Tentara Sudan Tangguhkan Negosiasi Gencatan Senjata dengan RSF

Jakarta, IDN Times - Militer Sudan menangguhkan partisipasinya dalam negosiasi perpanjangan gencatan senjata dengan pasukan paramiliter Rapid Support Force (RSF) di Jeddah. Keputusan pada Rabu (31/5/2023) itu dikhawatirkan membuat perang semakin berkecamuk.
Sebelumnya, militer Sudan dan RSF menyepakati gencatan senjata pertama usai pembicaraan di Jeddah pada awal Mei. Akan tetapi, suara tembakan kadang kala masih terdengar di beberapa kota dan kedua pihak saling tuding jadi pemicunya.
Terlepas pelanggaran itu, kedua pihak kembali sepakati gencatan senjata kedua selama lima hari dan berakhir pada Senin (29/5/2023).
Baca Juga: Dibantu Saudi dan AS, Sudan-RSF Sepakat Perpanjang Gencatan Senjata
1. RSF tuduh militer Sudan tunda negosiasi demi melakukan serangan
Melansir Al Jazeera, militer Sudan pun menyalahkan RSF atas penangguhan itu. Pasalnya, paramiliter itu dinilai kurang berkomitmen mematuhi gencatan senjata dan sering melakukan pelanggaran.
“Komando Umum Angkatan Bersenjata telah memutuskan untuk menangguhkan pembicaraan saat ini di Jeddah karena kurangnya komitmen milisi pemberontak untuk mengimplementasikan salah satu ketentuan perjanjian dan pelanggaran terus-menerus terhadap gencatan senjata,” demikian pernyataan yang diposting di Situs web Kantor Berita Sudan, dikutip dari Al Jazeera.
Juru bicara militer Sudan, Brigadir Nabil Abdalla mengatakan, keputusan itu adalah tanggapan atas dugaan pelanggaran berulang oleh RSF.
Sementara itu, RSF menuding tentara Sudan sengaja menghentikan negosiasi agar bisa menyerang kelompok paramiliter itu melalui serangan udara dan artileri berat.
2. Uni Afrika dukung AS dan Arab Saudi agar gencatan senjata berlanjut
Editor’s picks
Pada Rabu, Uni Afrika mengatakan bahwa negosiasi yang ditangguhkan seharusnya tidak menghalangi upaya mediasi selanjutnya.
“Dalam negosiasi yang sulit, adalah fenomena klasik bahwa satu pihak menangguhkan atau mengancam untuk menangguhkan partisipasinya”, ujar Mohamed El Hacen Lebatt, kepala staf presiden Komisi Uni Afrika kepada AFP, mengutip Deutsche Welle.
“Tapi itu seharusnya tidak mematahkan semangat para mediator… Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi, yang sangat kami dukung, untuk melanjutkan upaya mereka.” tambahnya.
Pada Selasa (30/5/2023) malam, beberapa saksi mata mengatakan terjadi bentrokan sengit di ibu kota Khartoum. Tak hanya itu, pertempuran juga pecah di Omdurman dan Khartoum Utara.
Baca Juga: Israel dan Palestina Sepakat Gencatan Senjata di Jalur Gaza
3. Lebih dari 350 ribu mengungsi ke negara tetangga Sudan
Rentetan gencatan senjata militer Sudan-RSF adalah hasil mediasi Arab Saudi dan AS. Namun, kedua negara itu menyebut bahwa Sudan-RSF saling langgar perjanjian tersebut.
Hampir 1,4 juta warga di Sudan terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat perang. Itu termasuk lebih dari 350.000 orang yang pergi mengungsi ke negara tetangga.
Menurut laporan PBB, lebih dari setengah populasi di Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan perlindungan, menyusul pecahnya konflik pada 15 April, dilansir dari Reuters.
Aksi penjarahan dilaporkan semakin meluas di Khartoum. Masalah lainnya yaitu listrik yang sering padam dan terganggunya pasokan air. Sebagian besar rumah sakit juga ditutup imbas kekacauan.
Bentrokan di Khartoum memaksa PBB, beberapa lembaga bantuan, kedutaan dan pemerintah pusat Sudan memindahkan kantor mereka ke kota Port Sudan yang minim kerusuhan.
Sebagai informasi, penyebab utama konflik pecah karena adanya tuntutan masyarakat sipil terhadap pemerintah untuk melakukan pengawasan militer, dan mengintegrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata negara Sudan.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.