mediterania timur  

Tangerang Selatan, IDN Times - Pemerintah Tripoli Libya menandatangani kesepakatan awal mengenai eksplorasi minyak dan gas dengan Turki pada Selasa (4/10/2022). Sebuah perjanjian yang pernah bertentangan dengan Yunani dan Mesir terkait permasalahan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Mediterania timur.

Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu dan Menteri Luar Negeri Libya, Najla Mangoush mengatakan, kesepakatan itu merupakan salah satu dari beberapa nota kerjasama tentang masalah ekonomi, yang bertujuan menguntungkan kedua negara.

Baca Juga: Greenpeace Hadang Kapal Yunani yang Angkut 33 Ribu Ton Migas Rusia

1. Kesepakatan eksplorasi Libya-Turki memungkinkan pembagian akses ZEE 

Meski begitu, belum jelas apakah proyek tersebut kedepannya akan mencakup eksplorasi di ZEE, yang sebelumnya juga pernah disepakati Turki-Libya pada 2019. Saat itu, negara-negara mediterania timur lainnya geram terhadap perjanjian tersebut.

Adapun perjanjian tersebut memungkinkan kedua negara berbagi akses perbatasan laut. Perjanjian itu sempat dicekal oleh Yunani dan Siprus, dan dikritik oleh Mesir dan Israel.

"Tidak masalah apa yang mereka pikirkan," ujar Cavusoglu saat ditanya apakah negara lain mungkin keberatan dengan nota kesepahaman terbaru, dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Yunani Tembaki Kapal Kargo Turki yang Mencurigakan

2. Yunani tegaskan haknya untuk mempertahankan kedaulatan wilayah laut

Kementerian luar negeri Yunani mengatakan, bahwa negaranya memiliki hak berdaulat di wilayah yang ingin dipertahankan "dengan segala cara hukum, dengan menghormati hukum laut internasional."

Pernyataan tersebut mengutip perjanjian antara Athena-Mesir tahun 2020. Dimana keduanya menetapkan ZEE mereka masing-masing di Mediterania timur. Para diplomat Yunani menilai, pakta keduanya efektif dalam membatalkan kesepakatan Turki-Libya pada 2019.

"Setiap penyebutan atau tindakan yang menegakkan 'memorandum' tersebut akan secara de facto tidak sah dan tergantung pada bobotnya, akan ada reaksi di tingkat bilateral dan di Uni Eropa dan NATO," kata kementerian luar negeri Yunani dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The New Arab.

Melalui pernyataan resmi Kementerian luar negeri Mesir, Menteri Luar Negeri Sameh Shoukry mengatakan telah menerima pesan dari mitranya dari Yunani, yakni Nikos Dendias. Keduanya membahas perkembangan di Libya.

Mereka berdua menegaskan, bahwa “pemerintah persatuan’ yang akan keluar di Tripoli, tidak memiliki wewenang untuk membangun perjanjian internasional atau nota kesepahaman” ujar pernyataan resmi kementerian.

Dendias mem-posting di Twitter mengenai perbincangan dengan Shoukry, mengatakan bahwa kedua belah pihak menentang "legitimasi Pemerintah Persatuan Nasional Libya untuk menandatangani MoU tersebut,”, dia juga akan mengunjungi Kairo untuk konsultasi lebih lanjut pada Minggu nanti.

Baca Juga: Milisi di Libya Berebut Kekuasaan, Warga Tripoli: Ini Mengerikan!

3. Parlemen Libya tolak perjanjian eksplorasi karena bersifat ilegal  

Sejauh ini, Turki mendukung Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) Tripoli dibawah kepemimpinan Abdulhamid al-Dbeibah, yang legitimasinya ditolak oleh parlemen Libya.

Ketua DPR Libya, Aguila Saleh, yang merupakan sekutu Mesir, mengatakan bahwa perjanjian itu termasuk illegal, lantaran ditandatangani oleh pemerintah yang tidak memiliki mandat.

Sejauh ini, kebuntuan politik yang terjadi di Libya membuat upaya untuk mengadakan pemilihan umum kerap gagal. Negara tersebut diyakini akan terjerumus konflik yang lebih dalam.

Syahreza Zanskie Photo Verified Writer Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya