No-Kum Sok, Pilot Korut Pertama yang Membelot Ke Korsel
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Tanggal 21 September 1953, dikenang secara kontras dalam dunia sejarah peperangan. Korea Utara dan Rusia mengingat tanggal ini sebagai hari yang pahit. Amerika Serikat dan Korea Selatan, menganggap tanggal ini sebagai batu pijakan penting bagi pengembangan teknologi jet tempur mereka. Pada tanggal itu, 67 tahun lalu, Letnan No Kum-Sok membelot ke Korsel, membawa MiG-15bis, jet tempur buatan Uni Soviet, negara komunis yang kini dikenal dengan nama Rusia.
Dalam memoarnya, A MiG-15 to Freedom, No-Kum Sok mengaku bahwa aksi pembelotannya itu tidak dipicu oleh iming-iming hadiah uang senilai US$ 100 ribu dolar yang ditawarkan Angkatan Udara AS selama berlangsungnya Perang Korea. Operasi Moolah, sebutan slank di kalangan tentara AS untuk “money” atau uang, digelar untuk membujuk pilot negara komunis agar mau membawa MiG-15 untuk diserahkan ke AS.
Pesawat tempur canggih ini menjadi bagian dari angkatan perang Korut sejak 1 November 1950.
Baca Juga: Melongok Korut Zaman Now, Negeri yang Dipimpin Kim Jong Un
1. Detik-detik saat pilot Korut No-Kum Sok mendaratkan pesawat MiG-15 di Korsel
Pada 21 September 1953, tentara AS dan Australia yang bertugas di pangkalan udara Kimpo, di Korsel. Mereka terkejut, ketika secara mendadak sebuah pesawat tempur MiG-15 mendarat di landasan bandara di pangkalan militer itu. Pesawat ini datang dari arah berlawanan dari jet tempur F-86 Sabre yang juga mendarat hampir bersamaan.
Pesawat MiG-15 itu memberikan tanda distress dengan mengirim sinyal warna-warni standar dan mengepakkan sayapnya. Ini kode untuk para tentara yang bertugas menjaga pangkalan udara dari serangan musuh agar tidak menyerang jet tempur milik Korut itu.
Memang, saat itu, perjanjian persenjataan Korea baru diteken sehingga penjagaan di Pangkalan Kimpo agak longgar. Radar sedang dimatikan untuk pemeliharaan rutin dan pangkalan udara itu lagi lumayan sibuk dengan beragam kegiatan.
Untungnya bagi pilot No-Kum Sok, saat itu, gak ada yang memperhatikan bahwa pesawatnya hampir tabrakan dengan F-86 yang sedang mendarat juga di ujung landasan.
2. Letnan No-Kum Sok membuang foto pemimpin Korut agar tidak ditembak tentara Korsel
Begitu tahu ada jet tempur milik Korut mendarat di landasan Kimpo, tentara Korsel berhamburan mengepung dan menodongkan senjata ke arah pesawat itu. Untuk membuktikan niat membelot, No-Kum Sok, saat itu 21 tahun, membuang foto pemimpin Korut Kim Il Sung ke landasan, dan keluar pesawat sambil dengan posisi tangan di atas, menyerah.
Laman Australian Memorial War menceritakan situasi ini pada 17 September 2020.
Pesawat MiG-115bis itu parkir diantara dua F-86 Saber. Para pilot dan kru yang ada di sana, termasuk tentara Australia dari Skuadron Nomor 77 yang bertugas di Kimpo, mendekati pesawat dan No-Kum Sok. Salah satu orang yang pertama kali mendekati pesawat MiG-15 itu adalah Letnan Norman William.
Pilot No-Kum lantas dikawal ketat dari pesawatnya, mengendarai jip yang dikemudikan tentara AS. Dia diperlakukan dengan baik.
3. Sejak kecil No-Kum Sok tertarik dengan Amerika
Pilot No lahir di Korut, 10 Januari 1932. Ayahnya bekerja untuk perusahaan Jepang, Noguchi Corporation. Ibu No berasal dari kelas menengah di negeri komunis itu. Kedua orang tua No adalah sosok berpendidikan baik, dan bersimpati ke pihak Barat. Mereka menganut agama Katolik.
Ayah No, adalah pelempar bola di tim bisbol di sekolahnya, kagum dengan ketertarikan putranya tentang AS, dan mengajak No untuk berbicara dalam bahasa Inggris untuk membujuk No agar mau belajar bahasa Inggris.
No diterima di Akademi Angkatan Laut Chongjin dan kemudian dipindahkan ke Angkatan Udara. Dia menjadi pilot termuda di Korut, pada usia 19 tahun. No dilatih di Manhuria oleh oleh para pilot Uni Soviet.
Sebelum memutuskan membelot ke Korsel, No sudah melakukan 100-an penerbangan jarak pendek. Ayah No meninggal dunia karena sakit, saat Perang Dunia-II. Ibunya dievakuasi ke Korsel pada Desember 1950, dalam operasi yang dikenal sebagai Evakuasi Hungnam.
Editor’s picks
Gara-gara No membelot, lima rekan kerja No dieksekusi rejim Kim Il Sung, termasuk teman baik No.
4. AS terinspirasi pengalaman di perang Vietnam saat menggelar sayembara berhadiah untuk mencuri pesawat musuh
AS terinspirasi dari perang Vietnam. Selama perang itu, tentara Vietnam Utara dan Gerilyawan Vietkong menjanjikan hadiah emas buat membujuk musuh agar membantu menjatuhkan pesawat yang dipiloti AS, ke kawasan yang dikuasai komunis Vietnam. Saat itu banyak kasus terjadi, ketika para pihak menawarkan hadiah untuk mereka yang bisa menjatuhkan pesawat canggih milik musuh, agar bisa dikuasai.
Salah satunya, dilakukan AS yang ngebet, ingin menelisik teknologi MiG-15 yang dikembangkan pesaing mereka, Uni Soviet. AU AS menawarkan hadiah US$ 100 ribu dolar dan suaka politik buat yang bisa mencuri jet Uni Soviet itu. Hadiah paling gede yang saat itu ada. Informasi ini dimuat dalam Guerrilla Operations 1952, sebuah laporan yang diterbitkan Unit Militer ke-8240, Detasemen Penghubung, Komando Timur Jauh, Kantor Pusat Divisi Gerilyawan.
Di laporan itu disebutkan niat AS. “Mendapatkan pesawat tempur MiG-15 secara utuh adalah prioritas tertinggi bagi AU. Pihak AU dan AL (AS), akan mendukung proyek apa pun yang layak untuk mengakuisisi sebuah MiG-15. Panduan spesifikasi teknis MiG-15 sangat dibutuhkan. Biasanya panduan teknis ini dibawa pilot dan ditaruh di kokpit pesawat.”
Operasi Molaah ditujukan membujuk para pilot dari negara komunis.
Baca Juga: 25 Foto Ini Menguak Kehidupan Sehari-hari di Korea Utara
5. Mengapa AS ingin mempelajari teknologi MiG-15 buatan Uni Soviet?
Uni Soviet, musuh paling utama bagi angkatan perang AS, mendesain jet tempurnya sesaat setelah Perang Dunia-II. Jet tempur ini memiliki keistimewaan intersep di udara, manuver di angkasa, dipersenjatai dengan meriam dan punya kemampuan terbang selama satu jam.
Pesawat MiG-15 dioperasikan dengan mesin penggerak yang ditiru Uni Soviet dari Rolls-Royce, Inggris, yang memiliki daya dorong lebih tinggi dibandingkan mesin aslinya. Pendek kata, MiG-15 ini melampaui kemampuan semua jet tempur yang dimiliki negara Barat.
Menurut The Story of MiG-15 on Display, dokumentasi Angkatan Udara AS, jauh mengalahkan kemampuan P-51 Mustangs, F-80 Shooting Stars dan F-84 Thunder Jet milik AS. Negeri Paman Sam itu harus menunggu sampai Desember 1950 untuk datangnya F-86 Saber. Bahkan, MiG-15 mendaki di udara lebih cepat, dan mudah melakukan manuver.
No mengaku keputusannya membelot bukan karena iming-iming hadiah uang. Menurut dia, tawaran itu datang April 1953, dan disebarkan lewat selebaran yang dijatuhkan di atas Pangkalan Militer Korut di tepi Sungai Yalu. Padahal, saat itu, semua pesawat dan pilot MiG-15 milik Uni Soviet, Tiobgkok dan Korut ditempatkan di Manchuria. Jadi, kayaknya mereka gak mendapatkan selebaran itu.
Selain itu, klaim No, bahkan jika ada pilot Korut yang mendapatkan selebaran itu, mereka gak tertarik membelot. Bukan karena gak mau dapat duit AS, tapi jaminan kebebasan untuk jadi warga negara dan pekerjaan di AS bakal lebih menarik buat mereka.
Begitupun, pembelotan No yang membawa MiG-15 membuka peluang bagi AU untuk mempelajari jet tempur canggih itu. Peristiwa itu juga mengesahkan dugaan keterlibatan dukungan Uni Soviet dan Tiongkok terhadap Korut di Perang Korea.
No juga memberikan informasi penting bagi pilot tes bagi pesawat tempur AS. “Menerbangkan MiG-15 adalah paling sulit, yang saya alami. Ini pesawat yang telah membunuh banyak pilot,” kata Mayor Chuck Yeager, salah satu pilot legendaris AU AS.
No dianggap sebagai tentara Korut yang pertama kali membelot, sesudah berakhirnya perang Korea. Sejak itu, lebih dari 30 ribu warga Korut membelot ke Korsel. Ini belum termasuk ribuan yang lari ke Rusia dan Tiongkok. Sesudah No, ada empat pilot Korut membawa lari MiG-15 dan MiG-19 ke Korsel.
Tahun 1954, No migrasi ke AS. AU akhirnya memberikan hadiah uang kepada No, dan dia memanfaatkannya untuk membantu kehidupan ibunya. No lantas belajar studi rekayasa mekanis di Universitas Delaware, AS.
No sempat bertemu Wakil Presiden AS Richard Nixon, resmi menjadi warga negara AS dan menikahi warga Korut yang migrasi ke AS juga. Dia mengubah namanya dengan nama Anglikan, Kenneth Rowe
No-Kum Sok atau Kenneth Rowe, kemudian bekerja untuk Grumman, Boeing, kemudian juga Lockheed dan sejumlah perusahaan lain sebelum kian menjadi guru besar rekayasa di Universitas Aeronotikal Embry-Riddle. No pensiun tahun 2000, dan tinggal di Florida, AS hingga kini.
Baca Juga: Korea Utara Umumkan Kasus Suspek COVID-19 Pertama