Musim Dingin, Kematian COVID-19 Mencapai 50 Ribu per Minggu

Virusnya bertahan lama

Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa virus corona bakal bertahan lama, mengingat bahwa sejauh ini jumlah kematian gara-gara virus ini secara global mencapai 50 ribuan per minggu.

Mike Ryan, direktur eksekutif program kesehatan darurat di WHO, membeberkan masih tingginya angka kematian COVID-19 itu dalam jumpa pers di Jenewa, Jumat (18/9/2020).  Menurut Mike, situasi ini tidak diharapkan, terutama saat benua di bagian utara bakal memasuki musim dingin tahun ini, dan juga sangat tidak diharapkan oleh negara berkembang, yang tenaga kesehatannya alami tekanan pekerjaan setelah sembilan bulan pandemik berlangsung.

“Virusnya masih jauh untuk lenyap,” kata Mike, sebagaimana dimuat di laman cnbc.com. Pejabat WHO ini mengaku, pihaknya melihat kecenderungan yang mengkhawatirkan dari kasus COVID-19, ruang gawat darurat yang kewalahan menangani pasien dan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, jelang musim dingin.

“(virusnya) gak bakal kehilangan daya tahan, gak bakalan segera pergi,” kata Mike. Makin miris karena saat musim dingin melanda negara di belahan utara dunia, warga akan makin banyak menghabiskan waktunya di rumah saja.

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan Terbaru Vaksin COVID-19 di Dunia

1. Eropa alami pertambahan kasus sebanyak 300 ribu pekan lalu

Musim Dingin, Kematian COVID-19 Mencapai 50 Ribu per MingguSeorang pria dengan masker menyeberang di jalan Rue de Rivoli yang kosong setelah Paris memberlakukan 'lockdown' untuk mengendalikan penyebaran virus COVID-19 di Paris, Prancis, Rabu (18/3). ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Hartmann

Banyak hal yang perlu dilakukan untuk menghindari kegiatan berkerumun, menurunkan penularan virus, melindungi siswa yang harus ke sekolah lagi, dan melindungi kelompok warga yang rentan dari sengatan penyakit dan malaikat maut.

Pejabat di instansi kesehatan di Eropa memang mengingatkan kecenderungan melonjaknya kasus COVID-19. “Kita menghadapi situasi serius,” kata Direktur WHO Eropa, Hans Kluge, Kamis (17/9/2020). Pertambahan kasus mingguan jauh meningkat ketimbang posisi saat virus corona mulai melonjak di Eropa di bulan Maret 2020. Pekan lalu penambahan kasus di Eropa mencapai 300 ribu orang.

“Lebih dari separuh negara di Eropa melaporkan peningkatan kasus lebih dari 10 persen dalam dua pekan terakhir,” kata Hans Kluge. Sebanyak tujuh negara mengalami lonjakan kasus dua kali lipat dalam periode yang sama.

Kebijakan lockdown, atau karantina wilayah yang diberlakukan di musim semi dan awal musim panas berhasil menurunkan jumlah kasus terinfeksi COVID-19, terutama di bulan Juni yang menunjukkan angka infeksi paling rendah selama pandemik berlangsung. Angka terinfeksi yang meningkat di bulan September harus menjadi tanda agar kewaspadaan bangkit.

2. Kasus COVID-19 di AS tercatat 39 ribu per hari, terjadi lonjakan kasus

Musim Dingin, Kematian COVID-19 Mencapai 50 Ribu per MingguSpesialis pengambil darah memeriksa tekanan darah pasien terinfeksi virus corona yang sembuh Monica Jacobs sebelum ia mendonasikan plasma convalescent di Pusat Donor Darah Central Seattle Barat Laut ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Seattle, Washington, Amerika Serikat, Rabu (2/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Lindsey Wasson)

Di Amerika Serikat, pejabat di instansi kesehatan melaporkan bahwa terjadi penambahan kasus sebanyak 39 ribu, rata-rata setiap harinya. Data ini dikumpulkan oleh Universitas John Hopkins. Jumlah kasus mingguan rata-rata bertambah sebesar 5 persen atau lebih. 

Ini terjadi di 34 negara bagian termasuk Washington DC Analis dari universitas ini juga mencatat adanya lonjakan kasus di delapan negara bagian dalam waktu yang sama pekan lalu. AS sedang menjalani masa kampanye pemilihan presiden.

Saking panjangnya masa pandemik yang dilalui, banyak yang merasa lelah luar biasa. “Energi kita sudah habis gara-gara pandemik ini. Saat musim semi lalu masih banyak energi yang ada. (Kehabisan) energi ini bisa memperburuk situasi pandemik ke depannya,” kata Mike Ryan, yang berpengalaman menangani berbagai pandemik dalam 30 tahun.

Selama pandemik COVID-19 ini, Mike Ryan dikenal karena salah satu ucapannya, “Speed trumps perfection”. Di awal pandemik, dia selalu mengingatkan pentingnya semua pihak untuk bertindak cepat dalam memutus mata rantai penularan virus.

Pejabat kesehatan di AS menyimpan kekhawatiran yang sama.  Pandemik bisa memburuk saat negeri itu memasuki musim gugur dan musim dingin. Mereka diingatkan untuk bersiap menghadapi dua medan perang melawan virus, yakni COVID-19 dan musim flu.

Awal September 2020, Anthony Fauci, ahli penyakit menular yang juga penasihat Gedung Putih urusan virus mengingatkan tingginya penambahan kasus COVID-19 memasuki musim gugur. “Peningkatannya tak terelakkan,” ujar Fauci, yang dianggap pakar paling top di AS selama COVID-19. 

Fauci dikenal berani berbeda pendapat dengan Presiden Donald J Trump yang ingin buru-buru membuka kegiatan ekonomi, pada 16 April 2020. “Kamu tidak bisa membuat jadwal untuk virus.  Virusnya yang menentukan jadwal,” kata Fauci.

AS menunjukkan kenaikan kasus harian 40 ribuan. Fauci mengingatkan angka itu perlu ditekan hingga di bawah 10 ribu.

3. Studi WHO tunjukkan mayoritas negara rentan terhadap infeksi COVID-19

Musim Dingin, Kematian COVID-19 Mencapai 50 Ribu per MingguMural mirip perawat di Shoreditch, di tengah penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) di London, Britain, Selasa (21/4/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Nicholls

Maria Van Kerkhove, pemimpin tim teknis WHO untuk pandemik COVID-19 mengatakan bahwa pejabat kesehatan di WHO memiliki ratusan studi yang tengah tentang seroepidemiology, yang menelisik infeksi COVID-19 di populasi yang berbeda. Menurut Maria, studi yang ada menunjukkan bahwa, “mayoritas populasi dunia rentan terinfeksi virus ini.”

“Sangat penting bagi negara-negara untuk memiliki perencanaan yang kuat jika pandemik meningkat lagi,” kata Maria.

Dalam wawancara dengan CNN di program “New Day”, Jumat (18/9/2020), Maria mengatakan bahwa meningkatnya pasien di rumah sakit di negara kawasan Eropa, seperti di Inggris dan Prancis adalah kecenderungan yang mengkhawatirkan. Soalnya, negara di kawasan itu bahkan belum masuk  ke musim flu. Situasi ini menambah beban bagi infrastruktur kesehatan yang sudah kewalahan menangani pasien COVID-19.

Maria menyarankan setiap negara agar meneliti sampai ke tingkat administrasi paling rendah, situasi COVID-19, sehingga mendapatkan data yang lebih baik. Bukan Cuma sebatas data kasus, dan kemampuan melacak kecenderungan peningkatan kasus.  Mengecek fasilitas rumah sakit dan pasien yang dirawat di sana juga sangat penting. “Kita perlu melihat okupansi ruang gawat darurat dan berapa banyak pasien harus dirawat di sana,” kata Maria.

Baca Juga: Kasus COVID-19 di Dunia Tembus 30,6 Juta, 955 Ribu Orang Meninggal

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya