Aktivis Antikudeta Myanmar: Tak Ada Hari Tanpa Demonstrasi!

Lebih dari 286 pendemo dikabarkan meninggal

Jakarta, IDN Times -  Ribuan aktivis antikudeta Myanmar kembali turun ke jalan pada Kamis (25/3/2021), sehari setelah pemogokan massal atau aksi diam yang bertujuan menghentikan aktivitas ekonomi dan bisnis pada Rabu (24/3/2021).

Unjuk rasa kali ini kembali digelar di Ibu Kota Yangon, pusat Kota Monywa, dan beberapa kota lainnya.

"Apakah kita bersatu? Ya, kita Bersatu. Revolusi hari menang!” teriak pengunjuk rasa di Monywa, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Nant Khi Phyu Aye, salah seorang aktivis, mengatakan kebanyakan pendemo adalah anak muda. "Mereka ingin melakukan protes setiap hari, tanpa melewatkan satu hari pun," tuturnya.

Skala protes jalanan mulai mengalami penurunan beberapa hari terakhir. Kendati begitu, para aktivis berjanji gelombang demonstrasi besar akan datang.

"Badai terkuat (akan) datang setelah keheningan," merujuk kepada pemogokan massal, kata pemimpin pendemo, Ei Thinzar Maung, dalam sebuah unggahan media sosial.

1. Lebih dari 286 orang dikabarkan meninggal

Aktivis Antikudeta Myanmar: Tak Ada Hari Tanpa Demonstrasi!Kendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Baca Juga: Junta Militer Sebut Tak Ada Aksi Damai di Myanmar, Adanya Anarkisme

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyampaikan, setidaknya 286 orang pendemo tewas akibat bentrok dengan aparat. Sementara, juru bicara militer memiliki data yang berbeda, mengatakan korban jiwa hanya 164 orang.

Pembubaran demonstrasi di Kota Mawlamyine berujung penangkapan 20 orang, sedikitnya dua orang terluka. Sementara itu, lima orang terluka dalam semalam saat aksi digelar di Mandalay.

Media lokal Myanmar Now melaporkan, remaja berusia 16 tahun di Mandalay kehilangan nyawa setelah peluru yang ditembakkan aparat bersarang di punggungnya.

Adapun, korban termuda sepanjang unjuk rasa adalah perempuan berusia tujuh tahun yang terbunuh pada Selasa (23/3/2021) saat ketegangan terjadi di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

2. Tekanan dari komunitas internasional meningkat

Aktivis Antikudeta Myanmar: Tak Ada Hari Tanpa Demonstrasi!Pendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sejak kudeta terjadi pada 1 Februari 2021, sejumlah komunitas internasional mulai menjatuhi hukuman kepada elite Dewan Administrasi Negara, sebutan untuk rezim darurat yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing.

Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengabarkan Reuters, Amerika Serikat (AS) berencana menjatuhkan sanksi lagi kepada dua konglomerat yang dikendalikan militer Myanmar.

Langkah Departemen Keuangan AS untuk memasukkan dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer, Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL), sekaligus membekukan aset apa pun yang mereka miliki di AS. Hal itu dapat dilakukan paling cepat pada Kamis (25/3/2021).

Menteri Luar Negeri (Menlu) Singapura, Vivian Balakrishnan, dijadwalkan bertemu dengan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta pada Kamis. Pertemuan itu diharapkan menelurkan suatu sikap mengenai instabilitas domestik di Myanmar.

Sedangkan, Malaysia dan Indonesia juga sedang mengupayakan pertemuan mendesak Menlu regional Asia Tenggara.

3. Ratusan tahanan politik dibebaskan

Aktivis Antikudeta Myanmar: Tak Ada Hari Tanpa Demonstrasi!Pengunjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pada Rabu (24/3/2021), junta militer dikabarkan telah membebaskan ratusan tahanan politik. Mereka adalah orang-orang yang menuntut pembebasan pemimpin Aung San Suu Kyi serta menyerukan penegakkan kembali demokrasi.

Tidak ada kabar dari pihak berwenang tentang berapa banyak tahanan yang dibebaskan. Tetapi, AAPP mengatakan sekitar 628 orang telah dibebaskan, setelah lebih dari 2.900 orang ditangkap sejak kudeta.

Militer berdalih kudeta adalah tindakan yang tak terhindarkan, mengingat Suu Kyi bersama elite Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) dituduh berkolusi untuk memenangkan pemilu 8 November 2020.

Perempuan peraih Nobel Perdamaian itu telah didakwa dengan empat pasal pidana. Mulai dari dakwaan mengimpor alat komunikasi ilegal, pelanggaran karena menyebabkan kerumunan di tengah pandemik COVID-19 hingga pasal penyuapan.

Pernyataan yang tidak kalah meresahkan datang dari pemerintah, yang justru menyalahkan para demonstran sehingga ratusan nyawa harus tumbang.

"Bisakah kita menyebut ini sebagai unjuk rasa damai?” kata juru bicara Junta Zaw Min Tun sambil memperlihatkan video pembakaran pabrik, ketika menggelar konferensi pers di Naypyidaw pada Selasa.

"Negara atau organisasi mana yang menganggap kekerasan ini aksi damai?" tambah dia.

Baca Juga: Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Anti Kudeta Myanmar

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya