Publish Asia 2019 Bahas Transformasi Bisnis Pemberitaan

Ada 10 tren yang terjadi di ruang redaksi

Singapura , IDN Times – Singapura bakal memiliki Undang-Undang yang mengatur tentang “fake news” atau hoaks. Hal ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi S. Iswaran, saat membuka acara Publish Asia 2019, di Singapura, tanggal 8 Mei 2019. “UU ini adalah respons pragmatis kami terhadap perubahan yang terjadi di ranah internet,” kata Iswaran. 

Setelah debat yang berlangsung selama dua hari, pada 7-8 Mei, akhirnya parlemen Negeri Singa meloloskan UU ini dengan perolehan suara 72 yang setuju, 9 anggota dari partai buruh menolak, dan 3 menyatakan abstain.

UU Perlindungan dari Informasi Palsu dan Manipulasi di ranah daring ini mulai dibahas di parlemen sejak bulan lalu.

Menurut Iswaran, legislasi saja tidak cukup, dan menjadi pelengkap. Upaya lain yang dilakukan adalah membangun masyarakat yang paham memilah informasi, sebagai bentuk pertahanan paling utama terhadap maraknya informasi palsu di internet.

Iswaran juga menyampaikan bahwa Singapura membangun Kerangka Nasional Literasi Informasi dan Media untuk mendukung edukasi publik.

IDN Times mencoba meminta komentar sejumlah jurnalis Singapura soal UU ini, semuanya menolak berkomentar. “Kita perlu khawatir,” ujar seorang jurnalis yang tak mau dikutip namanya.

Singapura menjadi tuan rumah Publish Asia, sebuah ajang pertemuan antar pelaku industri media yang dikelola secara tahunan oleh Asosiasi Dunia untuk Surat Kabar dan Penerbit (WAN-IFRA). Iswaran berharap, pelaku industri media menjadikan penyebaran informasi palsu sebagai agenda mendesak untuk ditangani.

Baca Juga: Menlu Retno: Pemukiman Ilegal Israel di Palestina Harus Dihentikan

1. Tema Publish Asia 2019 adalah transformasi bisnis pemberitaan

Publish Asia 2019 Bahas Transformasi Bisnis PemberitaanIDN Times/Uni Lubis

Tahun ini Publish Asia 2019, ajang regional dari WAN-IFRA, mengusung tema “Transforming the Business of News” atau transformasi bisnis pemberitaan. Sebanyak 40-an pembicara dari 14 negara berbagi pengalaman, baik kisah sukses maupun kegagalan yang dialami, dalam mengelola media di era transisi ke platform digital.

Publish Asia 2019 mengundang sejumlah pembicara internasional, termasuk Juan Senor, Presiden Grup Konsultasi Inovasi Media, dan Raju Narisetti, Profesor dari Universitas Columbia, New York, yang sebelumnya berpengalaman mengelola sejumlah media termasuk di Gizmodo Media dan Wall Street Journal Eropa.

Pembicara lainnya dari regional Asia, termasuk:

Andy Budiman, CEO, KG Media, Indonesia
Chavarong Limpattamapanee, Ketua Dewan Pers Thailand
Cherilyn Ireton, Direktur Eksekutif World Editors Forum, WAN-IFRA, UK
Dr Jochen Krauss, Partner, Simon-Kucher & Partners, Singapore
Elsie Cheung, COO, South China Morning Post, Hong Kong
Esther Ng, Kepala Konten, Star Media Group, Malaysia
Fergus Bell, Founder, Dig Deeper Media, UK
Goh Sin Teck, Editor, Lianhe Zaobao & Lianhe Wanbao, Singapore Press Holdings
Hari Shankar, Singapore Media Exchange
Helena Phua, Executive VP, The New York Times, Hong Kong
Holly Wainwright, Kepala Konten, Mamamia, Australia
Jaime Ho, Chief Editor CNA Digital, Mediacorp, Singapore
Joji Philip, Founder & Editor-in-Chief, DealStreetAsia, Singapore
Kang Wan Chern, Editor & Business Editor, The Myanmar Times
Loh Chee Kong, Deputy Chief Editor, TODAY, Mediacorp, Singapore
Lulu Terianto, President Director, Bisnis Indonesia
Samanthi Dissanayake, Asia Editor, BBC News Website
Savan Wijewardene, Head of Digital, Associated Newspapers of Ceylon
Sonny Kwon, Founder & CEO, PUBLISH Inc, South Korea
Stig Jakobsen, Editor-in-Chief & CEO, iTromso, Norway
Syamil Fahim Mohd Fahim, COO, Karangkraf Media Group, Malaysia
Tan Lee Chin, COO (Content & Commercial), Sin Chew Media Corp, Malaysia
Thomas Jacob, COO, WAN-IFRA
Uni Lubis, Editor-in-Chief, IDN Times, Indonesia
Warren Fernandez, Editor-in-Chief, The Straits Times, Singapore
Yan Naung Oak, Senior Advisor, Phandeeyar Innovation Lab, Myanmar
Zuraidah Ibrahim, Deputy Executive Editor, South China Morning Post

2. Mengubah paradigma staf redaksi menjadi salah satu tantangan dalam transformasi di era digital

Publish Asia 2019 Bahas Transformasi Bisnis PemberitaanIDN Times/Uni Lubis

“Tidak bisa dipungkiri, semua anggota redaksi harus berubah. Redaksi memilih berita yang disajikan ke pembaca berdasarkan data dan algoritma,” kata Stig Jakobsen, Pemimpin Redaksi dan CEO iTromso, media dari Norwegia. Jakobsen berbicara dalam sesi  penggunaan data untuk mendukung keputusan editorial. Menurutnya, data penting dalam mendukung personalisasi berita yang kini banyak dilakukan media digital. 

“Pengecualian ada saat terjadi breaking news. Editor dapat mengambil keputusan pemberitaan yang berbeda,” kata dia.

Perubahan cara berpikir dan bekerja yang lebih berdasarkan data menjadi masalah paling penting yang dialami di era transisi digital. Hal ini juga disampaikan oleh  CEO Singapore Press Holding, Ng Yat Chung. SPH mengelola sejumlah surat kabar dan harus menyesuaikan diri dengan perubahan cara konsumsi media dan demografi audiens yang kian muda. “Mulai dari pimpinan redaksi, editor, dan sisi bisnis juga harus berubah paradigma,” kata Yat Chung.

Publish Asia 2019 banyak membahas pengembangan jurnalisme data, bagaimana membangun sistem berlangganan, baik gratis maupun berbayar.

IDN Times diundang untuk berbicara di sesi bagaimana menarik minat pembaca milenial dengan melakukan pengembangan konten, komunitas, dan hyperlocal alias membuka biro regional di 33 provinsi. “Kolaborasi antara jurnalis dan penulis komunitas yang menghasilkan tulisan yang kental dengan aspirasi milenial menjadi kuncinya,” kata Uni Lubis, pemimpin redaksi IDN Times.

Dalam sesi yang dipandu oleh Cherilyn Ireton, Direktur Eksekutif Forum Editor Dunia cabang Asia itu, Uni Lubis juga memaparkan sejumlah program andalan IDN Times, termasuk kanal #MillennialMemilih untuk Pemilu, program video #SuaraMillennial, Indonesia Writers Festival and Indonesia Millennial Summit 2019.

3. Forum Editor Dunia menyampaikan hasil riset tentang 10 tren ruang redaksi pada 2019

Publish Asia 2019 Bahas Transformasi Bisnis PemberitaanIDN Times/Uni Lubis

Kesempatan bertemu di ajang Publish Asia digunakan untuk membahas tren yang terjadi di ruang-ruang redaksi. Cherilyn Ireton menyampaikan cuplikan hasil riset WEF mengenai hal itu. “Redaksi kian serius menggarap audiens dan komunitas. Bagaimana memiliki audiens dan komunitas yang loyal? Ini tren pertama yang mengemuka berdasarkan hasil riset kami,” kata Cherilyn.

Sembilan tren lain di ruang redaksi untuk 2019, adalah: lebih banyak produksi video dan konten suara alias podcast, serta sajian yang dengan lebih sedikit kata-kata. Ruang redaksi juga perlu memiliki protokol keselamatan bagi jurnalis, termasuk saat berselancar di dunia maya. “Banyak jurnalis, terutama perempuan, menjadi korban online bullying,” kata Cherilyn.

Protokol keselamatan juga penting untuk mengantisipasi serangan terhadap media.  Selain itu, ada kecenderungan redaksi untuk memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligent) dalam produksi konten dan distribusinya.

Turunnya kredibilitas media membuat inisiatif untuk membangun kredibilitas ruang redaksi kian penting. “Dari sisi jurnalis, nampak ada tren untuk lebih longgar dalam mengerjakan penugasan, tidak dibatasi rubrikasi. Artinya, jurnalis bisa saja mengerjakan beragam penugasan yang sifatnya lintas bidang,” kata Cherilyn.

Ruang-ruang redaksi juga menciptakan standar untuk produksi konten secara multimedia.  Hal kesepuluh yang menjadi tren adalah, kesadaran untuk melawan informasi palsu yang beredar berkaitan dengan sains.  “Terutama di bidang kesehatan. Reportase masih diwarnai sumber-sumber yang tidak kredibel,” kata Cherilyn.

Publish Asia 2019 yang berlangsung pada 7-9 Mei 2019 juga menggelar tiga kelas utama, menyangkut peliputan sains, bisnis model, dan peliputan konflik.

 

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Elfida

Berita Terkini Lainnya